9. Protes

1265 Words
Kimberly rasanya ingin mati saat itu juga. Sekarat karena hasrat. Tersesat dan mati dalam kenikmatan. Enam bulan. Hasrat yang tertahan demikian lama itu akhirnya terlepas dengan rasa begitu buas. Akhirnya Xander jatuh ke da.da isterinya setelah meraung melepaskan beban. Tubuhnya lemas sesaat. Xander berguling dan berbaring di sisi isterinya. Detak jantungnya masih cepat dan napasnya pendek dengan da.da bergerak naik-turun. "Dan ini, " lanjutnya tersengal, "belum cukup untuk mengganti kehilanganku selama 6 bulan!" Kimberly tertawa pendek. Memangnya, pernahkah ada kata cukup untuk seks yang hebat dan menyenangkan? Hawa panas dan aroma berahi memenuhi kamar dengan perabotan klasik bergaya vintage, peninggalan orang tua Kimberly. Malam yang singkat berakhir di peraduan, dua tubuh bugil bertaut di bawah selimut. Matahari menyapa keduanya dengan mengintip dari balik tirai bermotif bunga-bunga kecil. Xander tertidur sambil memeluk istrinya dari belakang. Wajahnya terbenam dalam rambut cokelat keemasan. Kimberly bisa merasakan napas pria itu lembut dan teratur menggelitik bahunya. Kimberly menyadari akibat hal yang dilakukannya. Meminta cerai telah membuat Xander marah, meskipun pria itu tidak melampiaskan dengan memukul atau bertindak kasar. Kadang kala Kimberly takjub pada kemampuan pria itu mengelola emosi. Ia pria yang terlalu sempurna dan rasanya menjemukan, meskipun Kimberly merasa masih bisa menikmati seks dengannya. Harus diakuinya, laki-laki itu memuaskannya. Kimberly membalik tubuh untuk berhadapan dengan Xander. Melihat wajahnya, dia bisa mengatakan bahwa Xander kelelahan. Setelah berhari-hari semenjak dia mengatakan ingin bercerai darinya, pria itu terus merasa tidak tenang dan hidup seperti hantu. Kimberly mengantuk, tetapi dia tak bisa tidur. Pikirannya menerawang. Dia tak pernah membayangkan sebelumnya, di kamar ini, kamar bekas orang tuanya, suatu hari dia akan tidur bersama seorang Xander Xin, pria terkaya di dunia. Dia tidak pernah membayangkan juga suatu hari dia akan menikahi seorang Xander Xin, sosok yang dikaguminya karena kemampuannya memimpin perusahaan besar dan mengelola organisasi agen rahasia Xin Corp. Pria yang dapat memuluskan jalannya membalas dendam, yang siap menghidupinya dengan gelimang harta. Impian setiap wanita di dunia. Dan meminta cerai dari Xander Xin, adalah suatu kebodohan. Perlahan-lahan, Kimberly melepaskan dirinya dari pelukan Xander. Dia tak ingin membangunkannya karena tahu pria itu butuh istirahat. Dia duduk sebentar di sisi ranjang dan memandangi Xander. Dia tak dapat menahan diri mengaguminya. Pria itu indah seperti lukisan. Penampilan Xander yang biasanya dingin dan penuh wibawa, dominan dan kejam, sekarang tampak seperti anak muda bandel yang tengah tidur pulas sehabis bermain. Rambut hitam pekatnya yang biasanya tersisir rapi kebelakang, sekarang acak-acakan. Poni menutupi matanya yang terpejam. Wajahnya tirus dengan hidung mancung dan bibir tipis. Rahangnya yang biasanya keras, tampak rileks. Otot tubuh Xander tidak besar, tetapi cukup berbentuk. Punggung yang lebar karena Xander seorang atlet renang. Dadanya padat dilapisi kulit pucat dan mulus seperti satin. Kakinya panjang terjuntai sebagian di pinggir ranjang, karena ukuran tempat tidur itu terlalu kecil bagi Xander. "Jika kau terus memandangiku seperti itu, kau akan membuatku mengeras lagi," kata Xander dengan mata terpejam, pura-pura tidur. "Uh-oh!" Kimberly tersentak dibuatnya dan bergegas berdiri karena melihat dalam selimut ada tonjolan dari selang.kangan Xander. "Aku mau mandi dulu, kau ... sebaiknya tidur saja." Kimberly segera menghilang ke kamar mandi. Dia ingin secepatnya menjauh karena cukup kelelahan sehabis percintaan mereka. Pinggulnya sakit dan kakinya gemetaran. Jika Xander "menghukumnya" lagi, mungkin dia tidak akan sanggup berdiri lagi. Setelah mandi, Kimberly mendapati tubuhnya di depan cermin, penuh dengan kissmark yang tersebar, terutama di leher, d**a dan paha. Xander tidak tanggung-tanggung meninggalkan jejaknya. Hal seperti itu pernah dialaminya saat mereka masih pengantin baru. Kimberly menggelengkan kepalanya. Mengenakan jubah mandi, dia berjalan melintasi kamar perlahan-lahan, karena Xander sedang tidur pulas. Dia memasang bra dan celana dalam warna nude di tubuhnya, lalu melapisinya dengan kemeja dan rok selutut warna biru muda. Dia menaikkan kerah kemeja untuk menutupi lehernya yang terdapat kissmark. Rambutnya yang masih lembab dibiarkan tergerai. Kimberly menyempatkan memungut pakaian mereka yang berserakan di lantai kamar lalu membawanya keluar untuk di cuci. Kimberly meninggalkan kamar dengan membiarkan gorden tertutup agar Xander tidak terganggu oleh sinar matahari di luar oleh karena pria itu terbiasa tinggal di daerah minim cahaya matahari. Dia ke lantai bawah dan merapikan ruang tengah yang mereka buat berantakan dini hari tadi. Kimberly memungut pakaian hitamnya dan merogoh sesuatu. Dia mengeluarkan sebuah gelang berhiaskan manik-manik boneka kecil dalam bungkusan plastik. Gelang itulah yang diambilnya dari ruang penyimpanan kantor polisi. Gelang milik Violet, kakaknya. Tak banyak yang tahu bahwa boneka seukuran kuku jempol penghias gelang itu sebenarnya adalah penyimpan data mikro. Dia melihat benda itu terdaftar dalam barang bukti kasus kematian Violet. Kimberly tidak yakin, tetapi ia berharap ada data penting di dalamnya. Sejak kematian Violet, Kimberly menduga kakaknya juga mencurigai kematian orang tua mereka dan kemungkinan menyelidikinya sendiri dan itulah yang membuat Violet terbunuh. Kimberly memasukkan pakaian kotor ke dalam mesin cuci lalu dia ke dapur untuk memasak, jaga-jaga jika Xander bangun nanti ia ingin makan. Dia membuka lemari es dan memilih bahan-bahan untuk dimasak. Berkat Vincent, kulkasnya penuh dengan berbagai bahan makanan. Pria itu belanja seperti eksper. Daging, ayam, telur, sayuran, buah-buahan dan beberapa jenis minuman jus dan s**u. Dia mengambil sekotak s**u dan meminumnya. Kimberly tidak perlu merasa bersalah. Toh, dia tak pernah menyuruh ataupun meminta Vincent belanja untuknya. Kimberly memasak daging sapi dengan saus anggur, sisa makan siang bersama Vincent waktu itu. Dia juga membuat pancake dengan keju leleh dan madu. Dia sedang mencicipi masakannya ketika pintu rumahnya diketuk. Dia membuka pintu dan berhadapan dengan Marcus Zurich. Pria berambut pirang itu menutupi rambutnya dengan topi. Penampilannya terlihat santai. Ia mengenakan kaus tangan panjang dan celana jeans. "Hai, Zee..." sapa Kimberly semringah. Marcus Zurich atau Zee adalah seniornya. Setelah dari kantor polisi, Marcus mengantarkan Xander dan dirinya ke rumah. Marcus menyerahkan beberapa bungkus setelan dan sebuah tas kecil kepada Kimberly. "X memintaku menyiapkan barang-barang keperluannya," katanya. Keuntungan jadi bos besar adalah banyak yang bisa disuruh-suruh. Kimberly menerima barang-barang tersebut dan meminta Zee masuk. "Aku sedang membuat pancake, kau mau mencicipi?" tawarnya sambil meletakkan setelan untuk Xander di sofa ruang tengah. Marcus mengangguk, Kimberly lalu membimbingnya ke dapur. Marcus duduk di bangku pantri. Ia melepas topinya dan menyelipkannya di pinggang. Rambut pirangnya yang acak-acakan disisir dengan jari. Ia mengamati istri bosnya menyibukkan diri di dapur. Suatu pemandangan yang langka. Kimberly menyiapkan dua lembar pancake madu untuknya. Ia melihat pada Kimberly, tidak dapat ditahannya, ia terpesona dengan wajah yang memancarkan aura jatuh cinta itu. Ia melihat sekilas ada bekas ciuman di leher wanita itu yang berusaha ditutupi dengan kerah baju. Jadi X dan Kimberly .... "Cepat dimakan mumpung masih hangat, tidak enak kalau dingin," kata Kimberly membuyarkan lamunannya. "Hm!" Marcus mengangguk lalu mulai memakan pancakenya. Marcus cenderung pendiam. Bicara seperlunya. Ia mendengarkan Kimberly bersenandung sambil mencuci peralatan masak. "Kalau kau tidak sibuk, kau boleh berkunjung kemari," kata Kimberly sambil mengeringkan tangannya dengan lap. Marcus selesai memakan pancakenya. Ia mengetahui hubungan Kimberly dengan Xander, bukan urusannya, tetapi ia tak dapat menahan diri untuk bertanya, "Apa kau dan X ... bersama lagi?" Kimberly terdiam, tangannya bertumpu pada meja pantry, menatap Marcus dengan mata cokelatnya yang berkilau. Bibirnya dikerucutkan saat sedang berpikir. "Tidur bersama bukan berarti harus ada ikatan yang kuat. Kami belum berpisah secara resmi, jadi …" jawab Kimberly menggantung. Jadi, secara resmi mereka masih bersama dan sukar sekali menolak jika seorang bos menginginkannya untuk teman tidur. Kimberly jadi kikuk. Dia tak menyangka pertanyaan seperti itu diajukan oleh orang seperti Marcus. Jadi, para bawahan Xander rupanya juga menaruh perhatian pada urusan pribadi bos mereka. Untungnya, situasi kaku tersebut dibuyarkan oleh suara ketukan keras di pintu depan. Kimberly bergegas menuju pintu depan dan membukanya. Dia terperangah melihat siapa yang menemuinya. Vincent Black!! *** Bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD