Suasana ruangan luas tampak indah dengan nuansa formal, sekaligus meriah dengan kehadiran para tamu yang memenuhi ruangan. Seluruhnya terlihat rapi mengenakan pakaian ala kantoran, baik pria dan wanita.
Gegap gempita tepuk tangan membahana, menyambut kedatangan Azka yang sebentar lagi akan dinobatkan menjadi pimpinan Tanaka Groups. Perusahaan yang bergerak di bidang tekhnologi.
Kilatan kamera bertubi-tubi mengabadikan momen itu.
Betapa Azka merasa sangat dihormati dengan sambutan itu. Ia melangkah gontai melewati permadani merah yang digelar di sepanjang pintu samping sampai ke kursi tempat duduknya.
Sesaat ia melambaikan tangan ke arah para hadirin, yang semuanya adalah pejabat perusahaan, klien dan rekan bisnis. Kemudian ia duduk di kursi paling depan berhadapan dengan para hadirin yang sudah disediakan, tepat bersebelahan dengan Hiroshi Tanaka, ayahnya.
Dan disebelah Hiroshi, ada Tin, istri yang selalu setia mendampinginya. Wanita berdarah Jawa tulen bernama asli Sutinah yang lebih suka dipanggil dengan nama Tin, katanya supaya lebih gaul dan modern. Sayangnya Azka tampak dingin saat bertatapan dengan ibunya. Berbeda saat ia bertatapan dengan ayahnya, senyum dan raut penuh kebanggaan terpancar dalam wajah itu.
“Luar biasa! Kau memiliki kharisma yang sangat baik! Semua orang terpesona padamu, dan kau pasti menjadi calon menantu yang diidamkan banyak orang,” bisik Hiroshi sambil menepuk pelan lengan putranya penuh kebanggaan.
Azka tersenyum sembari mengangguk singkat. “Mana Kak Alzam?” Azka melirik kursi di sebelahnya yang kosong. Ia yakin kursi tersebut disediakan untuk Alzam, kakak sulungnya.
“Mungkin dia tidak datang,” jawab Hiroshi tidak begitu peduli. Sudah sejak awal, ia meminta Alzam untuk menghadiri acara peresmian tersebut, namun putra sulungnya itu menunjukkan sikap malas, bibir mengatakan ‘iya’, tapi ekspresi dan sikapnya jelas menunjukkan tidak ingin menghadiri.
Azka melirik bangku kosong itu. ada rasa sedih menyelimuti melihat kakaknya tidak menghadiri acara penting itu.
Sejak dulu, Azka selalu memiliki nilai plus di mata Hiroshi. Bagaimana tidak, sejak sekolah dasar, segudang prestasi dan bakat sudah dia tunjukkan, berlanjut sampai ia lulus kuliah, prestasi tidak pernah lepas dari diri Azka meski dia dikenal sebagai siswa urakan yang tingkat kenakalannya di atas normal. Keluar masuk ruangan guru BP sudah menjadi makanan sehari-hari, namun saat masuk kuliah, ia tampak lebih bertanggung jawab. Kedisiplinan dan tanggung jawab terbentuk dengan sendirinya.
Bahkan kini, beberapa tahun setelah Hiroshi mengangkat Azka menjadi direktur di perusahaan Tanaka Groups, kemajuan pesat perusahaan sangat signifikan. Tak ayal, Hiroshi menganggap Azka adalah satu-satunya orang yang berhak memegang kepemimpinan di Tanaka Groups, tepatnya sebagai CEO.
Berbeda dengan Alzam, yang tidak memiliki prestasi apa pun di bidang perkantoran, prestasinya buruk, pengguna narkoba dan pergaulan pun bebas. Maka ia tidak diberi kesempatan memimpin perusahaan meski ia berstatus putra sulung.
Acara dimulai dengan penampilan tarian khas Jawa oleh para penari terlatih, dilanjutkan dengan tarian Jepang. Setelah itu, kata sambutan sekaligus penyerahan kuasa dari Tuan Hiroshi yang selama ini bertindak sebagai owner sekaligus CEO, menyerahkan jabatan dan kuasa kepada Azka yang dinobatkan sebagai CEO.
Hiroshi melepas kepemimpinan karena mengaku sudah semakin tua dan kondisi kesehatannya akhir-akhir ini juga menurun. Terutama kondisi jantungnya.
Azka dan Hiroshi berdiri mendekati meja yang terletak agak jauh, seorang wanita meletakkan sebuah map ke meja itu. Hiroshi membuka map berisi surat-surat pemindah kuasaan kepada bos baru. Lalu ia menandatangani surat-surat, bergantian dengan Azka yang juga turut menandatangani surat-surat tersebut, disaksikan para hadirin. Kilatan kamera bertubi-tubi mengabadikan.
Beberapa menit waktu yang dibutuhkan untuk menandatangani surat-surat peresmian tersebut. Hiroshi dan Azka memegangi satu kertas yang sama, satu sisi ujung kertas dipegang oleh tangan Azka, ujung kertas lainnya dipegang oleh Hiroshi dan diperlihatkan ke wartawan. Dengan senyum lebar, Hiroshi dan Azka menggerakkan kertas bermaterai tersebut dari arah kanan ke kiri supaya seluruh wartawan yang hadir dapat mengabadikan surat tersebut.
Lalu Hiroshi mengembalikan kertas ke dalam map yang langsung dikemas rapi oleh seorang wanita. Hiroshi memeluk Azka sebentar.
Sesaat setelah itu, Hiroshi mengambil mikrofon lalu mendekatkan mike ke mulutnya dan berkata, “Azka Tanaka, adalah sosok pekerja keras yang patut diteladani. Dia cerdas dan hebat dalam urusan bisnis. Kami akan menunjukkan sedikit gambaran mengenai sosok Azka yang bisa dilihat dalam album video berikut ini.” Hiroshi menunjuk dinding yang di sana sudah terlihat gambar wajah Azka tersenyum dengan wajah khas tampannya, pantulan dari proyektor, yaitu perangkat yang mengintegrasikan sumber cahaya untuk memproyeksikan video ke dinding hingga membuatnya terlihat lebih besar.
Azka dan Hiroshi kembali duduk, ikut menyaksikan video motivasi yang dianggap mampu menghipnotis para investor dan pemilik saham lainnya meyakini bahwa Azka memang patut diangkat menjadi CEO di Tanaka Groups.
Azka mendongak saat seseorang menghampiri, ia kembali bangkit dan menyambut uluran tangan Nauto, pamannya yang tak lain adik kandung Hiroshi. Ia merupakan presdir di perusahaan yang sama-sama dibangun sejak puluhan tahun silam. Pria berkebangsaan Jepang itu tersenyum penuh kebanggaan pada keponakannya. Kemudian ia memeluk Azka. “Selamat, Nak! Kau pasti bisa membawa perusahaan menuju kepada kemajuan.”
“Terima kasih, paman!” Azka membalas pelukan hangat pamannya.
Berikutnya istri Nauto yang tengah mendampingi suaminya itu juga turut memeluk Azka. “Selamat, Azka!”
“Terima kasih, Bibi!”
Nauto dan istrinya kembali ke kursi. Sedangkan Azka menghempaskan tubuh kembali pada kursinya.
Seluruh hadirin bertepuk tangan menyaksikan video yang mulai tayang. Tampak Azka memulai aktifitas di kantor, yang kemudian seluruh orang terbengong dan bahkan banyak yang terkejut saat melihat video memperlihatkan Azka yang berada di kamar hotel bersama dengan seorang gadis, berciuman. Semua orang tahu Azka belum menikah. Dan di dalam surat kesepakatan tertuang mengenai sosok pemimpin yang sepatutnya berperilaku baik, salah satunya tidak bermain wanita.
Azka menegakkan punggung, terkejut menyaksikan video itu. bagaimana mungkin adegan di kamar hotel bisa terekam? Ini jelas sebuah konspirasi besar. Ada pengkhianat dan orang yang sengaja ingin menjatuhkan Azka.
Gemuruh suara saling sahut memperbincangkan video yang tayang. Semuanya geleng-geleng kepala. Muka-muka penuh kebanggaan, kini menunjukkan ekspresi kesal, marah, jijik dan muak. Tidak heran, pandangan setiap orang memang selalu miris. Terkadang seribu kebaikan bisa terhapus hanya dengan satu kesalahan.
Sesaat suasana menjadi gaduh. Riuh.
Hiroshi menatap video dengan sorot tajam. Kedua tangannya berpegangan erat pada sisi kursi. Mukanya memerah.
“Hentikan! Hentikan videonya!” Azka bangkit berdiri dan berseru dengan lantang, memerintah operator proyektor.
Bleb. Rekaman mati.
Kulit wajah Azka memerah, menyadari dirinya sedang berada dalam perangkap. Saat ini, ia hanya memikirkan apa yang dipikirkan oleh ayahnya, tidak peduli dengan pemikiran orang lain. Satu-satunya orang yang sangat peduli dan memegang penuh kepercayaan tentangnya adalah Hiroshi. Jika kepercayaan Hiroshi musnah, ia kehilangan segalanya. Ini bukan mengenai harta dan jabatan, melainkan kepercayaan.
Pandangan Azka kini tertuju ke arah Hiroshi, ia terkejut melihat Hiroshi meringis kesakitan sambil memegang kuat dadanya.
“Papa!” Azka histeris, menghambur mendekati Hiroshi dan meraih tubuh itu, bersamaan dengan Tin yang juga menghambur meraih lengan Hiroshi sambil menjerit memanggil-manggil nama suaminya.
Secepatnya Hiroshi dilarikan ke rumah sakit.
* * *