01. The Curse
Suasana panas dan terik siang hari sama sekali tak terasa di ruangan kantor CEO perusahaan inti Sampoerna. Ruangan itu tetap dingin dan sejuk dengan hembusan angin segar dari AC yang terus menyala. Memberikan kenyamanan lebih kepada Prasetyo Sampoerna sang pimpinan tertinggi Sampoerna Group untuk dapat melakukan pekerjaannya.
Sebuah interkom di atas meja berbunyi, menandakan panggilan dari sekretaris pribadinya. Dengan sigap, Tyo menekan tombol penerima panggilan itu.
"Ada apa, Yas?" Tanya Tyo pada Yasmin, sang sekertaris pribadi.
"Pak, ada nona Natalie di sini. Apa anda berkenan mengijinkan dia masuk ke ruangan?" Yasmin menjawab.
"Suruh dia masuk. Nanti kalau ada orang yang mencari aku, bilang saja aku lagi sibuk dan gak bisa diganggu."
"Baik, Pak." Yasmin menuruti perintah atasannya tanpa banyak bertanya lagi. Sebagai sekertaris pribadi orang sekaliber Prasetyo Sampoerna, tentu Yasmin sudah tahu dan hapal tentang segala yang harus dan tidak boleh dilakukan untuk atasannya itu.
"Hello, Mas Tyo." Seorang wanita menyapa dengan nada centil saat memasuki ruangan.
Wanita itu berjalan menuju ke meja Tyo dengan berlenggak lenggok memamerkan lekuk tubuhnya yang sayang sekali memang sangat indah semampai. Dia adalah wanita yang beberapa hari lalu ditemui Tyo di Night Club dan diajaknya berkenalan, Natalie.
Tanpa basa-basi Natalie menghampiri Tyo yang sedang duduk di kursi empuk singgasana CEO dengan sandaran tinggi. Memberikan kecupan ringan di bibir Tyo sebagai sapaan perjumpaan mereka.
Namun Tyo sama sekali tidak memberikan respon pada sapaan panas wanita itu, masih berkutat dengan pekerjaannya yang belum selesai.
"Kamu tunggu sebentar, aku beresin ini dulu. Duduk saja di sofa itu." Ujar Tyo dengan nada datar kepada Natalie, menunjuk sebuah sofa di tengah ruangan.
"Katanya Mas Tyo mau ngajakin aku makan siang?" Natalie merayu manja.
"Masih jam berapa ini? Belum waktunya untuk makan siang." Tyo tetap tidak bergeming dari tumpukan kertas dokumen yang ada di hadapannya.
Sedikit kesal karena Natalie bahkan datang lebih awal dari jadwal yang telah diberikan oleh Tyo sebelumnya, untuk menemani dirinya makan siang. Sebagai seorang CEO, waktu setiap detik memang sangat berharga bagi Tyo. Kedatangan Natalie yang jauh lebih awal tentu saja dapat mengacaukan jadwal pekerjaan Tyo yang lainnya. Pekerjaan dengan tumpukan dokumen bisnis yang sudah menumpuk di atas meja kerjanya.
"Aduh galak bener sih ... " Natalie mencibir kesal karena tidak diperdulikan.
Tingkah dingin Tyo membuatnya semakin berani dan penasaran.
Natalie semakin mendekat dan meletakkan jemari lentiknya di d**a Tyo. Melancarkan aksinya untuk merayu sang CEO agar mau menghentikan pekerjaan dan beralih meladeni dirinya.
Awalnya Tyo mencoba untuk bertahan dengan tidak menghiraukan wanita itu dan melanjutkan pekerjaannya. Namun sebagai seorang pria normal tentu saja tubuh Tyo bereaksi sebaliknya dengan sentuhan-sentuhan jemari Natalie yang semakin intens membelai d**a bahkan sampai ke bagian wajahnya. Sungguh godaan duniawi yang mampu memberikan kenikmatan.
Bagaikan kucing yang disodori ikan pindang, Tyo pun langsung menyambut dan menggigitnya. Menikmati sajian makan siang spesial yang disajikan oleh Natalie, teman kencan satu sesinya itu.
Pergulatan dahsyat dan panas pun terjadi selama beberapa saat sampai keduanya berakhir di sofa panjang di bagian living room kantor. Tubuh Tyo sudah berada diatas dan tubuh Natalie berada di bawahnya, bertumpuk dan berhimpit bagaikan roti sandwich. Kedua wajah mereka juga bertemu, bersatu dan bertautan di suatu titik poros tumpuh. Benda kenyal yang tak bertulang.
Lonjakan hormon adrenalin yang mengalir deras membuat isi kepala Tyo seakan kosong. Membuat suhu tubuh memanas dan debaran jantung ikut meningkat. Mengakibatkan instingnya sebagai seorang predator ganas lebih mendominasi daripada akal sehat.
Sebelah tangan Tyo menjadi hiperaktif. Bergerak dengan lincah seolah memiliki matanya sendiri, menuju ke gundukan kembar yang membusung di sana. Membuka dua buah kancing yang ada di bagian depan kemeja si wanita agar lebih leluasa melakukan penjarahan di spot favoritnya lebih jauh lagi.
"MAS TYOOOO!"
Sebuah teriakan histeris menggelegar di segala penjuru ruangan kantor. Teriakan yang kontan membuat Tyo dan Natalie terlonjak kaget seketika. Teriakan yang mampu mematikan api gairah yang sedang panas membara di tubuh mereka berdua. Membuat mereka reflek mengakhiri tindakan yang baru saja dan hendak mereka lakukan. Aksi yang tak kalah dengan panasnya api kompor LPG.
Baik Tyo dan Natalie tentu saja tak mengira akan ada pengganggu yang muncul di ruangan private itu. Muncul di saat yang sangat tidak tepat pula. Bagaimana bisa seseorang masuk tanpa permisi ke ruangan seorang CEO seperti ini? Sungguh suatu tindakan yang lancang dan kurang ajar sekali.
Tyo yang sudah 'tinggi' merasa sangat kesal dan marah. Dia mengalihkan pandangan ke arah datangnya suara. Di sana telah berdiri seseorang yang sedang berkacak pinggang dan wajah yang sudah merah padam. Seorang gadis muda dengan wajah yang sangat cantik, wajah yang tidak asing.
"Ditha?" Tanya Tyo begitu menyadari siapa pengganggu yang datang. Dia adalah Praditha Sampoerna, adik terakhir Tyo.
Gelombang kemarahan Tyo karena segala kesenangannya yang terganggu tak jadi meledak demi melihat wajah Ditha. Hanya bisa menggerutu pasrah saja di dalam hati untuk meluapkan kekesalan.
Aaaissh! Ganggu aja kamu Dith!
Buru-buru Tyo bangkit dari posisinya sebagai roti bagian atas, meninggalkan roti bagian bawah sandwich. Natalie yang masih tergeletak tak berdaya di sofa. Masih menggeliat seperti cacing kepanasan, dengan napasnya yang masih memburu tak teratur.
"Pergi! Pergi kamu wanita jalang!" Ditha mengusir wanita itu dengan nada bergetar dan pandangan mata berkilat marah.
Natalie bangkit dari posisinya dengan gerakan perlahan. Seakan masih tidak rela kenikmatan yang baru saja dia rasakan berakhir begitu saja dengan tidak indah.
"Mas Tyo ..." Ujar Natalie dengan nada manja setelah berganti posisi mejadi duduk di sofa. Bermaksud untuk merayu dan meminta dukungan dari Tyo.
Berharap Tyo segera mengusir si pengganggu dan melanjutkan kegiatan menyenangkan mereka yang tertunda.
"Kamu pergi dulu, Natalie. Acara makan siang kita sudah selesai." Hardik Tyo tidak memperdulikan Natalie dengan rayuan murahannya. Pria itu malah mengusir wanita itu tanpa kompromi dan mendekati Ditha.
Natalie bangkit berdiri dari sofa dengan wajah yang sudah ditekuk-tekuk saking kesalnya. Dia sedikit merapikan pakaian yang dikenakannya, serta mengancingkan beberapa kancing kemejanya. Kemudian dia beranjak pergi meninggalkan kedua kakak beradik, Tyo dan Ditha Sampoerna yang masih berdiri saling berhadapan.
Natalie yang merasa terabaikan oleh Tyo, menutup pintu ruangan kantor dengan keras sebagai bentuk rasa protes dan kesalnya. Membuat suara debaman yang cukup keras di seluruh penjuru ruangan.
"Ditha ... Errrr ...." Tyo bingung harus berbicara apa kepada adiknya setelah kepergian Natalie, setelah mereka hanya berduaan saja di dalam ruangan.
Praditha Sampoerna adalah adik ketiga Tyo, adik perempuan satu-satunya dan kesayangan di antara dua adik laki-laki lain yang tidak manis. Oleh karena itu Tyo tidak pernah bisa untuk marah kepada Ditha kecuali mungkin adiknya ini telah melakukan kesalahan yang sangat fatal.
Ditha tidak memberikan respon kepada Tyo. Gadis itu masih terlihat sangat bingung dan syok dengan dengan apa yang baru saja dilihatnya. Bagaimanapun juga Ditha yang masih berusia dua puluh satu tahun ini termasuk gadis yang masih sangat polos. Pemandangan adegan sandwich hidup yang baru saja dilihatnya tadi mungkin telah menodai kesucian kedua matanya.
"Apa yang kamu lihat tadi tidak seperti yang kamu pikirkan kok." Tyo mencoba beralibi kepada adik kecilnya itu.
"Kamu pikir mataku buta hah? Siapa cewek itu tadi?" Tanya Ditha dengan nada bersungut-sungut marah.
"Natalie," jawab Tyo singkat.
"Dia pacarmu?"
"Bukan."
"Syukur deh kalau bukan pacar. Cewek ganjen kayak gitu gak cocok buat kamu, Mas. Palingan dia cuma mau deketin Mas Tyo karena duit saja." Cecar Ditha terang-terangan mengatakan ketidaksukaan kepada Natalie.
"Kalau mau cari cewek itu yang bener donk. Cari wanita baik-baik yang bisa diajak hubungan serius dan menikah." Lanjut Ditha mengomeli kakak pertamanya.
"Iya-iya, tenang aja aku juga gak ada niatan serius sama dia kok. Cuma teman makan siang aja." Jawab Tyo mencoba menenangkan adiknya.
"Berarti kalau dia teman makan siang, pasti ada teman makan malam juga donk?" Tanya Ditha lebih menyelidik.
"Ada si Clara buat nemenin makan malam. Desy juga ada buat nemenin hang out, lalu ... " Tyo menyebutkan satu persatu nama wanita yang sedang dikencaninya dengan tidak punya rasa berdosa.
"Astaga Mas! Ada berapa cewekmu?"
"Banyak, kan semuanya tanpa status. Lagian mereka juga yang datang sendiri tanpa diundang kepadaku." Lagi-lagi Tyo menjawab dengan santainya.
"Jadi kalau mereka yang mendekat gak masalah gitu?" Ditha mendengus kesal mendengar jawaban Tyo, alasan licin dan licik dari seorang playboy kelas Wahid.
"Ya kan bukan aku yang mengejar dan merayu mereka. Ibaratnya ya, ada kucing dikasih ikan pindang. Mana mungkin akan menolak kan? Gigit aja sekalian. Meeeow!"
"Dasar Mas Tyo Playboy cap kadal!" Umpat Ditha emosi demi mendengar jawaban Tyo.
"Lho kok kadal sih? Kurang garang! Buaya kek!" Tyo sengaja memprotes gelar yang diberikan Ditha untuknya. Sengaja menggoda adiknya itu untuk mencairkan suasana.
"Iya buaya darat!"
"Hahahaha," Tyo sudah tertawa ngakak mendengar ucapan dan tingkah polos Ditha yang terlihat sangat menggemaskan.
"Aku sumpahin kamu kena batunya, Mas!" Karena kesal, Ditha melanjutkan dengan sumpah serapahnya kepada sang kakak.
"Widih ngeri!"
"Aku sumpahin kamu bakalan bucin pada satu wanita saja. Kamu gak bakal bisa berpaling lagi ke wanita lainnya." Ditha mengucapkan detail kutukan kepada Tyo.
"Waduh ngeri banget sumpahnya, Dith." Tyo pura-pura takut mendengar sumpah serapah dari adik manisnya itu.
Namun dalam hati Tyo jadi kepikiran juga. Dia tak bisa membayangkan untuk dapat hidup dengan satu wanita saja seumur hidupnya. Gimana kalau bosan?
Jadi kalau nanti dirinya harus menikah, Tyo bertekad harus dengan wanita yang sekiranya bisa membuat dia betah dan tidak akan bosan untuk bersamanya. Wanita spesial yang nyaris sempurna dan tak bercelah tentunya. Cantik, sexy, pintar, dan mampu membuat dirinya selalu penasaran.
"Yaudah aku mau keluar dulu sebentar, ya. Kamu mau dibelikan apa?" Tyo beranjak dari posisinya berdiri, menawarkan sogokan sebagai permintaan maaf untuk Ditha.
"Mau kemana?" Tanya Ditha menyelidik. Tidak tertarik dengan tawaran sogokan dari kakaknya itu.
"Mau makan siang sama Rossana."
"Haaaah? Siapa lagi itu Rossana?"
"Teman makan siang yang lain."
"Whaaaat? Dasar Mas Tyo, kamu beneran Playboy kelas ikan paus!" Ditha sudah mengumpat semakin kesal mendengar tingkah kakaknya itu.
"Hahahaha." Tyo tertawa ngakak sambil terus berlalu santai meninggalkan ruangan kantornya.
Prasetyo Sampoerna sama sekali tidak menyangka bahwa kutukan iseng yang dilontarkan oleh Ditha kepadanya seakan menjadi kenyataan yang nyata terjadi. Mungkin ini yang dinamakan doa orang teraniaya akan diijabah dan dikabulkan. Doa Ditha yang merasa teraniaya dengan sifat playboy kakaknya itu.
Suratan takdir nantinya akan membuat kehidupan Tyo berubah drastis seratus delapan puluh derajat. Hanya karena seorang wanita yang membuatnya jatuh cinta dan tergila-gila.