“Mengapa kau tidak suka melihat pak Tabah yang duduk di atas sana? Aku bermimpi mendapatkan kesempatan magang di perusahaannya nanti!” ucap Rini antusias melihat ke arah Tabah.
Tabah yang duduk di atas panggung langsung saja melihat wajah Clara, begitu gadis itu memasuki gedung serba guna.
Dilayangkannya tatapan ke arah Clara dengan intens dan benar saja gadis itu menyadari tatapannya. Ia memberikan senyuman kepada Clara yang balas memberikan tatapan galak kepadanya.
Rini yang duduk tepat di samping Clara melihat secara bergantian dari Clara ke Tabah, untuk memastikan apa yang dilihatnya.
“Kenapa aku merasa, kalau kau dan pak Tabah memiliki hubungan?” Tanya Rini dengan kening berkerut.
Clara hanya memberikan jawaban berupa senyuman tipis saja. Ia tidak akan menjawab apapun yang berkaitan dengan Tabah, selain dua kata ia benci Tabah.
Pembaca acara mengumumkan, kalau acara dimulai dan Tabah pun dipersilakan untuk menyampaikan materinya.
Tabah pun berdiri dan dengan percaya diri ia menceritakan, bagaimana dirinya meraih kesuksesan. Ia juga tidak menampik, kalau sedikit banyak ia mendapatkan bantuan dari Ayahnya.
Secara mengejutkan Tabah memanggil Clara dan meminta kepadanya untuk bergabung di atas panggung.
‘Hah! Apa-apaan sih, Tabah ini!’ omel Clara dalam hati. Namun, dengan terpaksa ia naik juga ke atas panggung.
Ketika ia sudah berada di dekat Tabah, pria itu meraih jemari Karin, lalu menggenggamnya dengan erat.
“Saya telah memilih beberapa orang mahasiswa yang akan magang di perusahaan saya. Dan salah satunya adalah Clara!” ucap Tabah.
Sorakan langsung saja menggema dari dalam gedung tersebut. Mereka ramai berseru meminta agar terpilih menjadi mahasiswa yang magang di perusahaan Tabah.
Berbeda dengan Clara yang hanya bisa memendam rasa marahnya saja. Ia melirik Tabah yang balas melihat ke arahnya dengan senyum mengejek.
Clara diminta untuk menyampaikan bagaimana kesan dan perasaannya, karena terpilih magang di perusahaan besar milik Tabah.
“Secara pribadi tentu saja saya merasa senang dan tidak menyangka mendapatkan kesempatan tersebut. Namun, saya sadar diri, kalau masih banyak mahasiswa lainnya yang lebih berhak untuk magang di perusahaan pak Tabah,” ucap Clara.
Ia menjeda ucapannya sebentar dan membiarkan suara riuh dari teman-temannya, begitu mendengar penolakannya.
Setelah suasana kembali tenang Clara melanjtukan ucapannya. “Saya merasa kalau diri saya ini tidak layak mendapatkan kesempatan magang di perusahaan pak Tabah dengan banyaknya mahasiswa berprestasi di kampus ini.”
Secara mendadak Tabah mengangkat jemari Clara ke bibirnya, kemudian menciumnya dengan nada menggoda ia berkata, “Sepertinya Clara lebih suka menempati posisi sebagai seseorang yang istimewa di samping saya!”
Suasana gedung tersebut kambali riuh dengan godaan Tabah yang terlihat begitu nyata. Dan mereka tidak ada yang berpikir, kalau itu hanyalah sebuah gurauan.
Sepanjang sisa acara hari itu Clara harus menahan malu, karena kelakukan Tabah. Ia bisa menarik napas lega, ketika pembawa acara mengatakan acara pada hari itu selesai.
Clara bergegas menuruni panggung dan keluar dari gedung itu. Akan tetapi langkahnya tersendat dengan Tabah yang menarik tangannya.
“Apaan sih kau i …!” ucapan Clara terpotong dengan Tabah yang tiba-tiba saja menyambar bibir Clara, kemudian menciumnya.
Clara menggigit bibir Tabah dan menginjak kakinya dengan keras, sehingga Tabah langsung saja melepaskan Clara.
“Ternyata kau suka bermain kasar!” Tabah kemudian, berjalan pergi meninggalkan Clara yang diam terpaku.
Begitu sudah berada di luar gedung serba guna Tabah berjalan dengan cepat menuju parkiran. Ia memiliki agenda bisnis yang harus diikutinya.
Baik Tabah, maupun Clara tidak menyadari, kalau ada sepasang mata yang mengawasi keduanya dengan tatapan penasaran.
‘Ada hubungan apa antara Tabah dan Clara.’ batin pria itu. Ditunggunya gedung itu menjadi sepi dan Tabah meninggalkan tempat itu.
“Clara!” Panggil seseorang yang membuat dirinya menghentikan langkah.
Ia mencari-cari asal suara tersebut dan menjadi terkejut karenanya, begitu ia melihat siapa yang memanggil namanya.
Ayah Tabah mendekati Clara dan berhenti ketika jarak keduanya tinggal satu jangkauan tangan saja.
“Ada hubungan apa kau dengan Tabah? Om melihat semuanya tadi!” ucap Ayah Tabah.
Clara memutar bola matanya. Ia tidak mau dihina lagi oleh Ayah Tabah, seperti beberapa waktu sebelumnya.
“Aku tidak mempunyai hubungan apapun juga dengan Tabah! Ia saja yang selalu mencari alasan untuk dekat denganku. Tolong, om ingatkan kepada Tabah untuk menjaga jarak, karena aku bisa saja melaporkannya ke polisi! Tabah mengerti apa maksud dari ucapanku.” Clara kemudian, berjalan cepat menjauhi Ayah Tabah.
Dalam hatinya ia mengomel Ayah dan anak sama saja suka sekali membuat emosi. Secara mendadak Clara menghentikan langkahnya. Ia masih ingin mendamaikan dua orang yang dahulunya bersahabat bak saudara kandung.
Clara berbalik menghampiri Ayah Tabah yang terlihat keluar dari gedung itu. “Om, apa yang harus kulakukan, biar Om dan Ayahku berbaikan? Ayah sedih, karena kehilangan sahabat sebaik Om.”
Ayah Tabah menatap sinis Clara. Ia mengatakan Ayah Clara sedih pasti, karena ia merasa kehilangan harapannya untuk memperbaiki nasib usahanya, setelah ia mengalami kebangkrutan.
Mendengar tuduhan dari Ayah Tabah, Clara menahan dirinya untuk tidak meledak, karena emosi. “Om salah! Kalau berpikir, seperti itu. Namun, memang susah ya, Om. Sepertinya, Om sekarang terkena sindrom orang kaya baru, yang dengan mudahnya melupakan orang yang berjasa dalam hidup Om!”
“Berani sekali kau berkata, seperti itu!” Bentak Ayah Tabah emosi.
“Kenapa Om marah! Merasa tersindir?” Tanya Clara berani.
Ayah Tabah mengakui dalam hati, kalau Clara gadis yang pemberani dan sepertinya cocok bersama dengan Tabah.
Ia lalu mengatakan kepada Clara dirinya akan berbaikan dengan Ayah Clara. Dengan syarat gadis itu harus berhasil membuat Tabah berhenti berganti-ganti kekasih.
Dan Clara dalam menjalankan syaratnya tidak harus menjalin hubungan istimewa dengan Tabah. Cukup dirinya menjauhkan wanita-wanita yang selama ini dikencani Tabah.
Clara diam sebentar, syarat yang diajukan Ayah Tabah sama sekali tidak disukainya, Itu sama saja dengan membuat Tabah menjadi besar kepala dengan mengira ia menyukainya dan merasa cemburu, kalau ada wanita lain yang dekat dengan Tabah.
Bayangan wajah Ayahnya yang tersenyum bahagia, karena persahabatannya yang kembali utuh membuat Clara membulatkan tekadnya. Ia bersedia menerima syarat yang diajukan oleh Ayah Tabah.
Keduanya berjabat tangan untuk menyegel kesepakatan mereka. Setelahnya, Ayah Tabah berjalan duluan meninggalkan Clara.
Tepukan tangan di pundaknya menyadarkan Clara dari lamunannya. Dan ia tersenyum lemah, ketika melihat Rinilah pelakunya.
“Aku melihat semuanya dan aku semakin yakin, kalau kau dan pak Tabah sebenarnhya memiliki hubungan yang istimewa. Hanya saja, kalian berdua menyangkalnya. Namun, mata netizen yang cerdas ini tidak bisa dibohongi!” Tegas Rini.
Clara tersenyum tipis mendengarnya. “Dan sang narasumber mempersilakan kepada netizen untuk berspekulasi dan membuat kesimpulan sendiri!”
Clara berjalan menuju parkiran meninggalkan Rini, yang dengan cepat berlari menyusulnya.
Harus diakui Rini, kalau Clara ini pandai sekali menyimpan rahasianya. Ia mengatakan kepada Clara, kalau dirinya akan menggunakan cara interogasi yang lebih baik, agar Clara mau membuka suaranya.
Menanggapi ucapan Rini, Clara hanya tersenyum saja. Dan tanpa terasa keduanya sudah sampai di parkiran. Dengan cepat Clara menaiki motornya, kemudian melajukannya pulang ke rumah.
Di tengah perjalanan tiba-tiba saja Clara merasakan, kalau laju motornya menjadi berat. Dengan rasa takut, karena kini Clara sampai di jalanan yang sepi. Di mana kiri dan kanannya hanya pepohonan.
Jalanan itu pun terlihat begitu lengang tidak ada kendaraan yang lewat. Dengan enggan Clara turun dari motornya. Dan benar saja ia melihat ban motornya sudah kempes.
‘Ya, Tuhan! Kenapa harus bocor ban motorku di tempat, seperti ini!’ gumam Clara.
“Wah, ada yang sedang memerlukan bantuan! Ditolong, atau diganggu ya, baiknya?” Tanya suara bariton, yang membuat Clara terlonjak terkejut.