Chapter 7 : Grandchild

1741 Words
El terpaku. Sedang Nana memeluknya erat. Hangat tubuh Nana mengalir ke tubuhnya. Membuat tubuh pria itu terasa panas. El diam mematung. Merasakan Nana meluapkan kerinduannya. Nananya, gadis kecilnya sedang memeluknya penuh rindu. Tangan El terangkat. Hendak mengelus rambut Nana yang hitam dan halus itu. Bocah cantiknya sudah dewasa. Rambutnya yang dulu berwarna keemasan kini diwarnai menjadi hitam legam bak mutiara hitam. Selalu terlihat indah di mata El. El menurunkan kembali tangannya yang sudah akan menyentuh pucuk kepala Nana. Secepat kilat, El menarik tubuh Nana. Menjauhkan gadis itu darinya. Nana terlihat kecewa saat tubuhnya terpisah dari El. Gadis itu menatap El tak terima. Mata bulatnya yang begitu indah seolah memanggil El untuk mendekatinya. Memilikinya. Tapi El tau, bukan kapasitasnya untuk meraihnya. Dia tidak pantas berlaku lebih dari itu. Dia hanya seorang duda tua dengan seribu kekurangan. Tak pantas rasanya dia terlalu dekat dengan Nana yang berkilauan bak berlian. Meskipun sejak kecil Nana sudah mengenalnya, tapi kini semua sudah berubah. Dia bukan El yang dulu lagi. "Tugas kamu sudah selesai. Kamu boleh pulang sekarang!" ucap El dingin. Nana mendesah kecewa. Gadis itu menatap sendu es krim yang ada di tangan El. El yang tersadar jika es krim itu masih ada di tangannya, langsung memberikannya pada Nana. "Ambil kalau kamu mau! Kalau nggak biar saya buang!" ujarnya. Nana terdiam. Menatap El dalam. Merasa tidak ada respon dari Nana, El pun berbalik menuju tong sampah di sudut ruangan. Berniat menjatuhkan es krim yang sudah agak meleleh itu ke dalam tong sampah. Namun Nana buru-buru merebutnya. Gadis itu bersungut-sungut marah pada El. "Kalo ngasih yang ikhlas dong, Uncle! Masa udah dikasih mau dibuang ke tong sampah!" protesnya. "Lagian kamu diem aja! Kirain nggak mau!" balas El. Nana mengerucutkan bibirnya. Menatap El kesal. Seraya mengambil tasnya, gadis itu menggerutu pelan. El yang mendengar itu pun menahan tawanya. Tiba-tiba suara ponsel Nana terdengar. Gadis itu berhenti untuk mencari ponselnya. Nana menepuk dahinya pelan. Cepat-cepat dia menggeser layar ponselnya. "Iya, Hallo!" "..." "Maaf, Sayang, kelupaan." El mendelik. Batinnya berbicara, dengan siapa Nana bicara sampai memanggil sayang. "..." "Iya. Iya. Ini lagi jalan kesana kok. Kamu tunggu ya! Daah... love you!" Nana menutup percakapannya. Sedang El mendelik mendengar nada mesra Nana saat berbincang dengan seseorang ntah siapa di telepon. El mengerjap. Pria itu memandangi punggung Nana yang semakin menjauh dari hadapannya. Sedikit rasa tak rela menelusup ke dalam hatinya mendengar nada sayang dan mesra Nana saat bertelepon dengan seseorang yang El yakini adalah seorang pria itu. El mendesah panjang. Mengusap kasar wajahnya berkali-kali. Sial! Sial! Sial! Kenapa dia bisa seperti itu, batinnya. El beranjak menuju meja kerjanya. Mengambil kunci mobil dan juga ponsel miliknya. Berniat untuk meninggalkan kampus. Sekarang dia sudah tidak mood mengajar lagi. Mungkin setelah ini dia akan menghabiskan waktunya di club malam. Menghilangkan berbagai pikiran buruk dari otaknya. *** Nana meringis saat mendapati tatapan tajam mengintimidasi Noah. Tatapan yang sama persis seperti milik daddynya. Entah kenapa Noah juga memilikinya. Padahal dari segi wajah, Noah yang imut tidak pantas memiliki tatapan tajam itu. Daddynya itu benar-benar menurunkan sifat yang begitu sempurna pada adik laki-lakinya itu. Apalagi galaknya itu. Udah kayak si auuuu.... "Lama banget, sih. Noah nunggu hampir dua jam tau!" ucap Noah kesal. Nana tersenyum kecil. "Sorry, Boy! Tadi Kakak ada urusan mendadak. Jadi agak lama deh jemputnya," balasnya begitu manis. "Ini bukan lagi agak lama, Kak! Tapi lama pake banget! Kakak tau nggak, tadi itu hampir aja dianterin pulang sama Pak Carlos!" geram Noah. Nana membulatkan matanya. "Bagus dong! Kan bisa deket sama kakek mertua!" celetuk Nana yang langsung dibalas pelototan oleh Noah. Nana terkikik. Gadis itu mengusap lembut rambut adik tersayangnya itu. "Udah jangan marah mulu! Ntar gantengnya ilang loh!" godanya. Noah mencebikkan bibirnya. Menatap kakaknya kesal. Tapi tangannya bergerak memeluk tubuh Nana. Nana tertawa pelan. Menepuk-nepuk kepala Noah yang bersandar di bahunya pelan. Tak lama kemudian, mobil yang ditumpangi Nana dan Noah berhenti di halaman rumah mewah mereka. Nana segera mematikan mesin mobil. Gadis itu yang terlebih dahulu melepas sabuk pengamannya. Sebelum keluar mobil, Nana sempat menoleh pada Noah. Menatap lembut adik laki-lakinya itu. *** "Kakak Nana!" Nana yang baru saja sampai pintu langsung tersenyum sumringah saat melihat Leyla berlari ke arahnya sambil tertawa-tawa. Leyla langsung memeluk Nana erat. "Kakak Nana pulangnya lama. Katanya cuma bentar kuliahnya," ujar Leyla sembari cemberut. Nana terkikik. Gadis itu mencium pipi Leyla sekilas. "Sorry, Princess. Kakak tadi ada urusan bentar. Jadi agak telat," jawabnya. "Kakak Nana dicari Mommy." "Mommynya kemana sekarang?" Leyla menunjuk-nunjuk arah dapur pada Nana. "Mommy di dapur?" tanya Nana. Leyla mengangguk-angguk. Nana pun beranjak menuju dapur sambil menggandeng Leyla. Di dapur, Nana melihat Ella sedang duduk di atas kitchen set sambil melamun. Mommynya terlihat sedikit pucat. Nana berjalan menghampirinya. "Mom..." panggil Nana. Ella menoleh. Senyumnya langsung mengembang. "Nana..." ucapnya sambil melambai pada Nana memberi isyarat minta dipeluk oleh gadis itu. Nana meletakkan tasnya juga plastik hitam yang tadi dia bawa. Menghampiri Ella dan langsung memeluknya. "Masih lemes, Mom?" tanyanya. Ella mengangguk. "Sedikit, Sayang. Tapi udah gapapa kok," jawabnya. Nana menghela nafas lega. "Syukur, deh. Tuh Nana bawain pesenan Mommy. Rujak manis." Ella tersenyum tipis. Mengecup kepala Nana. "Makasih, Sayang." Nana mengangguk. Menjauh dari Ella sebentar. Berjalan ke arah rak piring. Mengambil piring lebar dari sana. Lalu membuka bungkusan plastik hitam tadi. Menuang isinya ke atas piring. Lalu kembali pada Ella. "Nih, Mommy abisin!" seru Nana. "Itu apa?" tanya Leyla pada Nana. "Rujak manis. Leyla mau?" balas Nana. Leyla menggeleng. Melihat Ella sedang serius makan buah-buahan yang diiris-iris dan dicocol sambal. Bocah itu bergidik. "Enak, Sayang. Leyla mau nggak? Mommy suapin?" ujar Ella pada Leyla. Bocah itu kembali menggeleng. Kemudian berlari kecil keluar dapur. Ella ganti menatap Nana. Mengambil potongan belimbing lalu mencocolnya dengan sambal. Menyuapkannya pada Nana. Nana meringis kecil saat merasakan asam dari buah belimbing di lidahnya. "Mommy beneran ngidam nih," celetuknya. "Ngidam apaan? Mommy kamu maagnya kambuh. Singkirin itu rujaknya!" Aliandra tiba-tiba masuk sambil menatap Ella tajam. "Taruh rujaknya, Mom!" perintahnya pada Ella. Nana melongo. Menatap Aliandra dan Ella bergantian. Bingung mendengar ucapan Daddynya. Ella merengut. Menaruh piring berisi rujak ke atas kitchen set yang dia duduki. Bibirnya mencembik. Aliandra mendengus. Meraih piring rujak. Menyimpannya ke dalam kulkas dengan segera. "Emang Mommy nggak jadi hamil ya, Dad?" tanya Nana. Aliandra menggeleng. "Mommy kamu muntah-muntah itu karena maagnya kambuh. Tadi habis periksa dari Rumah Sakit," jawab Aliandra. Nana mendesah kecewa. "Yah... Nana nggak jadi punya adik baru dong! Berarti Mommy bohongin kita dong, Dad." Ella terkikik. "Loh, kok nyalahin Mommy sih? Emang Mommy bilang kalo hamil? Kan enggak. Kalian sendiri yang ngira Mommy hamil," jelas Ella. "Gimana nggak ngira kamu hamil? Kamu muntah terus. Susah makan. Minta rujak. Ya kirain kamu hamil lagi," sahut Aliandra ketus. Ella tertawa geli. "Kalian itu terlalu berharap Mommy hamil lagi. Lagian nih, ya. Mommy ini udah tua. Udah waktunya fokus besarin anak. Juga udah tinggal nunggu cucu." Aliandra merengut tak setuju. "Cucu? Cucu darimana? Anak-anak kan masih kecil. Noah nikahnya nunggu lulus kuliah, Mom. Apalagi Leyla masih tujuh tahun," bantah Aliandra. "Yang bilang suruh Noah nikah siapa, Daddy?" ujar Ella gemas. Suaminya selalu saja menyela perkataannya. "Lah terus Mommy bilang cucu itu, cucu dari siapa?" ucap Aliandra bingung. Ella menunjuk Nana dengan dagunya. "Kan Kakak Nana udah gede. Udah bisa kasih Mommy cucu dong," godanya pada Nana. Pipi Nana langsung bersemu mendapat godaan seperti itu dari mommynya. Aliandra mendelik tak terima. Pria itu menatap Nana dan juga Ella dengan tajam. "Nggak! Nana nggak bisa nikah sekarang. Nana baru duapuluh tahun. Tunggu delapan tahun lagi baru boleh nikah!" serunya. Ella ganti memelototi Aliandra. "Nggak bisa gitu dong, Dad. Nana udah cukup umur buat nikah. Mommy dulu nikah sama Daddy pas umur duapuluh." "Nana beda sama kamu, Mom. Nana itu masih kecil," ujar Aliandra. "Kecil dari mananya sih, Dad! Coba deh kamu liat putri kamu baik-baik. Apa dia masih kecil?" Aliandra menggeleng cepat. "Tapi Nana nggak bisa nikah dulu, Mom. Daddy nggak setuju pokoknya!" "Daddy! Kamu nggak bisa gitu, Dad!" "Kata siapa aku nggak bisa? Aku Daddynya. Aku nggak ijinin! Nana nggak boleh nikah dulu pokoknya. Titik!" geram Aliandra. Pria itu pun langsung meninggalkan dapur dengan wajah marah. Ella merengut sebal. Sedangkan Nana malah kebingungan sendiri melihat mommy dan daddynya bertengkar gara-gara umurnya. "Daddy kenapa sih, Mom?" tanya Nana pada Ella. Wanita itu menggeleng pelan. Raut wajahnya terlihat jelas sangat kesal. Nana menghela nafas lelah. Begini deh kalau sudah di rumah. Dua ABG tua itu seringnya membuat Nana pusing. "Ya udahlah, Mom. Jangan pikirin ucapan Daddy tadi. Nana juga nggak ngebet pengen nikah kok," hibur Nana. "Nggak gitu, Sayang. Daddy kamu itu terlalu posesif sama kamu. Kamu kan udah duapuluh tahun. Udah waktunya kamu buka hati buat temen cowok kamu. Daddy nggak bisa terus ngawasin kamu. Kamu juga butuh kebebasan. Nggak dikekang terus," ujar Ella. Nana mengusap lengan Ella yang bersandar di tubuhnya. Wanita itu terlihat sedih. Nana mengerti Ella. Ella khawatir padanya. Dia kasihan melihat Nana terus diawasi oleh Aliandra. Sedangkan Nana sudah dewasa. Sudah boleh menentukan pilihannya sendiri. "Mom, Nana nggak ngerasa dikekang sama Daddy kok. Nana tau selama ini Daddy galak sama Nana, sama Noah dan Leyla karena Daddy sayang sama kami. Dan nggak mau anak-anaknya kenapa-napa," balas Nana. "Nana juga belum pengen pacaran kok, Mom. Nana mau fokus kuliah dulu. Kalo udah lulus, Nana mau kerja bantuin Daddy di kantor. Kasian Daddy udah tua. Nana nikahnya kapan-kapan aja," lanjutnya. Ella langsung menoleh pada Nana dengan cepat. Wanita itu melototi Nana. "Apa? Nikahnya kapan-kapan aja? Nana gimana sih? Nana udah dewasa, Nak. Udah waktunya nikah. Nggak bisa kapan-kapan gitu. Keburu Mommy tua. Ntar nggak bisa gendong anaknya Nana," omelnya. Nana menelan ludahnya kaku. Salah kan? Belain Aliandra salah. Bela Ella salah juga. Bela diri sendiri? Apalagi. Nana mencoba tersenyum. "Nggak gitu, Mom. Nana mau nikah kalo udah ketemu jodohnya. Sekarang kan belum ketemu jodohnya nih. Jadi Nana belum bisa nikah dulu." Ella menyipitkan matanya. Menatap Nana curiga, "Masa belum ketemu jodohnya? Nana udah punya pacar kan? Nana nggak usah bohongin Mommy, deh. Mommy nggak akan marah kok," ujarnya. Nana tersenyum kaku. Tidak tau harus bicara apalagi sekarang. Gadis itu menggaruk tengkuknya. "Mommy tau Nana sering senyum-senyum sendiri di kamar. Nana pasti lagi naksir cowok. Siapa? Temen kuliah ya?" tebak Ella. Nana menggeleng. "Nggak, Mom. Nana nggak lagi naksir siapa-siapa kok." Ella tertawa geli melihat Nana yang mendadak salah tingkah. "Masa? Mommy nggak percaya. Besok Mommy mau tanya ke Uncle El aja deh. Uncle El pasti tau Nana lagi pacaran sama siapa di kampus," putusnya sambil menyeringai. Lalu beranjak turun dari kitchen set. Meninggalkan Nana sendiri di dapur. Nana menepuk dahinya pelan. Gawat kalau sampai mommynya bilang ke El, Nana punya pacar. Bisa kelar hidupnya. El kan tidak mengizinkan Nana pacaran selama jadi asistennya. Bener-bener gawat. Dia bisa dipecat jadi asissten. Terus nggak bisa dekat El lagi. Huh, nanti jadi galau lagi dia. Nana berpikir keras. Sepertinya dia harus merayu mommynya. Menyogoknya dengan rujak manis satu truk kalau perlu. Agar wanita itu tidak mengatakan hal yang tidak-tidak pada El.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD