03. Must Be Crazy

1403 Words
Untuk sesaat gadis cantik itu terlihat ragu. Dia memberi pandangan yang seakan melakukan penilaian pada Tyo dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Sebelum dia akhirnya bersedia untuk menyambut uluran tangan yang disodorkan Tyo dan menjabatnya. "Renata, Rena." Gadis itu menyebutkan namanya sebagai perkenalan. Tyo dapat merasakan sensasi menggelitik saraf sensorisnya akibat pertemuan kedua lapisan kulit di tangan mereka. Sensasi yang menciptakan getaran-getaran arus listrik galvanis bertegangan rendah yang seketika menyengat dan menjalar ke sekujur tubuh. Kemudian aliran listrik itu berlanjut menghasilkan daya yang seolah mampu membunyikan lonceng-lonceng serta memekarkan bunga-bunga musim semi di dalam hati Tyo. Lho kenapa ini? Kok kayak kesetrum dan merinding disko begini? Tyo baru tersadar dari ketertegunan saat Rena melepaskan tautan tangan mereka. Merasa tak rela karena sensasi yang menyenangkan tadi tiba-tiba menghilangkan begitu saja. Sensasi yang tak pernah sama sekali Tyo rasakan seumur hidupnya. Walaupun dia sudah sering bersentuhan dengan berbagai macam wanita. "Senang sekali dapat berjumpa dengan anda, Nona Renata." Tyo mencoba untuk beramah tamah dan mengakrabkan diri, dengan menggunakan bahasa Inggris. "My pleasure." Rena menjawab sambil tersenyum simpul. Senyuman yang mampu membuat Tyo kembali melayang-layang di angkasa. Gila! Kenapa senyuman simpul dari bibirnya begitu aja bisa terasa memabukkan? "Kamu sudah lama tinggal di sini? Lama gak pulang ke Indonesia?" Tyo mencoba mencari topik pembicaraan dengan Rena. Gadis itu terdiam tidak menjawab pertanyaan. Tyo dapat menebak bahwa Renata sepertinya tidak suka untuk membicarakan tentang Indonesia. Mungkin ada kenangan buruk yang tidak menyenangkan dari kampung halaman dan masa lalunya. "Kamu tinggal di kota ini?" Tyo mengalihkan pembicaraan kepada topik ringan lainnya. "Yup," jawab Rena singkat. "Great!" Tyo sumringah mendengarnya. Kalau masih satu kota gak sesulit itu untuk bertemu kembali kan? "Aku baru tiba di Paris tadi siang. Aku menginap di hotel Shangri-La Paris, jadi kamu bisa mencari aku di sana." "Nyari kamu? Buat apa?" Cibir Rena. "Ya kan kita sebagai saudara satu bangsa dan tanah air. Sudah sepantasnya kalau kita saling mendukung saat berada di dalam perantauan seperti ini. Sesuai dengan bunyi dari sila ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia'." Tyo mencoba untuk mencari alasan dengan menggunakan alibi status kebangsaan. Sekali lagi Rena hanya menjawab dengan senyuman simpul yang seindah bunga, mekar berseri dari bibir merona. "Here you can take my id card." Tyo memberikan sebuah kartu nama kepada Rena. Berharap bahwa gadis itu akan bersedia menyimpan dan menghubungi dirinya di lain waktu. Rena menerima pemberian Tyo dan meletakkan kartu nama itu di saku cover sketchbook miliknya. "Boleh aku minta kartu namamu?" Tyo lanjut bertanya karena Rena seperti tidak ada itikad untuk balas memberikan kartu namanya. "I don't have." "Aku mengerti, jadi kamu bisa menghubungi aku duluan nanti." Tyo mencoba berkompromi, tetap melayani dengan menggunakan bahasa Inggris. "Later." Lagi-lagi jawaban singkat dari Rena, sebelum kembali diam dan mengalihkan pandangannya dari Tyo. Kembali menghadap ke buku sketsa. Asem bener sih Mbak, kamu jadi orang? Cantik tapi kok judes banget? Aaaah tapi justru sifat kamu yang jual mahal ini yang bikin aku semakin penasaran! Tyo memeras otaknya untuk berpikir tentang topik bahasan yang sekiranya bisa menarik perhatian Rena kembali kepada dirinya. Tak terima kalau harus gagal pendekatan kepada gadis itu. Harga diri Tyo sebagai seorang cassanova sama sekali tak mengijinkan. Pelanggaran ini namanya! "Renata, Rena, Renee ... Namamu sungguh indah. Sama indahnya dengan sosokmu yang sangat menawan dan mempesona." Entah mengapa malah rangkaian kata-kata itu yang keluar begitu saja dari mulut Tyo. Rangkaian kata gak jelas yang seperti rayuan murahan. "Pardon me?" Rena bertanya, masih berusaha menjaga kesopanan meski jelas sedang dirayu oleh pria asing itu. Kebingungan dengan ucapan pria aneh di hadapannya yang seperti mengigau. "Renata, Akhirnya setelah pencarian lama, aku bisa menemukan kamu." Tyo berusaha untuk memperbaiki untaian kata-katanya menjadi lebih indah. "Renata berasal dari kata berbahasa latin, Renee kan? Nama indah yang juga bisa diartikan dalam bahasa Ibrani, Italia, Inggris, Polandia, Portugis, dan Perancis sebagai kelahiran kembali, 'reinkarnasi'." Tyo menjelaskan tentang arti nama Rena berdasarkan berbagai bahasa. Rena terlihat mengerutkan dahinya dalam-dalam demi mendengar ucapan Tyo. Memang terkesan receh, sok tahu dan menyebalkan. Seperti ucapan para pria berhidung loreng yang sedang gencar merayu wanita. Namun jauh dari lubuk hatinya, Rena sedikit terkesan dengan luasnya wawasan pria itu. Yang bahkan bisa memahami makna yang terkandung dari namanya. Nama panggilan yang dia sukai dari namanya sendiri, Renee. Tyo mengamati perubahan mimik wajah Rena dengan seksama. Memang gadis itu tidak menjawab, namun jelas terlihat ada suatu ketertarikan untuk mendengarkan. Hal ini membuat Tyo semakin bersemangat untuk melanjutkan ucapannya. "Kalau dalam bahasa Indonesia, nama Renata itu dapat berarti sebagai 'Kekuatan sendiri'. Jadi dapat dipastikan bahwa kamu adalah seorang gadis yang tangguh." Semburat kemerahan mulai terlihat dari wajah Rena. Sepertinya dia sedikit tersanjung dengan ucapan Tyo kali ini. "Dalam bahasa Karakteristik, Renata juga memiliki arti bersungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu. Penuh gairah, kreatif, jujur, tidak dibuat-buat, cerdas, berjiwa petualang, dinamis, penuh kesibukan, pengambil keputusan, berani, dan keras kepala." Tyo melanjutkan ucapannya untuk pendekatan kepada Rena. "Kamu seperti dukun saja!" Cibir Rena sedikit terlihat kesal dengan ucapan Tyo yang terkesan sok tahu. Kesal karena apa yang dikatakan oleh pria itu benar-benar mirip seperti seperti dirinya sendiri. Kenapa kamu bisa tahu sejauh itu hanya dengan mendengar namaku saja? Masa iya kamu bisa membaca pikiran? Ada rasa tak nyaman merasuki Rena untuk mendengar segala sifatnya yang seolah dapat dibaca dengan jelas oleh pria itu. "Aku bukan dukun! Mana ada dukun yang seganteng ini kan?" Tyo tergelak demi mendengar kata dukun dari si gadis yang dari tadi bersifat sok bule. "Lebih tepatnya, aku merasa seolah sudah mengenal kamu sejak lama. Meski nyatanya kita baru pertama kali berjumpa." Tyo masih berusaha untuk bisa menjelaskan perasaan aneh yang bersemi di dadanya. Membuat dirinya bisa mengeluarkan kata-kata tidak jelas yang tahu-tahu terlintas di kepalanya. "Basi tahu!" Jawab Rena ketus. Kemudian memilih terdiam tanpa kata, kembali dengan kesibukannya dengan pensil dan buku sketsa. Tyo juga ikut terdiam, memilih untuk menikmati dan mengabadikan pemandangan indah di hadapannya itu di dalam benaknya. Bunyi nada dering dari sebuah ponsel yang diletakkan di atas meja membubarkan segala suasana syahdu tak lama kemudian. Rena mengambil benda pipih itu dan menerima panggilan telpon yang baru saja masuk untuknya. Berbicara dengan bahasa Perancis yang tidak bisa dimengerti Tyo. Gadis itu kemudian mengemasi buku gambar, pensil, dan barang-barang bawaannya ke dalam tas setelah mengakhiri panggilan. Berniat pergi meninggalkan Asian restoran ini. Mungkin baru saja dia mendapatkan panggilan yang penting. "Wait a minutes, please." Tyo mencoba menghentikan langkah Rena yang sudah berdiri dari kursinya. Tak rela kalau pertemuan mereka berakhir begitu saja seperti ini. "I gotta go." Rena tetap beranjak dari kursinya, menyandang pula shoulder bag dari bahan kanvas dengan desain abstrak yang dia bawa. "I want to meet you again next time." Tyo sedikit memohon untuk bisa bertemu lagi dengan gadis itu. "Excused me." Rena tetap tak tergoyahkan untuk melangkah menjauh dari Tyo, berjalan keluar dari restoran dengan langkah cepat. "Wait for me, Renee!" Tyo buru-buru meletakkan beberapa lembar uang di meja untuk membayar makanannya. Kemudian dia berlari mengejar Rena ke luar restoran. Namun langkah Tyo sedikit terlambat karena Rena sudah berdiri tepat di sebelah sebuah taksi. Dia membuka pintu mobil dan berniat untuk masuk serta duduk di jok belakang taksi itu. Tyo nekat mengejar Rena dan mencoba untuk menghentikan langkah gadis itu memasuki mobil. Dia menahan pintu mobil agar tidak menutup dengan tangannya. "Renee, tolong kasih aku sedikit waktu" Pinta Tyo kepada gadis itu. "Maaf. Ada hal penting yang harus aku kerjakan sekarang." Rena meneruskan pamitnya, memberikan pandangan memohon agar Tyo bersedia melepaskan pegangannya pada pintu belakang mobil. "Aku akan menunggu kamu di sini besok." Tyo akhirnya bersedia untuk melepaskan pintu mobil. "Let's go!" Rena tidak menjawab, malah memberikan perintah kepada supir taksi untuk segera melajukan mobilnya. "Renee, nanti hubungi aku, oke?" Tyo memberikan gesture seperti menelepon dengan tangannya kepada Rena, saat mobil taksi beranjak pergi. Permintaan agar gadis itu mau untuk menghubungi dirinya. Rena sekali lagi tak menjawab atau menyanggupi permintaan dari Tyo itu. Melaju dalam kebisuan bersama taksinya, meninggalkan Tyo yang hanya bisa memandang sosoknya yang semakin menjauh. "Damn it!" Tyo mengumpat kesal karena kegagalannya melakukan pendekatan kepada Renata. Kegagalan pertama yang berakhir dengan penolakan dari seorang gadis. Sakit banget rasanya! Lihat saja, kamu tak akan bisa kabur dariku. Aku pasti akan menemukan kamu lagi, Renee. Eh tapi kenapa aku jadi agresif dan ngebet begini ya untuk ngejar-ngejar dia? Biasanya kan cewek yang selalu ngejar-ngejar aku? I must be crazy! Tyo bingung sendiri dengan tingkah aneh dan menggelikan yang dia lakukan untuk mendekati Renata.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD