DPD-1

1112 Words
Pagi hari ini begitu cerah, sang surya menampakan sinarnya begitu kuat menyilaukan mata manusia. Banyak pejalan kaki yang berlalu lalang di trotoar jalan, kendaraan-kendaraan lain pun nampak santai tidak terlalu cepat dalam mengemudikan kendaraannya. Tapi, sebuah mobil bewarna putih berhasil menarik perhatian pengemudi lainnya, karna lajunya yang begitu cepat tak senada dengan beberapa mobil disamping. "Ditekan gasnya Dai!!" terik Rista-sahabat Daisha yang duduk disampingnya yang sedang mengemudikan mobil putih itu dengan cepat. "Lebih cepet narik gasnya, Daii! Entar kita terlambat," panik Kayra -sahabat Daisha yang sedang memijat pundak Daisha dari bangku belakang untuk memberi semangat. "Ishh! Ditekan atau ditarik, sih! Labil lo bedua, kaya bocah!!" ucap Daisha kesal. Ia kembali mempercepat laju mobilnya, membuat Kayra yang tidak memasang sealt-belt terjungkit kebelakang. "Astagfirullah! Pelan-pelan kanapa? Benjol nih kepala," ringis Kayra sambil mengusap-usap kepalanya yang membenjol indah. "Salah sendiri, kanapa nggak pake sealt-belt?" "Nggak mau, nanti menganggu pertumbuhan dua bukit kembar gue." "Yaudah, siap nanggung aja entar," ucap santai Rista. Mau tak mau Kayra memakai alat keselamatan itu, hal itu dikarna ia tak mau lagi ada benjol yang menghiasi jidat mulusnya. Daisha mengabaikan keributan kedua sehabatnya, ia memilih fokus untuk mengemudi agar dirinya dan sahabatnya sampai di sekolah tepat waktu. Tidak terlambat. Tadi malam, mereka menginap apartemen Daisha, mereka mononton film-film yang dimiliki Kayra. Hingga tepat jam dua malam, akhirnya mereka pun terlelap di lantai karna tak sanggup lagi untuk berjalan ke ranjang. Mereka tertidur sangat pulas, melupakan fakta bahwa besok mereka harus sekolah. Jadilah sekarang Daisha harus mengeluarkan ilmu pembalapnya untuk cepat sampai ke sekolah, jangan sampai mereka dihukum oleh Buk Tuti yang galaknya luar biasa. "Gue belum siap dihukum sama Buk Tuti!!" panik Kayra. Ia menggigiti kukunya, kebiasaan saat ia panik. "Slow aja deh, hidup ini harus santai," ujar Rista. Ia mengedipkan kedua matanya, sambil bersiul riang menghiraukan sahabatnya yang sedang panik. Sahabat sejati nih! "Pala lo yang santai, lo mah enak murid kesayangan Buk Tuti. Lah gue sama Kayra, musuh bebuyutan banget sama Buk Tuti," ucap Daisha kesal yang diangguki mantap oleh Kayra. "Emang Buk Tuti itu sering ya, beli di Online shop lo?" tanya Kayra. Rista mengangguk semangat. "Buk Tuti itu pembeli tetap Brojol Shop," kata Rista. "Gue masih heran deh, kok nama online shop lo Brojol Shop, sih! Gak enak banget," ujar Daisha penasaran. Kayra yang juga penasaran memasang kuping baik-baik, ia juga sangat penasaran nama online shop sahabatnya itu yang berarti melahirkan. "Gue jualnya baju-baju bayi sama daster ibu hamil. Jadi namanya gue buat itu aja." "Oooo.." kompak Daisha dan Kayra sambil mangut-mangut. "Jadi Buk Tuti itu sekarang lagi melendung ya sekarang?" tanya Kayra. Dibalas anggukan kepala oleh Rista, "What!! Tambah ganas dong entar!!" pekik Daisha. Kayra dan Rista sama-sama terkejut dengan suara melengking Daisha. "Emang kenapa?" tanya Kayra. "Lo tahu gak? Mood ibu hamil itu kayak lagu naik-naik puncak gunung. Kalo marah, bisa tinggi-tingi sekali~" nyanyi Rista. Bahkan perempuan itu menjadi ponselnya menjadi mic dadakan. Daisha dan Kayra sama-sama meneguk ludah mereka kasar. Bisa dibayangkan, tidak hamil saja Buk Tuti marahnya bisa seperi membangunkan gunung ber api yang tertidur bertahun-tahun. Apalagi sekarang. "Gue punya kabar buruk dan baik." "Apa, Dai? Kabar baiknya pasti sekolah libur, kan?" Daisha menggeleng pelan. Tatapannya beralih kedepan, membuat kedua temannya itu mengalihkan pandangan ke depan. "Kabar baiknya, kita udah sampai..." "Yesss! Selamat!" "... Buruknya, kita terlambat." "Allahuakbar!! Matilah gue." Mereka turun dari mobil setelah sampai disekolah. Disana, dibalik gerbang sudah ada Buk Tuti yang berdiri sambil berkacak pinggang dengan mata berkilat. Mereka saja sampai silau karena mata Buk Tuti. "Lo deluan deh, Ris," ujar Kayra sambil mendorong pelan tubuh Rista, sedangkan Daisha sedang menenangkan degup jantungnya yang sudah seperti ingin keluar. "Tamat deh gue," pasrah Daisha. Mereka bertiga berjalan beriringan, sama-sama berpegangan tangan dan melantunkan doa dihati mereka masing-masing. "Haii, Buk Tuti!!" sapa ceria mereka. Sedangkan yang disapa hanya memandang sinis mereka. Membuat ketiga sehabat itu menelan kasar ludah mereka. "Buk, online shop saya ada disk--" Rista belum selesai berbicara, tapi Buk Tuti sudah menyela perkataanya. "Nggak usah promisi, ini sekolah bukan pasar," ketus Buk Tuti. Rista reflek memegang dadanya yang entah mengapa begitu sakit. Sedangkan kedua sabahatnya mengelus pelan pundak Rista, walaupun dengan keadaan menahan tawa. "Kalian itu udah kelas tiga---" "Emang siapa yang bilang kelas satu Buk?" potong Daisha yang membuat Buk Tuti mengeram marah. "Kalo orang tua ngomong itu, jangan dipotong," sahut Buk Tuti kesal. Sedangkan Daisha dengan susah payah menyamarkan detak jantungnya yang berdetak seperti speaker tahu bulat. "Tadi ibu motong perkataan Rista, Buk?" Kini Kayra pun ikut menjawab. "Kalian ini kecil-kecil sudah berani nantang orang tua, mau jadi apa kalian, hah? Mau jadi gembel? Mau jadi preman?" omel Buk Tuti. "Saya dulu, sewaktu seusia kalian. Tidak pernah melawan guru, sekarang kalian seenak udelnya saja memotong perkataan guru." "Eh, Buk. Jangan marah-marah, ingat yang diperut Buk," celetuk Daisha. Ia tersenyum manis ke arah Buk Tuti berharap mereka menghilang dari sini sekarang juga. Dahi Buk Tuti berkerut. "Kalian tahu saya hamil?" tanya Buk Tuti. Mengingat perutnya kini masih terlihat datar, apalagi baju-baju yang digunakan Buk Tuti bertipe longgar. Membuar dirinya tak nampak jika sedang mengandung. "Tahu lah Buk, kami kan murid yang peduli dan sayaaaaang sama guru," ucap Kayra sambil tersenyum lebar dan penuh pecaya diri. "Kan Ibuk beli daster Bumil di Toko online saya Buk," kata Rista. Sekita senyum dibibir Kayra menghilang, niat ingin dipuji guru malah dipatahkan oleh omangan Rista. "Oh, iya nih. Kandungan Ibuk sudah masuk 9 minggu." Buk Tuti mengelus pelan perutnya. Senyum di bibirnya juga menandakan bahwa dia sangat bahagia. Sebenarnya, Daisha, Kayra dan Rista diam-diam mengacungi kinerja Buk Tuti yang mendidik siswa-siswi dengan tegas. Akhirnya mereka bertiga bisa menghela nafas lega, karena Buk Tuti sudah kembali ke mode manusia. Murid durhaka! "Selamat ya Buk, kami bertiga doakan Ibu selamat sampai melahirkan," doa Rista. Sedangkan Kayra dan Daisha mengamini doa Rista. "Aminnn!" "Maksih yah," kata Buk Tuti tulus. "Nah Buk, kita kan udah damai. Jadi boleh dong, kami bebas Buk," ucap Kayra sambil tersenyum manis. "Oke, kali ini Ibu maafkan. Tapi tidak untuk selanjutnya,"" tegas Buk Tuti. "Okee, BosssQ" kompak mereka bertiga sambil melakukan gerak hormat. Buk Tuti hanya tersenyum sekilas dan mencari mangsa baru. Setelah Buk Tuti sudah agak jauh dari mereka, mulailah sesi mereka mengeluarkan unek-unek yang menganjal dihati mereka. "Sumpah galak bener Ibu Tuti, udah kaya depkoletor nagih hutang. Nggak bayar, Bacok!!" ujar Kayra. "Nanti pas Buk Tuti beli di Olshop gue lagi, gue naikin harganya berkali-kali lipat deh," kata Rista kesal. "Gue kasian sama anaknya nanti, dapat Mak yang cerewet begitu," ucap Daisha. Mereka tertawa bersama, tanpa tahu bahwa orang yang sedang mereka bicarakan berada di belakang mereka. "Ada apa kalian bicarakan saya?" Tamat deh Riwayat- batin Rista. Astoge, selamat tinggal dunia- batin Kayra. Bye-bye bumi, walcome akhirat- batin Daisha.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD