Chapter 9 : Caught by Dad

1701 Words
Nana berlari kecil menuju ruangan El. Kaki-kaki jenjangnya melangkah dengan terburu-buru melewati koridor kampus yang tak begitu ramai. Nana menarik nafas dalam-dalam begitu sampai di depan pintu ruangan El. Pelan diketuknya pintu kokoh itu. Tidak ada sahutan. Berkali-kali Nana mengetuk namun tak sedikitpun terdengar suara dari dalam. Nana pun bingung. Kalau nanti dia masuk, dia dikatai tidak sopan lagi oleh El. Kalau tidak masuk buru-buru salah juga. Nanti Nana diomeli juga karena tidak cepat-cepat datang. Duh, serba salah kan? Nana pun jadi kebingungan sendiri. "Bodo ah! Gue masuk aja," ujarnya. Kemudian gadis itu pun masuk ke dalam ruangan El. Nana tersenyum kecil begitu dia masuk dan melihat El sedang tertidur di sofa. Di dekatinya pria yang telah mencuri hatinya bertahun-tahun lalu itu. Nana berdiri di samping El tidur. Meletakkan buku dan tasnya di atas meja. Nana mengamati wajah tampan yang sedang terlelap dalam mimpi itu. Bulu matanya, alisnya, hidungnya yang mancung, juga bibir pria itu yang berwarna kehitaman. Nana mengangkat tangannya. Menyentuh pipi El yang ditumbuhi bulu-bulu. Mengusapnya lembut disana. Nana tersenyum kala teringat dulu sekali saat dia masih kecil, dia juga suka mengusap pipi El. Merasakan geli di tangannya akibat gesekan antara telapak tangannya dan rambut halus di sekitar wajah El. Gadis itu terkikik. Tangannya tak lepas menelusuri wajah El. Tanpa sadar tangannya berhenti di bibir El. Nana terdiam menatap bibir itu lama. Bayangan saat El menciumnya di mobil itu masih terekam jelas di memori otaknya. Darahnya berdesir-desir seolah kembali merasakan bibir El di bibirnya. Nana terpaku. pikirannya melayang entah kemana. Dia tidak sadar jika si pemilik bibir terbangun dan menatapnya kaget. El yang tadinya tertidur saat menunggu Nana datang, terbangun tiba-tiba saat merasakan bibirnya ditekan-tekan. Pria itu terbelalak saat membuka mata dan melihat jari-jari lentik milik seorang gadis sedang menjelajah bibirnya. El menelan ludahnya kaku saat memandang wajah Nana dari bawah. Kenapa Nana jadi terlihat tambah cantik. Dia kelihatan begitu menggemaskan. Apalagi ekspresinya itu. Menatap kosong ke depan. Dengan bibir yang terbuka. El tau Nana pasti sedang melamun. Pria itu buru-buru memejamkan matanya saat melihat bibir mungil berwarna merah itu. El kembali menutup matanya. Mencoba menghilangkan penampakan yang mengganggu dirinya. Sedetik, dua detik, tiga detik, hingga hitungan sepuluh detik, El membuka matanya. Pria itu langsung bangkit untuk duduk. Lalu tanpa aba-aba menarik tangan Nana hingga gadis itu jatuh ke atas pangkuannya. Nana tersentak kaget saat tiba-tiba dia berada di pangkuan El. Gadis itu menganga tak percaya. Kenapa tiba-tiba El terbangun? El mengumpat. Pria itu menarik pinggang ramping Nana. Menguncinya dengan kedua lengannya. El menatap mata biru favoritnya itu. Bola mata indah yang selalu dia puja dulu. El mendekatkan wajahnya pada Nana. Berhenti sebentar saat hidungnya sudah menempel dengan hidung gadis itu. Bibirnya hampir saja bertubrukan dengan bibir Nana. Nana terbelalak. Matanya membulat sempurna karena melihat El menatapnya. Sementara Nana masih sibuk menghirup udara sebanyak-banyaknya. El mengusap lembut pipi Nana yang bersemu merah. Sedang gadis itu menunduk tak berani menatap mata El. El menyatukan dahinya dengan dahi Nana. Tangannya bergerak mengusap punggung Nana perlahan. Sehingga Nana merasa nyaman. Nana memejamkan matanya. Tangannya mencengkeram kerah kemeja El dengan erat. El menarik tubuh Nana ke dalam pelukannya. Melingkari pinggang dan punggungnya. Sementara pikirannya campur aduk. Kenapa bisa gadis kecil itu membuatnya kembali menjadi sosok yang lemah. Yang mudah terpengaruh pada perasaan. Kemana larinya semua pertahanan yang dia buat selama bertahun-tahun ini. Hari ini, El sadar dia melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya. Awalnya dia berpikir kesalahan terbesarnya adalah mencintai Sarah dengan segenap hatinya. Lalu memaafkan wanita yang berulang kali menginjak-injak harga dirinya itu karena cinta. Tapi saat ini dia baru tau jika ada lagi kesalahan yang lebih besar dari itu semua. Jatuh hati pada seorang Raina Clara Adrian. Gadis kecil yang sudah begitu dia sayangi dulu. El bukanlah pria bodoh yang tidak tau apa perasaan yang dia rasakan selama hampir satu bulan ini pada Nana. Tapi kenapa harus Nana? Nana tidak boleh dicintai. Tidak dengan Nana. Dia bukan untuk dicintai. El terus terhanyut bersama pikirannya. Begitu pula dengan Nana. Gadis itu termanggu di pelukan El. Nana tidak bisa menebak apa yang dipikiran El. Nana masih tidak mempercayai apa yang dialaminya saat ini. Dia mengira ini hanya mimpi. Jika bukan karena pelukan hangat El yang membuktikan jika dia sedang berada dalam alam nyata sekarang. Nana tidak mengerti ini semua. Dia hanya pasrah. Menikmati pelukan hangat El dan juga belaian lembutnya di rambut dan kepala Nana. "Uncle..." panggilnya lirih. El segera tersadar dari lamunannya. Pria itu melepaskan tangannya dari tubuh Nana. Menatap Nana lekat. "Maaf..." Nana menggeleng lemah. Matanya balas menatap El dengan lembut. "Uncle berubah," lirihnya. El diam tidak menjawab. Nana menunduk lesu. "Uncle udah nggak kayak dulu lagi." Pria itu menghela nafas panjang melihat raut wajah sendu Nana. "Semua memang udah berubah, Na." Tapi nggak dengan hatiku, batin Nana. Namun dia tidak mampu mengungkapkannya. Nana hanya mampu diam. Membalas keterdiaman El dengan keheningan. Lama keduanya terdiam. Kemudian Nana beranjak turun dari pangkuan El. Namun terhenti karena lengan El menahan pinggangnya. Saat gadis itu menoleh, matanya langsung bertatapan dengan mata abu-abu milik El. Nana memejamkan matanya saat El tiba-tiba mengecup lembut keningnya. Pria itu menyatukan dahi mereka. "Uncle kangen kamu, Na..." bisiknya. Nana merasakan sesak di dadanya. Dia ingin sekali menangis. Lalu balas mengatakan pada El aku nggak pernah berhenti merindukan kamu, Uncle. Tapi dia tidak bisa. Gadis itu memilih untuk diam saat El bergerak memeluknya. Membuat tubuhnya terasa hangat. "Kamu udah besar sekarang. Tambah tinggi. Tambah cantik juga." Nana tersenyum tipis. Gadis itu membalas pelukan El. Nana menenggelamkan wajahnya di d**a El. "Dari dulu aku kan udah cantik," balasnya terkikik. El tertawa kecil. "Iya. Tapi juga ngeselin. Banyak tanya, banyak omong, banyak maunya... aww!!" Pria itu meringis kesakitan saat Nana dengan geram mencubit pinggangnya. Lagi-lagi El tertawa. "Kamu sekarang makin mirip sama Mommy kamu. Suka main tangan." Nana memberengut. Bibirnya mengerucut maju. Terlihat lucu di mata El. Hingga pria itu tertawa renyah. El mengusap lembut rambut Nana. Sesekali menciumnya. "Tapi Uncle nggak bisa berhenti sayang sama kamu. Sayang banget," ujarnya. *** Aliandra berjalan dengan langkah lebarnya mencari-cari ruangan El. Tadi sewaktu dia tiba di kampus Nana, Aliandra bertemu Clarissa di tempat parkir. Dari gadis itulah Aliandra tau jika Nana sedang berada di ruangan El. Karena tadi Nana sempat berpamitan untuk membantu El memeriksa tugas teman-temannya. Aliandra berdecak. Dia baru tau jika Nana sekarang menjadi asisten El. Anak itu tidak pernah bercerita padanya. Tak lama, Aliandra sampai di depan sebuah ruangan yang terletak di ujung koridor dekat Aula. Yang dia yakini adalah ruangan El. Aliandra mengetuk pintu itu pelan. Karena tidak ada jawaban, Aliandra kembali mengetuknya. Masih belum ada jawaban juga. Nekat, Aliandra pun menggapai gagang pintu. Membukanya perlahan. Pria itu melongok ke dalam. Dan matanya langsung melotot tatkala melihat putri kesayangannya sedang tertawa-tawa dengan seorang pria di atas sofa. Aliandra mengerjap. Tak percaya dengan apa yang di lihat. Dengan emosi, pria itu mendorong pintu dengan kasar. Lalu berteriak lantang. "Raina Clara Adrian! What are you doing here!" teriaknya menggelegar. Nana dan El yang sejak tadi sibuk bercanda pun terkejut bukan kepalang. Mereka sontak sama-sama langsung berdiri tegak. Seperti pasangan selingkuh yang tertangkap basah. Keduanya sama-sama berwajah pucat. Nana meringis menatap Daddynya. "Dad..." sapanya lirih. Sedang El hanya berdiri terpaku. Bener-bener mati gue hari ini, batinnya. *** Ella memegangi dadanya karena kaget mendengar suara pintu ditutup dengan kencang. Wanita itu menarik selimut bergambar cinderella hingga menutupi tubuh mungil Leyla yang sedang terlelap siang itu. Dengan segera wanita itu turun dari tangga dan terkejut saat mendapati Aliandra berjalan masuk ke dalam rumah dengan muka emosinya. Sedang dibelakangnya ada Nana berjalan mengekori Daddynya sambil menunduk. Ella segera menghampiri mereka berdua. "Dad? Kenapa?" ucapnya sambil menunjuk pada Nana yang memasang wajah sedih dan ketakutan. Aliandra melirik Nana yang masih diam menunduk menatap lantai keramik yang dipijaknya. "Tanya aja sama anak kamu itu!" sentaknya. Pria itu pun berlalu masuk ke dalam kamarnya. Ella menghela nafas panjang. Mendekati Nana. Mengusap rambut panjang gadis itu dengan lembut. "Ada apa, Sayang? Kenapa Daddy kamu bisa semarah itu?" tanyanya. Nana menatap Ella memelas. Gadis itu langsung memeluk mommynya erat sambil menangis. Menceritakan bahwa tadi Aliandra memergokinya sedang bercanda berdua dengan El di ruangannya. Aliandra sangat marah. Untung saja tadi dia tidak memukuli El. Aliandra hanya meluapkan emosinya dengan memaki El dengan segala macam kata-kata buruk yang dia ketahui. Juga melayangkan beberapa pukulan kecil ke wajah dan perut El. Hanya pukulan kecil. Karena jika pukulan sekuat tenaga Aliandra berikan tadi, El pasti sekarang sudah koma di Rumah Sakit. Ella menggeleng mendengar cerita Nana. Nana menceritakan tadi dia baru saja membantu El memeriksa tugas teman-temannya di kampus. Lalu setelah itu mereka ngobrol dan bergurau. Tanpa mereka tau Aliandra tiba-tiba sudah berdiri di dekat pintu sambil memasang wajah seramnya. Aliandra pun menerjang El dengan cepat. Memberi pukulan-pukulan ringan kepada pria itu. Tapi tentu saja Nana tidak bercerita tentang El yang pernah menciumnya. Bisa-bisa macan berwujud bidadari di depannya itu langsung menguliti tubuh El hidup-hidup. Ella mendesah panjang. Menggeleng pelan mendengar cerita Nana tentang kemarahan Aliandra tadi. Memang Nana salah karena bercanda sambil duduk di pangkuan El. Tapi menurut Ella hal itu wajar saja mengingat dulu Nana begitu akrab dengan El. Ella dulu saat masih di Sydney sebelum menikah dengan Aliandra juga sering melakukan hal serupa. Saking akrabnya Ella jadi biasa bermanja pada El. Minta gendong, minta disuapi saat makan. Ella membatin semoga Aliandra tidak pernah tau hal itu. Karena bisa terbelah lautan kalau sampai pria itu tau. Sungguh mengerikan. "Dad... udah deh! Kan Nana cuma bercandaan tadi sama El!" ujar Ella pada Aliandra. "Emang kalo bercanda harus pangku-pangkuan gitu!" balas Aliandra membentak. Nana menunduk. Menatap lantai marmer di bawahnya karena takut. Tak mampu mendongak menatap wajah penuh amarah Aliandra. "Jauhi dia! Daddy tau kita berhutang budi karena dia udah menyelamatkan kamu! Tapi bukan berarti dia bisa bersikap kayak tadi! Dia tetap orang lain, Na! Daddy harap kamu mengerti!" ucap Aliandra tegas. Kemudian pria itu pun berjalan menaiki tangga. Menuju ke kamarnya. Meninggalkan Nana dan Ella disana. Ella mengusap pundak Nana. Berusaha menenangkan gadis itu karena Nana terlihat sangat ketakutan mendapat amukan daddynya. "Jangan diambil hati ucapan Daddy, ya. Daddy sayang sama Nana. Karena itu Daddy nggak mau Nana kenapa-kenapa," hiburnya. Nana mengangguk lirih. Mencoba untuk tersenyum tipis membalas kata-kata mommynya. Gadis itu memeluk Ella. Karena hanya pelukan wanita itulah yang bisa menenangkannya di saat apapun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD