Arini merasakan tubuhnya menegang beberapa saat. Sebenarnya dia sudah menyiapkan diri untuk bertemu dengan laki-laki ini. Akan tetapi, tetap saja rasa tidak nyaman menguasai hatinya. Hati yang pernah terluka, meskipun kemudian memaafkan bekas luka pasti akan tetap ada. Seperti kertas yang sudah diremas, diluruskan kembali pun tetap akan meninggalkan jejak kusut. "Arini ...." Laki-laki itu menyapanya pelan. Matanya terus menatap sendu. Arini lekas menetralkan suasana hatinya, lalu tersenyum dan bersikap seolah semua biasa saja. "Bang Dani? Mau belanja juga?" tanyanya berusaha ramah. "Iya ...." Dani mengangguk pelan. "Oh, silakan, Bang. Aku udah selesai." Arini menggeser tubuhnya, memberi jalan pada Dani untuk masuk ke warung Wak Dini. Akan tetapi, Dani tidak segera melangkah.