bc

Dendam Istri CEO/Play In Fire (END)

book_age18+
4.3K
FOLLOW
29.4K
READ
spy/agent
revenge
dark
contract marriage
brave
CEO
tragedy
bxg
city
multiple personality
like
intro-logo
Blurb

Romance 21+ Aku mencintainya, tetapi harus meninggalkannya

***

Kimberly, gadis yatim piatu yang menikah rahasia dengan seorang CEO karena kebutuhan mendapatkan keturunan.

Setelah mendapatkan anak, Kimberly didepak dari kastel mewah Keluarga Xin.

Kimberly kembali ke kampung halamannya dan berusaha menata hidupnya kembali, tetapi dipertemukan dengan Vincent Black, ketua gangster mantan pacar mendiang kakaknya.

Godaan pria berandalan itu begitu kuat, sehingga Kimberly terlibat masalah pelik bersama Vincent.

Ada mantan suami yang mengejarnya, dibayang-bayangi pembunuhan orang tuanya, serta menyelidiki kematian sang kakak. Kimberly bergantung sepenuhnya pada Vincent. Namun apakah benar mempercayakan hidupnya pada seorang gangster?

Kimberly hanya ingin balas dendam. Namun, dendam membawanya terjebak dalam bara api bahaya yang perlahan melahapnya. Mampukah Kimberly bertahan dan menyelesaikan dendamnya?

chap-preview
Free preview
1. Musuh Bebuyutan°
(Dendam Istri CEO) Play In Fire by Sisiliaarista ((TAMAT)) *** "ADA apa, Kimmy? Apa kau ingin kita melakukannya lagi ... di meja ini?" tanya Xander tanpa rasa malu. Ia tidak perlu menoleh pada Kimberly, malah sibuk memotong daging di piring. “Ugh!” Wajah Kimberly semakin masam. Tangannya ditekuk di dagu dan dia membuang muka. "Tenanglah," kata Xander lembut. "Aku harus berangkat besok, jadi kau bisa bebas." Kimberly langsung menoleh padanya dengan mata besar berbinar-binar. Dia tampak sangat senang mendengar hal itu. Xander hanya bisa membunyikan kekesalannya dalam hati. Ugh, wanita ini ...! Isteri macam apa dia yang senang mendengar suaminya pergi? Xander menghentikan makannya sesaat. Mata abu-abu itu menatap tajam pada Kimberly. "Tetapi sebagai gantinya, aku ingin mengambil lebih malam ini," tambahnya. Kimberly mendesah cemas. Ahh, rasanya dia ingin kabur saja dari rumah. Malam itu, di kamar tidur. Xander membuktikan ucapannya. Ia menyeret Kimberly seraya berciuman di sepanjang koridor menuju kamar tidur mereka. Suara decakan lidah saat mencecap bergema di kesunyian malam. Koridor temaram membuat mata nanar mereka susah payah melihat pintu kamar. Namun, mereka berhasil menemukannya. Xander memutar kenop pintu dan mendorong masuk ke dalam kamar. Keduanya tersandar di balik pintu dengan tubuh bergesekan dan tangan saling meraih. Pria jangkung itu melempar tubuh Kimberly ke tempat tidur. Per-per berderit ketika ia menaiki peraduan. Tubuh beratnya menindih Kimberly, menahan wanita itu agar tetap di bawahnya. Dengkusannya terdengar beringas. Xander sudah tidak sabaran. Malam ini ia akan main keras dengan isterinya. Wanita itu harus tahu siapa yang sesungguhnya memegang kendali. *** Amerika Serikat, Kota C, Tahun 2017 *** "Uuhh …!" Kimberly menghela napas lesu. Teriknya matahari membuat wanita berusia 24 tahun itu menyipitkan mata lalu membetulkan letak kacamatanya yang berbingkai tipis. Sebenarnya, tidak ada masalah dengan mata maupun jarak pandangnya. Pepatah mengatakan mata dapat berbicara sejuta makna. Kimberly bukan orang yang terbuka. Kesehariannya banyak dihabiskan menyendiri dan berkutat dengan pekerjaan. Mengenakan kacamata membuatnya merasa aman, seperti memakai perisai tak kasat mata untuk mencegah orang mudah membaca atau menduga-duga perasaannya. Dia menarik napas dalam dan membesarkan hati, melangkah mantap sambil memegang erat tali tas di bahu. Rok payungnya melambai mengiringi langkah mantap dari kaki beralas sepatu flat yang nyaman dipakai. Rambut panjangnya yang berwarna cokelat keemasan terkepang rapi, menjuntai di bahu kanannya. Dia melanjutkan langkah menapaki trotoar pusat Kota CC, sebuah kota metropolitan yang terletak di tepi danau besar di Amerika Serikat bagian Illinois. Gedung-gedung tinggi dengan ujung mengerucut seakan menghunjam tajam ke arah langit. Klakson mobil bersahutan diselingi seliweran pesepeda yang gesit menerobos kemacetan. Asap knalpot kendaraan bermotor menambah pekat udara keruh siang itu. Berada di tengah kota pada jam padat membuat Kimberly gelisah. Namun tekadnya sudah bulat. Pokoknya, hari ini dia harus bertemu dengan Vincent, mantan pacar kakaknya, sekaligus pria yang bertindak sebagai walinya setelah kakaknya meninggal 5 tahun yang lalu. Dia harus mengembalikan uang Vincent yang telah digunakan untuk membiayainya selama dia kuliah di Universitas XIntel Heidelberg, Jerman. Kimberly menjadi yatim piatu sejak usianya 12 tahun. Kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan lalu lintas. Saat itu, dia dan orangtuanya dalam perjalanan untuk menjemput Violet dari sekolah asrama pada liburan semester di tahun akhir SMA-nya. Kimberly yang berada di kursi penumpang, satu-satunya yang selamat dari kecelakaan maut itu. Setelah peristiwa itu, Violet tidak melanjutkan sekolah. Untuk membiayai hidup, kakaknya bekerja di kelab malam. Karena mudah menghasilkan uang, alasan kakaknya waktu itu. Di situlah Violet bertemu dengan Vincent Black, baji.ngan yang menjadi ger.mo sekaligus pacarnya. "Adik kecil, aku tidak perlu pendidikan tinggi, tetapi berbeda dengan kamu," kata Violet sambil membelai rambut Kimberly kecil. Sementara Kimberly membalas tatapannya dengan matanya yang besar, tetapi sorot mata dingin tanpa ekspresi. "Kamu punya otak kecilmu yang genius itu.” Si kecil Kimberly yang punya IQ 200 malah menjawab dengan suara yang dingin. "Jadi, untuk menyambung hidup dan membiayai sekolahku kau menjual tubuhmu yang indah itu? Ck, sayang sekali! Kau tahu, jika kau berkubang dalam dunia hitam, aku tidak akan kaget kalau suatu hari kamu mati terbunuh mengenaskan!” "Oh, my..., adik kecil yang kasar, aku iba padamu. Kau dengan perilaku yang merosot sampai minus itu, haha …." Waktu itu, Violet menertawakannya. Kimberly melihat melalui jendela depan setiap kali kakaknya berangkat kerja dijemput sang pacar. Violet dan Vincent berusia 18 tahun saat itu. Di kalangan mereka, keduanya terkenal sebagai pasangan serasi. Bahkan mereka membuat tato dengan inisial mereka, V. Violet membuat inisial itu di punggungnya, yang menurut Kimberly sama dengan melabeli diri sendiri seperti merek barang dagangan, sedangkan Vincent mentato entah di bagian mana dari tubuhnya yang sudah penuh tato itu. Bisa jadi setiap tato melambangkan pacar-pacarnya. Jadi, begitulah kehidupan mereka tanpa orang tua. Kakaknya menghabiskan waktu di luar rumah, kadang dia tidak pulang beberapa hari, sedangkan Kimberly sibuk dengan sekolahnya, menghabiskan waktu di perpustakaan, belajar atau mengutak-atik komputer. Dia tidak banyak berinteraksi dengan orang lain, baik di sekolah maupun di rumah. Beberapa orang bilang dia aneh, tidak bisa bilang dia bodoh, karena nilai-nilainya selalu brilian, bahkan dalam bidang olahraga. Beberapa mengata-ngatainya dengan maksud memojokkan, ingin membuatnya mengatakan sesuatu seperti memohon dan sebagainya. Namun gadis bertubuh kurus itu biasanya diam saja dan tidak pernah menangis. Selama yang bisa diingatnya, walau hanya setetes saja, Kimberly tidak pernah menangis. Bahkan saat orang tuanya meninggal dan dimakamkan, dia tidak juga menangis. Anehnya, orang-orang tidak merasa kasihan padanya, malah mengatakan bahwa anak itu punya kelainan mental. "Lihat! Di saat orang tuanya meninggal, dia bahkan tidak sedih sama sekali. Kenapa dengan wajahnya? Seperti es batu. Apa dia punya kelainan di otaknya? Apa hatinya juga mengeras seperti batu? Apa hatinya sudah mati? Benar rupanya, anak itu memang tidak beres, mungkin dia yang menyebabkan kematian orangtuanya. Bisa saja, ‘kan?” Dalam diam, Kimberly dapat menutup fungsi indera pendengarannya. Yang tergambar dalam kepalanya adalah saat kecelakaan itu terjadi. Bagaimana saat itu ayahnya di kursi kemudi menjadi panik dan berkata, "Ada yang tidak beres dengan mobil ini! Mobil ini telah disabotase!" Hal berikutnya yang terdengar adalah dentuman keras mobil mereka dengan kecepatan tinggi menabrak bagian belakang truk pengangkut kayu gelondong. *** HARI itu, sekolah berakhir jam 11.00. Jadi, tengah hari Kimberly menyempatkan diri mengunjungi Vincent di tempat kerjanya. Kimberly tiba di depan sebuah kelab malam bernama Roxy. Kelab masih tutup. Namun, bukan berarti tidak ada orangnya. Beberapa pegawai berada di dalam dengan kesibukan masing-masing. Bahkan mungkin pemiliknya juga ada di dalam. Tidak ada yang menjaga pintu depan, jadi Kimberly masuk sendiri. Beberapa pria yang sedang bersih-bersih di lounge terkejut melihatnya. Kehadiran seorang wanita muda dengan pakaian sopan seperti Kimberly, sangat langka di tempat itu. Dia seorang guru TK, berada di tempat seperti itu walaupun belum jam malam, tetap saja menimbulkan persepsi yang tidak lazim. "Aku kemari mencari Vincent Black. Apa ia ada?" tanya Kimberly dengan tatapan tidak dapat dibantah. Seorang pemuda berambut mohawk warna merah, bernama Jeff, menjawab terbata-bata. "Ya, ia ada, tetapi ….” Kimberly menoleh ke lantai dua yang terdapat beberapa ruang bertuliskan Private dan satu ruangan bertuliskan Office. "Bagus!" serunya tegas. Dengan cepat dia menuju ruangan bertuliskan Office. Vincent adalah pemilik kelab. Jadi, Kimberly berpikir kemungkinan besar ia ada di ruangan itu dan dugaannya tidak salah. Tanpa mengetok, Kimberly membuka pintu. “Vincent, aku ….” "Bang.sat!" Seorang pria bertubuh kekar terlonjak dari sofa. Saat itu juga ia bisa mati berdiri melihat sesorang yang 'sangat tidak diharapkan' masuk mendadak ke dalam ruangannya. Vincent Black sedang mendapat oral s*x dari teman wanita dan ia memainkan jarinya keluar masuk di genital wanita itu, sementara mulutnya sedang menjelajah organ intim seorang wanita lagi. Kedua wanita itu terjungkal karena Vincent berdiri mendadak. Pria tampan berambut cokelat kemerahan itu berdiri dengan mulut terbuka dan matanya membesar melihat Kimberly. Penanda keperkasaan Vincent mengacung haus perhatian. Kaus putihya terangkat mengekspose otot perutnya yang padat dan kencang. Celana jeans-nya berada di lutut bersama boxer-nya. Napasnya berat dan memburu. Pemandangan itu. Benda lelaki yang tegak dan bergoyang di depan perut laki-laki itu. Uhm ... besar! Keras! Pupil mata Kimberly membesar melihatnya. Udara dalam ruangan itu dipenuhi aroma alkohol, rokok dan berahi. Oh, hell, Vincent seorang gangster, ia bisa saja melakukan hal yang lebih parah lagi, rutuk Kimberly dalam hati. "Vin ...," erang dua wanita yang nyaris tanpa busana, merangkak di lantai. Berlutut di kaki meja, wanita berambut hitam sebahu yang acak-acakan, lipstik, dan eyeliner-nya tersebar di seluruh wajah. Wanita yang satunya dalam kondisi serupa, hanya rambutnya saja, wig pirangnya melorot dari kepala. Baju dan rok mereka tergulung tidak karuan di tubuh mereka. Keduanya mabuk berat. Ah ... penampakan yang luar biasa kacau. Beberapa detik berlalu, Vincent membenahi celananya. Ia menarik ritsleting celana dan memasang sabuknya sambil berdiri di tengah ruang kerja. Ia berusaha tenang. Namun jantungnya masih berdegup kencang. "Kimberly, ada perlu apa?" Suaranya terdengar serak. "Aku datang untuk mengembalikan ini!" Kimberly mengeluarkan amplop dari tasnya. Isinya sangat tebal. Dia mengarahkan amplop itu pada Vincent. Sebenarnya dia ingin mengucapkan terima kasih terlebih dahulu, bagaimanapun Vincent telah membantunya. Bahkan rumah orang tuanya yang di tempatinya saat ini, dalam penjagaan Vincent selama dia tinggal di luar negeri. Namun melihat kejadian threesome bubar itu, dia memutuskan tidak akan mengatakannya. "Kau tidak harus mengembalikannya," elak Vincent. Pria berusia 30 tahun itu duduk di sofa dengan santai. Dua teman wanitanya merangkak di kakinya seakan menyembah pria itu untuk memuja keperkasaannya. Kimberly meletakkan amplop tersebut di meja di hadapan Vincent. "Aku bersikeras!" katanya tenang dan lugas. Mata cokelat Vincent berkilau licik. Dia kagum pada kemampuan wanita itu. Bisa bersikap tenang seolah tidak melihat apa-apa. Tentu saja, dia adalah Kimberly Ryder! Wanita yang kasar dan tidak berperasaan. Ia memikirkan cara untuk memprovokasi wanita itu supaya menunjukkan sedikit saja emosi seperti gadis-gadis seharusnya, lemah dan ketakutan padanya. "Aku tidak mau menerimanya!!" ujarnya. Kimberly tahu Vincent akan berkata demikian. Ketika dia mentransfer uang tersebut, Vincent mentransfernya balik, jadi dia memutuskan akan mengembalikannya dalam bentuk tunai. "Suka-suka kamu," sahut Kimberly. "Uang itu aslinya memang milikmu." Sekilas Kimberly melirik kedua teman wanita Vincent. Tatapan yang menurut Vincent bermakna hampir mengasihani. "Aku bukan badan amal yang bisa menerima donasi," lanjut Kimberly. "Jika kau mau beramal serahkan saja uangnya pada orang lain yang lebih membutuhkan. Kurasa kamu kenal banyak orang yang lebih kesulitan daripada aku." Vincent, ia si pendosa, ia juga orang sucinya. Laki-laki itu terkenal dengan gelarnya The Saint karena kebaikan hatinya laksana berlian di tengah keruhnya dunia. Vincent diam saja. Sejujurnya ia masih shock tadi, jadi ia tidak bisa memikirkan bagaimana menghadapi wanita satu itu. "Aku pamit. Semoga harimu menyenangkan!" Kimberly berbalik, keluar dari ruangan. Rok panjangnya melambai-lambai mengejek Vincent. Sialan, Kimberly! geram Vincent dalam hati. Harinya yang tadi menyenangkan jadi terganggu karena wanita itu. Vincent tersenyum garing melihat sosok itu pergi. Kenapa dia terlihat sangat menggoda dengan rok panjangnya? Vincent bertanya-tanya. Apakah seleranya sekarang secara visual makin tertutup, makin membuatnya penasaran? Vincent teringat sekitar 5 tahun yang lalu di ruang besuk penjara. Terakhir dia melihat Kimberly sebagai gadis lugu yang harus menghadapi kejamnya dunia. Gadis itu ingin ke luar negeri untuk meneruskan pendidikannya ke jenjang kuliah. Jurusan matematika. Vincent membatin, Hmm ... apa mereka saking pintarnya, sampai tidak punya perasaan...? *** Bersambung ....

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Mentari Tak Harus Bersinar (Dokter-Dokter)

read
55.1K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.6K
bc

The Ensnared by Love

read
105.4K
bc

Mrs. Rivera

read
47.1K
bc

OLIVIA

read
29.4K
bc

Dua Cincin CEO

read
232.2K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
148.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook