Arseno membanting kasar pintu kamarnya dengan melepas kemejanya kasar sembari membuangnya ke sembarang tempat. Pemuda itu menghela kasar dengan mengeraskan rahangnya kesal masih membayangkan omongan Metta yang membuat amarahnya tersentil sampai sekarang. Dokter tampan itu berusaha menetralkan emosinya yang masih menggebu-gebu karena penuturan ambigu Metta. Apalagi perempuan itu seakan menantangnya dan membalas semua sikap acuh Arseno selama ini. "Emang apa hebatnya Maliq, sih?" Gerutunya dengan beranjak duduk sembari mengusap kasar wajahnya dengan telapak tangan. "Sekarang apa-apa yang diprioritasin Maliq, dan gue udah gak pernah dipikirin lagi. Dia gak mungkin pindah haluan, kan?" kesalnya masih tidak terima dengan sikap Metta yang seenaknya. Pemuda jangkung itu meringis kecil sembari