Apel ke Rumah Sang Pujaan

1078 Words
Setelah ular itu lewah, barulah aku dapat melewati jalan menuju ke rumah Tiara. Setibanya di rumah Tiara, aku langsung mengetuk pintu rumah Tiara. "Permisi, ada Tiara?" tanyaku dengan sopan kepada Papa Tiara. "Ada tunggu anak muda, silahkan masuk nak. Mau minum apa nak?" tanya Papa Tiara kepadaku. Aku masuk ke rumah Tiara, sedangkan Ayah Tiara mungkin akan bersiap-siap untuk membawa senapan laras panjang dengan seragam militer lengkapnya. Tiara datang, dengan sangat cantik. Dia membawakan aku segelas Teh manis hangat dengan kue cemilan masakan rumahan. "Silahkan di minum Teh manis hangatnya, kuenya juga silahkan di makan. Semoga mas Adrian suka," ucap Tiara. Aku mencoba kue buatan Tiara, rasanya sangat enak sekali. Ada choco cips dan keju di bagian atasnya. "Aku suka kok dengan kuenya, apa lagi ada bagian choco cips dan keju di atasnya. Kapan-kapan jika nggak sibuk bagaimana kalau kita membuat kue bersama?" tanyaku kepada Tiara. "Ok mas, aku sangat suka membuat kue dan memasak. Boleh mas," ucap Tiara dengan senyuman manis yang menghiasi wajah cantiknya. "Tiara ayo kita berangkat sekarang!" ajakku kepada Tiara. "Iya mas, aku pamit dulu dengan Ibuku. Ibu Tiara pamit pergi dulu," ucap aku dengan tersenyum. "Iya Tiara," ucapku dengan tersenyum. Ibu Tiara akhirnya muncul, aku dan Tiara berpamitan dan bersalaman. "Hati-hati di jalan iya nak, pulangnya juga hati-hati nak. Jangan sampai telat pulangnya," ucap Ibu Tiara dengan senyuman manisnya. "Ibu saya dan Tiara pamit dulu iya," ucapku dengan tersenyum. "Iya hati-hati nak," ucap Ibu Tiara dengan senyuman. "Ibu Tiara pamit iya," ucap Tiara dengan senyuman. "Iya nak, hati-hati di jalan sayang," jawab Ibu dengan senyuman. Aku dan Tiara gadis pujaanku, berjalan kaki menuju pasar malam. Kami tiba di lokasi sekitar jam lima sore, aku dan Tiara kami berdua bernostagia seperti kamibl berdua masih kecil dulu. Kami berdua bermain komedi putar. Aku juga membelikan Tiara boneka beruang, aku juga membelika gadis cantik ini gulali. "Kamu mau makan apa Tiara?" tanyaku kepada Tiara dengan senyuman termanisku. "Aku mau makan bakso mas," jawab Tiara dengan singkat. "Iya silahkan Tiara, aku juga sedang ingin makan Bakso. Kamu mau Bakso apa?" tanyaku kepada Tiara. "Aku suka Bakso campur," jawab Tiara dengan senyuman yang menghiasi wajah cantiknya. "Bakso campur itu apa?" tanyaku kepada Tiara. "Aku biasa membeli Bakso urat, Bakso keju, Bakso Telur dan Bakso lobster. Maaf iya mas, aku walaupun kecil-kecil begini. Tetapi makanku banyak," ungkap Tiara sambil tersenyum. "Yasudah nggak apa-apa Tiara, makan banyak yang penting sehat. Ayo kita ke kedai Baksonya," jawabku dengan tersenyum. Aku dan Tiara menuju ke kedai Bakso, Bakso tersebut ramai sekali. Aku dan Tiara memakan banyak sekali, hingga perut aku merasa engap. Aku dan Tiara menyempatkan diri untuk menaiki kemedi putar. "Tiara apakah kamu sudah memiliki pacar?" tanya aku kepada sang gadis pujaanku. "Belum mas, aku belum memiliki kekasih. Apakah mas sudah memiliki kekasih?" jawab dan tanya Tiara kepadaku. "Sama saya juga belum memiliki kekasih, saya ingin mencari istri yang untuk di ajak serius. Untuk apa pacaran, jika ada yang cocok dan klik langsung saya lamar saja. Langsung saya nikahi," ucapku dengan senyuman. "Mas sudah nemu yang pas?" tanya Tiara dengan tersenyum. "Sudah aku sudah menemukannya, masalahnya gadis ini mau nggak jadi istri Tentara sepertiku. Aku hanya seorang Prajurit biasa," ucapku merendah. "Iya mas kan tinggal tanya saja, dengan gadis pujaan mas. Dia mau apa nggak," ucap Tiara dengan senyuman. "Kita ke tukang lukisan yugh!" ajakku kepada Tiara. Aku dan Tiara, minta di lukiskan oleh seseorang Bapak pelukis. Aku membeli dua lukisan, yang satunya untukku dan yang satunya lagi untuk Tiara. Tiada terasa, sudah dua minggu lebih. Aku sudah mengenal Tiara dan keluarganya. Setiap malam minggu, jika tidak sibuk aku selalu apel di rumah Tiara. Aku langsung mengutarakan niat baikku, yang ingin memperistri Tiara. Aku ingin menjadikan Tiara Ibu Jalasenatri. "Pak niat saya, saya ingin serius dengan Tiara. Saya ingin memperistri Tiara," ungkapku dengan sangat serius. "Kalau Bapak bagaimana Tiara saja, jika Tiara mau dan setuju. Bapak setuju banget secara kan Tiara dan kamu cocok jadi saya setuju saja," ungkap Bapak Tiara kepadaku. "Mas serius ingin memperistri Tiara?" tanya Tiara kepadaku. "Iya saya serius, saya ingin memperistri kamu. Saya benar-benar serius Tiara," ucap aku kepada Tiara. Aku dan Tiara akhirnya memutuskan untuk saling serius, aku menghubungi Mami, Papi, Ayah dan Ibuku untuk ke Papua. Aku dan Tiara, mengadakan pertunangan. Aku bersama Tiara mengurus surat-surat untuk pernikahan. Aku dan Tiara, sangat lelah sekali dalam dua minggu ini. Aku ke komandan Batalion, ke komandan paling tinggi. Aku juga melakukan sesi poto gandeng dengan calon istriku Tiara. Setelah selesai, aku dan Tiara tinggal menunggu tes kesehatan saja. Tiara cemberut dan marah kepadaku, mungkin Tiara sedang penat. Padahal selangkah lagi kami mau menikah. "dear you why?" tanyaku kepada Tiara. (Sayang kamu kenapa?) "I'm tired, bro, let's just cancel our marriage. Had to wait for this and that, we had to wait a very long time. I don't want to wait long," keluh Tiara sambil menitikan air mata. (Aku penat mas, batal nikah saja lah kita. Harus menunggu ini dan itu, kita harus menunggu lama sekali. Aku tidak mau menunggu lama mas,) "Honey, don't get married, just one step away, dear. Be patient Tiara, you love and love, right?" tanyaku kepada Tiara. (Sayang jangan batal menikah, hanya selangkah lagi sayang. Sabarlah Tiara, kamu sayang dan cinta mas kan?) "Yes mas, of course I love and love you. But I'm tired too," ungkap Tiara dengan air mata yang berderai. (Iya mas, tentu saja aku sayang dan cinta denganmu. Tetapi aku lelah juga,) "Already baby don't cry anymore, wipe my tears. Remember dear, out of darkness comes light, we must be patient for better results. Understood dear," ungkapku kepada Tiara. (Sudah sayang jangan menangis lagi, hapus air mataku. Ingatlah sayang habis gelap terbitlah terang, kita harus bersabar demi hasil yang lebih baik. Mengerti sayang,) "Yes, sir, sorry, I'm still selfish. I will patiently wait," terang Tiara yang mulai menghapus air mata di wajah cantiknya. (Iya mas, maaf iya aku yang masih egois. Aku akan sabar menunggu,) Akhirnya aku dan Tiara pergi ke rumah sakit, untuk cek kesehatan di sekujur tubuh kami. Kami harus menunggu hasil tes tersebut, setelah selesai aku dan Tiara pergi ke butik busana pengantin. Aku membeli jas dan gaun pengantin, untuk pemberkatan nikah kami di Gereja. Aku dan Tiara, membeli kebaya dan jas untuk resepsi pernikahan kami untuk malam hari. Kami akan mengadakan resepsi pernikahan di gedung balai kota. Aku dan Tiara, juga menyempatkan diri untuk poto preweding. Tiara aku lihat sangat letih dan lelah, dia memijit kepalanya hingga akhirnya calon istriku tumbang dan terjatuh. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD