Suasana yang tak terkendali

1278 Words
Semua mata yang berada di tempat itu menatap Richard dengan horor. Pria itu terkejut ketika Sena berteriak seperti itu, wanita muda yang kalem tidak ada lagi di sana berganti dengan wanita sangar yang sudah tidak memiliki urat malu. Buk! Satu tonjokkan berhasil mendarat dengan mulus di pelipis kanan Richard dengan keras hingga berdarah, suasana yang tadi beralngsung dengan tenang berubah menjadi gaduh dan berisikan suara teriakan histeris para pengunjung foodcourt yang menyaksikan keadaan itu. "Lo hamilin Sena?? Berani banget lo! Selama ini gue diem aja cewek gue sama pria tua kayak lo, tapi kalau kayak gini gue gak bisa terima!" teriak Alex yang menggebuk RIchard dengan membabi buta. Sena yang mendengar itu sempat terkejut karena pengakuan Alex bahwa ia tahu jika dirinya dekat dengan Richard. Sementara Richard yang sudah kewalahan karena pukulan Alex pun hanya bisa diam tidak mampu menjawab, bahkan untuk bernafas saja rasanya susah. "Hey, kalian tolong jangan buat keributan di sini!" Dua orang satpam berlari mendekati mereka yang sedang berantem. Beberapa pengunjung juga sudah terlihat lebih tenang dan beberapa ada yang menyelesaikan kegiatannya di tempat itu karena merasa tidak nyaman. Nafas kedua pria dewasa itu tampak tak karuan, wajah kesal dan kata-kata kasar benar-benar tidak luput dari mulut Alex, pemuda itu tidak bisa menerima rasa sakitnya yang ia pendam sudah lama ini. Sementara itu, Sena hanya bisa duduk di dekat mereka dengan wajah memucat dan tatapan kosong menatap lantai. Baik Richard maupun Alex tidak ada yang memberontak ketika ditangkap oleh satpam tersebut dan dibawa ke ruang keamanan untuk ditanyai keterangan lebih lanjutnya. Sena hanya mengikuti kemana dua pria itu dibawa. Dengan langkah gontai ia berjalan di belakang keduanya, mereka tidak saling berbicara walaupun menyimpan kesal dihati masing-masing. Sesampainya di tempat keamanan, kedua orang yang baru saja jadi perhatian itu tampak terdiam sementara Alex hanya mengalihkan pandangannya seakan jijik melihat Richard. Kedua satpam yang membawa mereka juga tampak menghela nafas karena tidak ada yang menjawab jika ditanya, mereka pun akhirnya diminta untuk pulang dengan damai tanpa membuat keributan lagi di lokasi mall tersebut. "Ayo pulang!" Alex menyeret tangan kiri Sena yang masih belum bisa merespon banyak tentang apa yang telah terjadi. "Lepasin, Lex! Biarin aku sama Pak Richard! Dia ayah dari anak diperut aku." Perkataan Sena membuat Alex menghentikan langkahnya, ia membalikkan tubuhnya menghadap Sena. Pemuda itu menatap manik mata Sena yang tampak sayu seperti sudah pasrah dengan kesalahnnya dan ingin menyerah. "Kita bicarakan ini di rumah," kata Alex dengan tegas dan dingin, Alex membawa kekasihnya itu kembali ke apartemen. Di dalam taksi mereka tidak berbicara, hanya ada suara deru mesin mobil dan juga isak tangis Sena. Sepertinya Sena masih terpukul dengan keadaannya yang sedang berbadan dua saat ini. Seharusnya kabar kehamilan adalah sesatu yang membahagiakan untuk sang ibu yang sedang mengandung, namun hal itu tidak bisa Sena raakan diusianya yang masih muda ia harus menanggung beban berat seperti ini karena dendamnya. "Jangan menangis, kalau b******n itu tidak ingin bertanggung jawab, aku akan menikahi kamu," ujar Alex setengah berbisik sambil mengusap paha Sena menenangkan kekasihnya. Namun, dengan kasar Sena menepis tangan Alex yang mencoba menenangkannya. "Urus saja sana pacar kamu, gak usah urusin aku. Biarin aku hidup sendiri, kamu balik aja ke Australia," ucap Sena sambil menyeka airmatanya kasar. Ia tidak ingin terlihat seperti gadis yang harus dikasihani. "Pacar? Maksud kamu apa sih? Ya pacar aku kan kamu, aku harus urusin kamu kan jadinya?" tanya Alex yang terlihat heran dengan tingkah Sena. "Pura-pura gak tahu, terus kalau bukan pacar yang waktu itu datang sama kamu ke Indonesia siapa?" tanya Sena dengan tatapan sinis, ia sebal jika Alex sudah mengelak seperti itu. Alex yang mendengar tuduhan tersebut hanya bisa menggelengkan kepalanya, ia bingung harus memberitahu Sena yang sebenarnya atau tidak. "Dia anaknya investor di perusahaan papaku, terus dia minta aku temanin ke Indonesia katanya belum pernah ke Indonesia, jadilah seperti itu aku flight bareng dia," jelas Alex agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam hubungan mereka. Alasan tersebut benar-benar sudah tepat membuat Sena percaya karena jika saja ia bilang bahwa Dayana adalah anak Richard, pastilah gadis itu akan dilabrak oleh Sena terlebih saat ini hubungan mereka sedang tidak baik. Beberapa menit kemudian mereka pun sampai di depan gedung apartemen dimana Sena tinggal selama ini. Mereka pun berjalan menelusuri pintu masuk dan naik ke lift, namun tidak saling mengobrol. Sena asik dengan pikirannya sendiri sementara Alex masih berusaha memikirkan apa yang telah terjadi setelah kepulangannya ke Indonesia. "Kenapa gak bilang? Kenapa selama ini berubah menjadi pembohong? Mana Sena yang aku kenal?" tanya Alex yang lebih tepatnya seperti mengeluh karena suaranya yang tidak tegas dan terdengar pasrah dan putus asa. Sena terdiam, tidak tahu harus menjawab perkataan Alex seperti apa. Sekarang Sena hanya bisa menahan tangisnya sedih sekaligus kesal dengan dirinya sendiri. "Kalau kamu mau putus silakan, jangan khawatirkan aku, Lex. Aku bisa urus diri sendiri, kamu lebih baik cari wanita lain ya yang lebih baik," kata Sena sambil mentikkan air matanya. Ucapan Sena membuat Alex sedikit terguncang, bagaimana bisa kekasihnya itu berbicara yang menyakitkan hatinya? "Siapa yang mau putus?" tanya Alex dengan wajah memerah menahan emosi, ia tidak boleh sampai melakukan hal kasar pada Sena walaupun gadis itu salah. Pembicaraan mereka terputus ketika lift sudah sampai dilantai sembilan, tempat tinggal Sena tidak terlalu jauh dari lift tersebut. Sesampainya di depan pintu kamar, Sena menatap Alex dengan penuh kesedihan. "Kamu bisa pulang sekarang, aku ingin sendiri dulu. Aku akan memutuskan hal apa yang baik untuk hidup aku yang sudah hancur ini, maaf untuk semuanya, Lex." Setelah mengatakan itu, Sena memasuki kamar tersebut lalu menguncinya. Sebenarnya Alex khawatir membiarkan Sena sendirian karena masih dalam keadaan tidak stabil, namun apa boleh buat ia harus percaya bahwa Sena tidak akan melakukan hal bodoh tersebut. Pemuda itu melangkahkan kakinya menjauhi pintu tersebut dan kembali ke lift yang akan membawanya turun dan pergi jauh dari tempat itu. Sementara Dayana masih termenung di salah satu tempat wisata yang berada di kawasan Jakarta Pusat. Ia seperti turis kehilangan arah, hanya duduk melihat pemandangan orang berlalu lalang ditempat itu. Kring! Suara ponselnya mengembalikan kesadaran Dayana seketika, ia merogoh sakunya yang berisikan ponsel bercasing doraemon tersebut. "Halo, Lex ada apa?" tanya Dayana yang tidak lepas menatap pemandangan di kota Jakarta pagi itu. "Kamu dimana? Kok sendirian sih kenapa gak bilang sama aku kalau mau jalan-jalan?" tanya Alex dengan nada panik, Dayana yang mendnegar itu hanya bisa tertawa kecil. Padahal tadi dirinya sudah mengatakan hal itu namun sepertinya Alex lupa karena langsung meninggalkannya begitu saja demi mengejar Sena. "Gak usah khawatir, aku ada gps kok. Sebentar lagi aku juga akan kembali," kata Dayana dengan tenang, ia memang sudah terbiasa jalan-jalan ke luar negeri sendirian walaupun belum pernah menginjak negara orang, ia tidak ragu untuk melakukan perjalanan seorang diri. "Baiklah kalau begitu, kabari saja kalau butuh bantuan, aku akan bantu kamu," kata Alex. Setelah itu sambungan pun terputus, Dayana hanya bisa menatap layar ponselnya yang sudah mati tersebut. Satu jam lamanya Dayana di tempat wisata hanya duduk dan termenung, kemudian ia pun menaiki taksi dan memberikan alamat kantor papanya. Kira-kira sekitar setengah jam untuk sampai di kantor megah milik papanya di Indonesia. Dayana menghembuskan nafasnya kasar sedikit gugup untuk memasuki gedung berlantai sepuluh itu. Namun, ia harus menyelidiki apa yang membuat papanya itu enggan membawa dirinya ke Indonesia. Dengan langkah mantap, gadis itu memasuki gedung tanpa keraguan ia menanyakan pada resepsionis tersebut tentang papanya. "Selamat pagi saya mau tanya kalau ruangan Pak Richard dimana ya? Saya anaknya yang dari Australia," kata Dayana memberitahu bahwa dirinya adalah anak dari pemimpin perusahaan tersebut. Namun jawaban sang resepsionis membuat dirinya tak bisa berkutik. "Maaf, Ka. Tetapi pemilik perusahaan yang bernama Pak Richard tidak memiliki anak perempuan, mungkin kaka salah orang," ucap sang resepsionis membuat Dayana terbelalak. Bagaimana bisa resepsionis tidak tahu tentang hal itu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD