Elina berlari tanpa arah. Yang ada dalam benaknya saat ini adalah menjauh dari Ervin. Apa yang ia lakukan tidak akan pernah berarti di mata pria itu. Elina sadar akan dirinya yang tidak bisa berbuat apa. “Kenapa aku tidak pernah berarti untuk kamu. Kenapa aku selalu salah?” Elina duduk dekat halaman rumah sakit. Air matanya terus mengalir, ia menutup wajah dengan kedua tangan. “Haruskah aku menerima Varen dan mengakhiri hubungan dengan Ervin?” gumamnya. Ia pikir tidak akan bisa hidup bersama Ervin lagi. Ia sudah lelah dengan semuanya. Jika ia memilih Varen mungkin hidupnya akan lebih bahagia. Varen tidak akan menyakitinya. “Varen,” gumam Elina. Gadis itu menatap langit cerah bertabur bintang. Andai ia menolak pernikahan ini mungkin Elina akan bahagia bersama Varen. Ia tidak perlu men