Chapter 5 : Confused Because of You

1321 Words
Dengan wajah bahagianya, Nana berangkat ke kampus pagi itu. Senyumnya sejak pagi tidak hilang-hilang menghiasi wajah cantiknya. Noah saja sampai terheran melihatnya. Nana terus saja memasang senyum manisnya meskipun Noah berbuat ulah yang menyebabkan ponselnya meluncur dari tangga dengan mulusnya. Noah mengamati bibir mungil kakaknya yang tak henti mengembang saat menyetir, mengantar Noah ke sekolah. "Nanti pulangnya Kakak jemput aja ya! Kakak cuma ada satu mata kuliah hari ini!" ucap Nana tersenyum pada Noah. Noah hanya mengangguk bodoh. Masih gagal fokus dengan senyum cantik Nana. Apa gadis itu salah makan obat ya, batinnya. Menurut Noah meski kakaknya seperti ibu peri yang selalu melindungi Noah dari amukan mommynya, Jika Noah sudah menyentuh ponselnya maka ibu peri itu akan berubah menjadi malaikat pencabut nyawa. Tapi jawaban Nana tadi pagi saat Noah menjatuhkan ponselnya hampir-hampir membuatnya terserang stroke. Gadis itu hanya menghela nafas panjang. Geleng-geleng sebentar kemudian tersenyum tipis. "Gapapa, nanti biar Kakak beli baru. Lagian Kakak udah bosen sama modelnya. Pengen yang baru," jawabnya saat Noah meminta maaf tadi. Noah tersentak saat Nana memanggil namanya. Noah buru-buru keluar dari mobil dan menghampiri Nana. Anak itu mendengus saat mendapati Cassie sedang ngobrol dengan Nana. "Noah, masuk gih sana! Barengan sama Casiie!" perintahnya Noah melotot. Anak itu berdecak kesal. "Kenapa harus bareng sih? Orang dia biasa masuk sendiri!" ketusnya. "Noah gak boleh gitu, kalian harus akur. Kan nantinya kalian akan tinggal bareng. Iya kan Cassie?" Nana mengedip genit pada Cassie. Cassie menunduk malu. Wajahnya memerah. Nana terkikik. Sementara Noah buru-buru meninggalkan mereka. Masuk terlebih dahulu ke dalam sekolah dengan muka gondok. Nana merangkul pundak Cassie. Menepuk-nepuk kepalanya pelan. "Jangan menyerah, Sayang. Kamu harus bisa menakhlukkan buaya kecil itu! Oke?" Cassie tersenyum malu-malu. Gadis itu pun berpamitan pada Nana dan masuk ke dalam sekolahnya. Nana terkekeh melihat Cassie yang berjalan cepat mengejar Noah. Sementara Noah mendelik galak saat Cassie berjalan di belakangnya. Nana buru-buru masuk ke dalam mobil. Dan pergi ke kampus. Hm, membayangkan kampus Nana langsung semangat. Ingin cepat-cepat sampai. Agar bisa bertemu dengan Uncle El nya. *** Nana baru saja menginjakkan kakinya dalam kelas, saat Clarissa sudah begitu heboh menyambutnya. Gadis itu segera menarik tangan Nana untuk duduk. "Na, ada kabar bahagia!" jerit Clarissa antusias. Nana berdecak. Melepaskan tangan Clarissa dari bahunya. "Kabar apaan?" ketusnya sambil mengusap tangannya yang ditarik Clarissa. "Ya elah, jangan ketus gitu kek." "Iyalah. Elo main tarik-tarik aja! Emang ada kabar apaan? Kabar burung?" "Huh, si Nana. Ini kabar bahagia beneran. Bukan gosip. Beneran!" Nana mendengus. Memutar bola matanya malas. "Kabar apa? Kambing lo ngelahirin? Apa baby sitter lo dapet gebetan baru?" ledeknya. Clarissa mencebikkan bibirnya. "Ini kabar bahagia beneran, Na. Mr Evans katanya lagi nyari asisten!" Mata Nana melotot. Gadis itu langsung menoleh pada Clarissa. "Serius?" tanyanya. "Iya. Kalo nggak percaya lo liat deh di papan pengumuman depan aula. Anak-anak udah banyak yang daftar, Na!" balas Clarisa. "Lo ikutan?" Clarissa menggeleng. "Nilai gue kan pas-pasan, Na. Kalo elo sih jelas masuk kualifikasi. Secara IPK lo paling tinggi," ucapnya sedih. "Terus, sekarang masih bisa nggak?" Clarissa mengangguk pelan sambil cemberut. Nana pun tersenyum sumringah. Gadis itu memekik kegirangan. "Astaga ini beneran kan, Clar? Oh My God, gue harus ikutan daftar, nih!" Secepat kilat, Nana berlari meninggalkan Clarissa yang terbengong melihatnya buru-buru pergi. *** El membaca dengan teliti biodata para mahasiswi yang mengajukan diri menjadi asistennya di ruangannya, saat pintu ruangannya diketuk dari luar. "Masuk!" ucapnya sambil terus meneliti kertas-kertas di depannya. "Morning, Sir." "Mor-" Ucapan El terhenti. Pria itu refleks mendongak saat mendengar suara seorang gadis yang begitu dikenalnya. Matanya bertatapan dengan mata biru nan cantik yang dulu selalu membuatnya gemas setengah mati. El terdiam kala melihat senyum manis yang muncul di bibir mungil Nana. Pria itu mengedip. Buru-buru mengalihkan pandangannya kembali pada kertas-kertas tadi. "Ada apa?" tanyanya singkat. "Uncle, Na-" "Sudah saya bilang, kan? Ini kampus! Panggil saya dengan sopan!" sela El. "Maaf..." ujar Nana lirih. El menghela nafas panjang. Lalu merapikan kertas-kertas yang berserakan di meja kerjanya. Dia sudah tidak mood untuk menyeleksi calon-calon asistennya. "Sa-saya mau mendaftar sebagai asisten anda, Sir," ucap Nana pelan. Gerakan tangan El terhenti. Pria itu mendongak. Menatap mata Nana yang berbinar saat gadis itu berbicara. "Kamu mau mendaftar sebagai asisten saya?" tanya El. Nana mengangguk. "Masih bisa kan, Sir?" "Nggak!" Mata Nana mendesah kecewa. Menatap El sedih. "Emang Uncle- eh maksudnya anda udah dapat asistennya, Sir?" tanyanya. El menggeleng. Nana mengernyit bingung, "Kalau belum kenapa saya nggak boleh ikut daftar?" protesnya. "Kamu nggak bisa." "Tapi saya boleh coba kan?" "Nggak!" "Tapi, Sir-" "Nggak boleh!" "Temen-temen saya boleh, kenapa saya nggak?" "Temen-temen kamu boleh. Tapi nggak buat kamu, Raina!" ucap El tegas. Nana terdiam. Menatap El lama. Kenapa El tidak memperbolehkannya mendaftar sebagai asistennya? Padahal kan dia ingin sekali menjadi asisten El. Agar terus bisa dekat dengannya. "Sir-" "Keluar!" "Uncle, please..." "Keluar atau kamu dapat nilai E!" ancam El. Hening. Keduanya sama-sama terdiam. Akhirnya Nana pun mengalah. Gadis itu beranjak keluar dengan perlahan. El menghela nafas panjang. Memijit pelipisnya pelan. Pria itu bersandar di sandaran kursi yang empuk. Pikirannya menerawang. Kenapa harus ada Nana disana? Kuliah di tempat yang sama dengan El mengajar. Kenapa bertemu dengan Nana bisa mengacaukan hidupnya? Padahal kan dulu El sangat menyayanginya. Tapi sekarang rasanya lain. El tidak nyaman dengan kehadiran Nana. Gadis itu menimbulkan sesuatu yang membuat El frustasi. El mengusap wajahnya kasar. Kemudian pria itu bangkit berjalan keluar dari ruangannya. *** Nana kembali ke kelasnya dengan wajah lesu. Clarissa yang sedang sibuk memainkan ponselnya pun bingung melihat muka sedih gadis itu. Nana duduk di kursi samping Clarissa dengan malas. "Lo kenapa Na?" tanya Clarissa. Nana diam. Menggelang pelan. Clarissa mengernyit heran melihat perubahan sikap Nana yang begitu drastis. Padahal baru sepuluh menit lalu dia terlihat senang dan banyak tersenyum. Tapi sekarang kenapa malah seperti itu? "Mau ikut daftar jadi asistennya Mr Evans?" tanya Clarissa. Nana mencembikkan bibirnya. Lalu mengendikkan bahunya. Clarissa pun jadi bingung sendiri. "Katanya tadi mau ikut daftar? Apa udah ditutup ya?" "Tau." "Emang lo nggak tanya ke Mr Evans?" "Udah. Tapi katanya gue nggak bisa ikutan daftar," ucap Nana kesal. "Oh... barangkali Mr Evans udah dapet asisten." "Iya kali." Nana merengut sebal saat El masuk ke kelasnya. Gadis itu melengos malas melihat El. Nana terlihat kesal pada El. Dia tidak memperhatikan El saat pria itu menjelaskan materi. Bahkan saat sesi tanya jawab pun Nana pura-pura mencatat. Padahal teman satu kelasnya antusias memberikan pertanyaan pada El. Juga berlomba menjawab pertanyaan El agar mendapat tambahan nilai. "Miss Raina, apa tidak ada yang ditanyakan?" ujar El pada Nana. "No, Sir!" jawab Nana tanpa melihat pada El. Gadis itu pura-pura sibuk mencatat. "Apa tidak ada pertanyaan lagi?" Seluruh mahasiswa disana menggeleng. "Oke, kalau begitu saya harap tugas yang tadi saya berikan besok pagi sudah selesai." Teman Nana pun beberes buku-buku mereka. El beranjak dari mejanya. Membawa buku-buku miliknya dengan tangan kanan. "See you next time," ucapnya sebelum meninggalkan kelas. "See you," ucap Clarissa semangat. Namun mendadak El berbalik. "Oh ya, besok tugasnya kalian berikan saja pada Raina. Karena dia asisten saya mulai sekarang!" ucap El dengan santai. Kemudian pria itu berlalu keluar dari kelas Nana. Nana melotot kaget. Begitu pula Clarissa dan teman-temannya yang lain. Clarissa langsung menatap Nana bingung. "Tadi kata lo, lo nggak jadi daftar jadi asisten Mr Evan. Kok sekarang..." Nana menggeleng tak mengerti. Kenapa El bisa mengatakan jika dia adalah asistennya mulai sekarang? Bukannya tadi El menolak saat Nana ingin mendaftar. Pria itu benar-benar aneh. Nana tersentak saat pinggangnya disikut oleh Clarissa. "Na, elo diliatin anak-anak tuh!" Nana pun melempar pandangannya ke arah penjuru kelas. Benar saja, semua mata tertuju padanya. Bahkan Nana mendengar beberapa teman sekelasnya saling berbisik membicarakan dirinya. "Elo tadi gimana sama Mr Evan? Kok dia tiba-tiba mu nerima elo sih, Na? Padahal kan baru tadi pagi dia pasang pengumuman. Dan yang daftar banyak banget. Kenapa secepat itu Mr Evan milih elo?" tanya Clarissa. Nana mengendikkan bahunya. "Gue juga nggak tau, Clar...." jawabnya. Nana sendiri juga bingung. Bagaimana mungkin El yang tadi menolaknya tiba-tiba berubah pikiran dan malah menjadikan Nana asistennya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD