Seperti sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu, saat alarm berbunyi dia langsung mematikan alarm itu lalu kembali membungkus tubuhnya dengan selimut tebal. Berbeda saat dia masih tinggal di rumah, pasti kakaknya itu yang akan datang ke kamarnya dan menjadi alarm keduanya.
sudah 15 menit berlalu, tapi Daren masih betah di dalam sana, sampai suara perutnya menyadarkannya untuk segera kembali ke kehidupannya yang sibuk.
"sudah cukup bermalas-malasannya, boy." batin Daren dalam hatinya.
dia beranjak pergi ke kamar mandi sebelum memenuhi keinginan cacing di perutnya yang dari kemarin meronta ingin diberi makan.
walaupun seorang pria, tapi urusan membersihkan diri pria itu membutuhkan waktu yang cukup lama, kurang lebih butuh waktu hampir satu jam untuknya sampai benar-benar siap.
setelah selesai dengan kegiatan mandi paginya, Daren berjalan menuju dapur untuk sarapan sebelum berangkat kerja.
dia mengambil makanan instan di dalam lemari es lalu memanaskannya ke dalam microwave. Untung saja kemarin malam dia sempat berbelanja ke mini market jadi dia tidak harus menahan rasa laparnya.
sebenarnya bisa saja dia makan di kafetaria kantor, tapi Daren lebih nyaman sarapan di apartemennya. karena jika dia makan di sana, semua orang akan memperhatikannya dan itu adalah hal yang paling tidak dia sukai menjadi pusat perhatian.
Hoam...
Wanita itu menggeliat saat merasakan pancaran cahaya sinar matahari yang menembus masuk ke dalam kamarnya.
"Bi!" tolong tutup gordennya." ucap Jaira sambil berteriak memerintahkan pembantunya tanpa berniat membuka matanya.
"Bi Inah!" panggil Jaira lagi sedikit meninggikan suaranya.
karena orang yang dari tadi dia panggil tidak menunjukkan batang hidungnya, Jaira sedikit mendengkus lalu membalikkan tubuh kurusnya berniat untuk menutup gordennya sendiri.
namun sebelum niatnya terlaksana, dengan sangat tidak elitnya hidung serta keningnya mendarat lebih dulu di atas lantai. Ya, lebih tepatnya Jaira jatuh dari tempat tidur.
"Aw!" pekik Jaira lalu bangkit sambil memegang keningnya yang pasti sekarang ini sudah menjadi merah.
Dia menatap sekeliling ruangan itu dengan tatapan bodoh seperti orang linglung. dia baru menyadari bahwa ini bukanlah kamarnya.
"aku di mana?" tanya Jaira entah pada siapa.
Jaira berjalan-jalan menelusuri rumah itu seperti seorang wisatawan yang sedang melakukan karya wisata. lalu dia pergi ke dapur, karena biasanya jam segini Maminya sudah membuatkan sarapan untuknya.
walaupun di rumah ada pembantu, tapi urusan memasak tetap Maminya yang memegang kendali.
"kenapa tidak ada makanan di sini." ucap Jaira menggerutu, sambil menatap meja makan yang bersih tanpa ada makanan satupun yang bisa dia makan.
Jaira mengambil tempat duduk di salah satu kursi yang ada. dia mengingat-ingat kenapa dia bisa ada di rumah ini?
seingatnya kemarin dia pergi berbelanja ke mall bersama teman-temannya, pulang ke rumah dan menonton drama kesukaannya di kamar sampai ketiduran.
"Tunggu ..." ucap Jaira berusaha mengingat sesuatu.
"jadi ini bukan mimpi?!" pekiknya saat menyadari bahwa kemarin itu dia bukan sedang bermimpi, dia benar-benar di hukum oleh Papinya.
"Mami, aku lapar." ucap Jaira menatap meja makan itu dengan tatapan sedih.
"Tok tok tok!
"Tok tok tok!
"masuk." ucap Daren sedikit malas karena dia tahu betul siapa yang mengetuk pintu.
"maaf, ini ada berkas yang harus Pak Daren tanda tangani." Orang itu memberikan dokumen yang harus di tanda tangani oleh CEO nya.
Daren mengangkat kepalanya saat mendengar suara seseorang yang ternyata sekretarisnya.
tebakannya kali ini salah, awalnya dia mengira bahwa yang datang itu adalah Krisna, ternyata sekretarisnya Ares.
mungkin sebagian besar orang-orang akan mencari sekretaris itu seorang wanita yang cantik dan seksi, tapi tidak dengan Daren.
karena mengaca pada pengalamannya dulu saat memiliki sekretaris seorang wanita cantik, dia tidak bisa fokus pada pekerjaannya. setiap menit sekretaris wanitanya itu terus menghubungi hanya untuk berbasa-basi dan mencari perhatian darinya.
"Ok, nanti saya periksa." ucap Daren sambil sekilas melihat dokumen itu lalu menyimpannya kembali.
Daren kembali mendongak ketika pria itu masih berdiri di depannya.
"silahkan, kamu bisa kembali." ucap Daren.
"ya, saya permisi." ucap pria yang bernama Ares itu sedikit membungkukkan badannya kemudian pergi dengan langkah tegapnya. Saat di pintu keluar terdengar suara dengusan kecil dari hidungnya.
Pria sombong.
"Dinamite corp." tunjuknya bergantian ke bangunan yang ada di seberangnya dan kertas yang ada di tangannya.
"Jaira." panggil Ares sambil melambai-lambaikan tangannya.
Jaira tersenyum dan langsung menghampiri Ares yang kini sedang tersenyum juga padanya.
"aku kira kamu bercanda, Jaira." ucap Ares.
"hmm ini semua gara-gara Papi menghukum aku." ucap Jaira dengan nada sedikit kesal sambil mengerucutkan bibirnya.
"jadi kapan aku bisa mulai bekerja?" tanya Jaira tidak ingin berbasa-basi. karena tujuannya datang ke tempat ini untuk mencari pekerjaan.
"hari ini." ucap Ares berhasil membuat Jaira mengerjapkan matanya terkejut.
"benarkah?" tanya Jaira lagi dengan mata berbinar. Ares menganggukkan kepalanya lalu kembali tersenyum.
tanpa merasa takut orang lain melihat, Jaira langsung memeluk Ares cukup erat membuat pria itu mematung karena keterkejutannya.
"terima kasih, kamu memang sahabat baik aku." ucap Jaira setelah melepaskan pelukannya.
"I-iya," balas Ares dengan senyum yang sedikit dipaksakan.
jika boleh jujur pria itu tidak suka ketika wanita itu menganggapnya hanya sebatas sahabat, dia menginginkan lebih.
"suatu hari kamu akan menganggap aku lebih dari itu, Jaira." ucap Ares dalam hati.
sepertinya di sini ada yang memendam perasaannya, apakah cinta terbalaskan atau justru ini hanyalah cinta sepihak?