PART 10 - SAAT BADAI DATANG.

1892 Words
PART 10 -  SAAT BADAI DATANG Tak terasa hampir setahun Nadya mereguk kebahagiaan bersama suaminya. Arkhan tipe suami yang bertanggung jawab. Ia bekerja tak kenal lelah, hingga selalu mendapat tugas ke luar kota. Nadya hanya menjadi pendengar yang baik ketika suaminya kerap bercerita tentang pekerjaannya.  Keluh kesahnya menghadapi customer dan supplier, tanpa berniat mengetahui segala hal tentang kantor Arkhan. Arkhan juga memberi tahu, ia tak mampu menolak jika perusahaannya mengharuskan ia meninggalkan sang istri karena tugas yang tak bisa di tinggal. Arkhan mengatakan, suatu hari ia akan mengajak Nadya ikut pindah, jika dirinya sudah mendapat posisi nyaman di kantornya. Dan sebagai seorang istri, Nadya tentu percaya. Begitupun dengan minggu ini. Arkhan kembali pergi keluar kota, bersamaan dengan rasa mual yang beberapa hari mendera tubuhnya. Nadya pikir ia hanya masuk angin. Tapi lama-lama rasa curiga timbul. Apalagi ia mengalami mual saat pagi tiba. Jadi, hari ini ia memutuskan pergi ke klinik terdekat. Nadya tersenyum dalam hati melihat banyak wanita yang datang ke tempat ini dengan perut yang sudah membuncit. Membayangkan, suatu hari nanti ia akan merasakan hal yang sama. Mungkin untuk selanjutnya, ia akan meminta suaminya mengantar setiap kali periksa. Hingga tiba saat ia memasuki ruang periksa. Seorang dokter meminta Nadya memberikan air seninya untuk di tes, juga memeriksa perutnya dengan USG. “Selamat, ibu akan segera memiliki momongan.” Ucapan dokter di depannya membuat  Nadya tersentak. “Yang benar dok?” Ia memang curiga, tapi begitu mendengar vonis langsung dari dokter yang memeriksanya, Nadya  lebih percaya. “Sudah memasuki usia enam minggu.” Rasa bahagia menyusup ke dadanya. Membayangkan bagaimana reaksi suaminya nanti. Arkhan pasti bahagia. “Saya resepkan untuk vitamin dan asam folatnya. Jauhi stress, makan makanan yang sehat dan teratur. Untuk trimester pertama memang keluhan mual sering terjadi. Saya berikan juga obat mualnya. Kalau sudah tidak mual jangan dilanjutkan konsumsi obat mualnya ya bu.” Nasehat dari dokter, Nadya dengarkan dengan seksama.   Ia tersenyum bahagia. "Intinya, ibu harus menjaga kesehatan calon baby dengan selalu bahagia. Karena apapun yang ibu rasakan akan berhubungan dengan calon baby yang sekarang ada di dalam kandungan." Dokter itu tersenyum. "Baik Dok, terima kasih." Pasti, aku pasti akan menjaganya. ** Terkadang kita tak pernah tahu kapan badai menerpa dalam kehidupan kita. Bisa jadi bersamaan dengan rasa bahagia yang juga timbul. Ketika Nadya merasakan hal teramat bahagia  hadir dalam hidupnya, badai itu datang tanpa diundang.  Nadya  baru saja kembali dari dokter. Masih dengan senyum mengembang, memikirkan pelukan sang suami kala mendengar kabar kehamilannya. Saat ia memasuki rumah yang setahun ini mereka tempati, ia melihat sebuah mobil mewah terparkir di halaman rumahnya. Nadya perlahan melangkah menuju teras, di mana di depan terasnya terlihat seorang wanita seusia alm. ibunya sedang duduk di kursi plastic. “Selamat siang, ibu mencari siapa ya?” Nadya menampilkan senyum manisnya, karena itu kan ajaran orang tuanya, harus ramah pada tamu, siapapun itu. Namun tampaknya kali ini Nadya salah menyuguhkan senyum. “Nadya Faranisa, itu nama kamu kan.”  Wanita itu bangkit dan kini menyelidik dari atas kepala Nadya hingga ujung kaki seolah menilai. Nadya ikut meneliti wanita dihadapannya, seorang wanita dengan dandanan memperlihatkan kelas yang jauh dari kehidupannya sehari-hari. “Ya, benar saya Nadya, boleh saya tahu ibu siapa ya?”  Dada Nadya berdebar. Dari raut wajah tamunya, ia bisa menebak kemiripannya dengan wajah suami tercintanya.  Tapi … mudah-mudahan ia salah. “Saya Citra Pranaja, ibu kandung dari Arkhan  Pranaja.” Wanita itu menjawab pelan tapi tegas, menunjukkan aura yang mengintimidasi lawan bicaranya. Tentu saja perkataan wanita  membuat raut wajah Nadya menjadi pias.  Jadi benar, pantas mereka mirip, tapi kenapa selama ini suaminya berbohong padanya. “Maaf, saya tidak tahu kalau ....” Nadya bicara dengan suara bergetar. “Kalau saya masih hidup? Apa kamu benar-benar mengharapkan saya sudah mati? Begitu!” bentak wanita bernama Citra itu. Nadya menggeleng cepat. “Eh,  tidak-tidak bu, bukan itu. Maaf, mari ... mari silahkan masuk.”  Nadya melangkah menuju pintu, berusaha mencari kunci di dalam tasnya  dengan tangan bergetar, dan itu tak luput dari tatapan tajam Citra Pranaja. Demi Tuhan, setahun membina rumah tangga dengan suaminya, bagaimana bisa Nadya tidak mengetahui jika ia masih mempunyai mama mertua. Kenapa suaminya setega itu mengatakan bahwa ia sebatang kara. “Saya tidak akan lama.” Kata-kata Citra menghentikan pergerakan Nadya yang entah kenapa sulit sekali menemukan kunci rumahnya yang biasa ditaruh didalam tas. Nadya memandang wajah ibu mertuanya dengan jantung berdebar. “Saya kemari karena ada yang mau saya sampaikan sama kamu. Duduklah.” Citra menatap kursi plastic di sampingnya yang berjarak satu meja plastic dari tempatnya duduk. Bagaikan orang terkena hipnotis, Nadya mengikuti pandangan mata ibu mertuanya. Ia duduk, dan kedua tangannya langsung saling meremas karena ia merasa keringat di telapak tangannya mulai keluar.  Bukan seperti ini yang biasa ia dengar dari temannya jika bertemu dengan ibu mertua. Mengapa tidak ada pelukan hangat yang seharusnya didapatkan? Dilihat dari pandangannya, Nadya yakin wanita ini mengetahui semua tentang dirinya. Tapi mengapa tatapannya tidak ada hangat seperti ibu mertua yang baik pada umumnya. “Kamu pasti bingung kenapa setelah setahun kalian menikah, saya baru muncul.” Citra menatap Nadya dengan tatapan yang Nadya sendiri tidak berani berasumsi. “Selama ini saya memberi waktu pada Arkhan untuk mengikuti kata hatinya, menikahi wanita yang ia agungkan ia cintai. Supaya Arkhan tidak penasaran seperti apa memperistrimu.” Nadya langsung mengangkat wajahnya, menatap ibu mertuanya. “Jadi, ibu tahu kami menikah?” tanyanya tak percaya. “Tentu saja, kamu pikir dia bisa menikah tanpa ijin dariku, heh!” Nadya menunduk. Ingin ia banyak bertanya, namun ketakutan lebih menguasai hatinya. Nadya hanya ingin tahu kenapa ibu mertuanya tidak muncul setelah mereka menikah? “Arkhan anak-ku satu-satunya. Kamu tidak bisa membayangkan bagaimana aku harus berhadapan dengan anak aku sendiri, saat ia berkeras ingin memperistrimu. Walau pun aku amat sangat keberatan!” Nadya kini tahu alasan mengapa suaminya berbohong. Namun tetap tak bisa dibenarkan. Menyembunyikan status jika masih memiliki ibu. Arkhan mengapa tega sekali. “Bahkan ia nekad menikahimu, sementara aku harus berjuang mati-matian membangun usaha yang hampir tumbang, dan ia sama sekali tidak peduli, Aku Mama-nya! Yang selama ini membesarkan-nya! Mendidiknya supaya ia bisa meneruskan usaha alm papa-nya. Tapi karena cintanya yang begitu besar padamu, ia lebih memilihmu. Itu sebabnya pernikahan kalian terjadi.” Nadya menutup matanya. Hatinya menghangat mendengar begitu besar rasa cinta suaminya selama ini. Ia memang tidak meragukan lagi. “Aku berusaha mengalah menerima pernikahan kalian, dengan satu syarat!” Nadya kembali menatap tajam ibu mertuanya, dengan  hati tak menentu. “Pernikahan kalian tidak boleh lebih dari satu tahun!”  Nadya menggelengkan kepalanya. Hari ini hari anniversary-nya. Tidak mungkin. Rasa takut menghantui pikirannya, membuat matanya mulai berkaca. “Arkhan menyanggupi-nya!” tegas Citra. Nadya tersentak, bersamaan dengan luruhnya air mata di pipi cantiknya. “Tidak mungkin bu, Arkhan tidak mungkin begitu,” ucap Nadya lirih.  Suaminya tidak akan setega itu. Pasti hanya akal-akalan ibu mertuanya saja. Mengapa nasibnya kini seperti kisah di televisi yang biasa ia tonton? Menikah tapi tidak disukai ibu Mertua? “Suamimu sedang tidak ada dirumahkan?” tanya Citra dengan penuh percaya diri. “Arkhan sedang dinas keluar kota,” jawab Nadya, namun entah mengapa hatinya meragu, melihat senyum remeh dari ibu mertuanya. “Suamimu tidak keluar kota. Ia sedang berbulan madu dengan istrinya, istri sah, istri yang sesungguhnya, istri yang diakui di keluarga besar kami.” Citra sudah melemparkan bom dalam dadanya. Yang selama ini ia tahan-tahan. Ia sama sekali tidak menyukai menantunya ini, yang jelas sudah membuat anak semata wayangnya berubah haluan, dari anak penurut hingga anak pembangkang! Padahal Citra yakin, putranya sudah berubah baik, tapi kembali berulah karena perempuan ini. “Bohong! Ibu bohong kan! Tolong katakan pada saya kalau itu tidak benar!” Nadya bangkit berteriak tak terima. Citra tersenyum sinis. Ia memandang wajah cantik menantunya yang satu ini. Harus ia akui wanita ini memang cantik, hanya sayang hidupnya tidak secantik wajahnya. Citra bangkit dan merogoh sesuatu dalam tasnya.  Citra mengeluarkan amplop coklat dari dalam tasnya. Ia mengeluarkan semua isi amplop coklat itu. Nadya terbelalak melihat potongan lembaran foto yang Citra letakkan. Ia meraih semuanya, melihat satu persatu bahkan memperhatikan, benarkah wajah tampan yang bersanding di pelaminan mewah itu wajah suaminya.  Nadya menutup mulutnya menahan tangis. Tak salah lagi itu benar Arkhan. Wajah tampan suaminya terlihat bahagia bersanding bersama wanita cantik. Bahkan pernikahan mereka saja tidak semewah ini, karna berlangsung  di rumah sakit. Dan hingga sekarang Arkhan belum mendaftarkan pernikahan mereka secara sah di mata hukum dan negara. Yang penting kita menikah resmi, dan saling mencintai. Itu cukup buat aku Nadya. Nanti jika kita memiliki rejeki, kita daftarkan pernikahan kita supaya sah di mata hukum. Itu alasan Arkhan setiap Nadya meminta mendaftarkan pernikahan mereka. Siapa yang menduga jika seorang Nadya Faranisa yang selalu merasakan kebahagiaan, ternyata bisa juga merasakan yang namanya kehancuran! Itu yang Nadya  rasakan saat mengetahui suami yang selama ini ia cintai, ternyata menikah lagi dengan wanita lain, justru disaat Nadya ingin mempersembahkan kado terindah di hari anniversary mereka di tahun pertama. Nadya menatap Citra dengan wajah hujan air mata. “Kenapa ibu setega ini pada saya?“ isaknya, sambil meremas foto ditangannya. “Tega kamu bilang? Justru kamu yang tega menghancurkan impian saya. Kami keluarga besar Pranaja sudah lama menjodohkan Arkan dengan Suci Prameswari. Jangan mimpi kamu bisa masuk ke dalam keluarga kami. Kamu tidak sebanding dengan anak saya Arkhan, camkan itu!”  Hening sejenak. Nadya bahkan masih tak mempercayai matanya. Inginnya apa yang dilihat di tangannya bukanlah wajah suaminya. "Arkhan mengatakan jika ia mencintai saya, bu. Ini gak mungkin." Nadya semakin terisak di hadapan Citra. Citra bahkan menulikan telinganya dari ratapan wanita muda yang masih berstatus menantunya. Wanita yang dicintai putra tunggalnya. “Saya masih mempunyai rasa kasihan pada kamu. Lebih baik kamu segera pergi dari kehidupan Arkhan, karna anak saya selalu menepati janjinya. Ia berjanji  hanya satu tahun menikahi-mu! Selanjutnya ia akan tetap ke rencana semula, menikah dengan Suci, wanita yang cocok bersanding dengannya.” Nadya meremas ujung pakaiannya yang ada di depan perutnya. Hari bahagianya mengapa menjadi hari kesedihannya. “Arkhan tidak akan tega menyampaikan semuanya padamu, yang jelas ia tidak akan lagi datang kemari menemui-mu. Sebagai sesama wanita, aku masih berbaik hati menyampaikan semua kebenaran ini. Arkhan sudah bahagia, pernikahannya berlangsung mewah, kamu bisa lihat bagaimana wajah bahagia kedua mempelai. Sepulang mereka dari bulan madu, mereka akan menempati rumah mewah mereka berdua, tidak seperti rumah jelek begini.” Citra bahkan menyeringai melihat  rumah kecil yang Nadya tepati. Citra mengeluarkan lagi amplop tebal dari tasnya. “Ini untuk biaya hidup kamu kedepannya. Jangan membuat hidupmu susah dengan menanti Arkhan. Dia tak akan kembali.”  “Saya harap kamu mengerti, permisi.” Citra mengangkat wajahnya, ia beranjak dari duduknya. “Tunggu bu.” Nadya segera menghapus air matanya, walau percuma, titik air itu kembali turun bersamaan sakit hatinya Nadya menghampiri Citra yang berhenti melangkah saat mendengar seruan Nadya “Terima kasih atas kebaikan hati ibu. Tapi saya tidak butuh uang ibu. Saya yakin, suami saya akan kemari dan menemui saya. Karena saya yakin ia mencintai saya.” Nadya menyerahkan amplop tebal itu ke hadapan Citra. Citra hanya terdiam, lalu akhirnya ia mengambil kembali amplop itu, dan segera masuk ke dalam mobilnya. Mobil mewah itu beranjak pergi, meninggalkan Nadya yang menangis tergugu sedih sambil memeluk perutnya erat. Arkhan,  kamu pasti kembali bukan? Aku yakin kamu memiliki alasan yang bisa aku terima. Apapun yang terjadi, aku akan menantimu di sini. Bersama buah cinta kita. Semoga suka ya. Love Herni. Jakarta 13 juni 2021
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD