Kursus Bahasa Prancis

1014 Words
Aku langsung menghampiri, istriku yang nampaknya wajahnya sangat pucat pasih. Aku langsung menatap Tiara. "Sayang setelah kamu selesai masak, setelah kita selesai makan. Kita pergi yugh!" ajakku dengan tersenyum menatap ke arah Tiara. "Iya mas, mas kamu ajak aku ke mana?" tanya Tiara kepadaku. "Aku mau ajak kamu ke sesuatu tempat, udah selesai masaknya. Kita makan sama-sama," ucap aku dengan senyuman. "Mas kamu dan Debora mandi dulu, supaya bersih baru boleh makan. Masa main makan saja kalian berdua harus steril dan bersih," ucap Tiara dengan tersenyum. Aku dan Debora putriku, masuk ke kamar kami masing-masing. Setelah aku dan putriku rapih, aku dan Debora langsung ke meja makan. Tiara sebagai istri dan Ibu yang sangat baik. Dengan tersenyum manis dan cantik, Tiara melayaniku dengan menyendoki aku dan anak-anak kami nasi beserta lauk dan pauknya.  "Terima kasih sayang," ucapku dengan tersenyum. "Sama-sama sayang," ucap Tiara dengan tersenyum. Aku yang sudah selesai makan, kini mengajak Tiara untuk pergi. Untuk pergi ke sesuatu tempat. Aku mengajaknya pergi ke dokter. Aku dan Tiara, aku dan Tiara pergi ke dokter. Sedangkan putriku Debora menjaga ke dua adiknya di rumah. "Sayang ayo kita pergi ke rumah sakit," ucapku dengan tersenyum. "Iya sayang, kamu sangat perhatian dan khawatir sebagai seorang suami. Saya sangat bahagia sekali," ucap Tiara dengan tersenyum. "Tentu saja aku sangat khawatir, aku sangat khawatir tentang keadaanmu. Aku sangat khawatir," ucap aku dengan tersenyum. Aku dan Tiara menaiki Taksi, dari rumah menuju ke rumah sakit. Setibanya di rumah sakit aku segera membawa istriku, untuk melakukan pemeriksaan di rumah sakit. Setelah selesai kami berada di rumah sakit, aku dengan setia mendampingi istriku menuju ke rumah sakit dan memberikan perawatan terbaik. Setelah selesai berobat, aku dan Tiara segera pulang ke rumah. Debora sedang menggendong Brenda yang masih bayi. Karena sudah malam, kami sekeluarga memutuskan untuk tidur. Aku terbangun pagi sekali, berhubung hari Sabtu aku libur aku ke datangan guru Bahasa Perancis yang di maksud Debora. Aku kursus ber tiga, aku, Tiara dan Debora. Sebulan aku cukup membayar lima ratus ribu. Mungkin aku harus serius dalam kursus Bahasa Perancis ini, karena aku di target selama dua bulan oleh Bapak Panglima TNI. Bisa gawat, jika aku nggak bisa. Bisa kena marah aku, sama Bapak Panglima TNI. Jika aku nggak sungguh-sungguh, aku berlatih setiap hari dari setiap materi yang guru Bahasa Perancisku ajarkan. Aku suka dengan belajar dan tantangan, aku adalah prajurit TNI. Jiwa militan aku tertantang. Alhamdilah tidak terasa sudah dua bulan, aku sudah bisa mempergunakan Bahasa Perancis. Bahkan jika berbicara dengan anak dan istriku. Aku tidak hanya mempergunakan Bahasa Indonesia dan Inggris, tetapi Neterland dan Perancis. Aku aja Belajar Bahasa Korea di ajarkan Kim Soek Jin satu minggu untuk pelafalannya, tetapi untuk membaca hanggul memakan waktu satu bulan. "Chérie, qu'est-ce que tu veux manger ? Je cuisine du porridge au poulet," tanya Tiara istriku dengan menggunakan Bahasa Perancis. (Sayang mau makan apa? Aku memasak bubur Ayam,) "Quoi que tu cuisines mon cher, ça ne me dérange pas. Ce qui est clair, c'est une cuisine délicieuse et délicieuse," ungkapku dengan senyuman. (Apapun yang kamu masak sayang, saya tak mempermasalahkannya. Yang jelas masakan yang enak dan lezat,) "Papa j'y vais seul, je ne veux pas être amené par papa. Je suis grand," ungkap Putriku Debora. (Papa aku berangkat sendiri saja, aku tak mau di antarkan Papa. Aku udah besar,) "Qu'est-ce qu'il y a de si gros, tu es toujours en cinquième année. Aux yeux de papa tu es toujours la petite fille de papa," ungkapku dengan tersenyum. (Apanya yang udah besar, kamu masih kelas lima sd. Di mata Papa kamu masih tetap anak gadis kecil Papa,) "Allez papa, je suis un grand papa, il est temps d'emmener Papq à l'école. Plus tard j'ai dit enfant gâté," ucap Debora dengan memanyunkan bibirnya. (Ayolah Papa, aku sudah besar Papa masa harus di antar Papq ke sekolah. Nanti aku di bilang anak manja,) "Pendant que Papa est en Papouasie, Papa t'emmènera à l'école de Debora. Si Papa est en France pour une mission, tu peux aller à l'école tout seul." ungkapku dengan tersenyum menatap putriku Debora. (Selama Papa di Papua, Papa yang mengantarkan kamu sekolah Debora. Jika Papa sudah di Perancis untuk penugasan kamu boleh berangkat sekolah sendiri,) "Oui, écoute ce que dit ton papa, Deborah, enfant, ne désobéis pas aux ordres de tes parents. Après tout, c'est pour votre bien." ucap Tiara menimpali. (Iya dengarkan apa yang Papamu katakan Debora, sebagai anak jangan membantah perintah orabg tua. Toh itu juga demi kebaikanmu nak,) "Fine Pa, Fine Ma. Pardonnez à votre fils qui devient parfois rebelle ou rebelle mais je ne le pense pas comme ça. Je veux juste être indépendant, je ne veux pas trop déranger papa et maman," ungkap Debora dengan tersenyum. (Baik Pa, Baik Ma. Maafkan anakmu yang terkadang menjadi pembakang maupun pembantah tetapi aku tak bermaksud seperti itu. Aku hanya ingin mandiri, aku tak mau terlalu merepotkan Mama dan Papa,) "Papa ne se sent pas dérangé, mon fils, si tu es indépendant, tu peux y aller seul. Mais il faut être prudent sur la route," ucapku dengan tersenyum. (Papa tidak berasa di repotkan nak, jika kamu mandiri tak apa kamu berangkat sendiri. Tetapi kamu harus hati-hati di jalan,) "Merci Papa, Deborah cher Papa. Papa est le meilleur Papa," ungkap Debora dengan mengecup ke dua pipiku. (Terima kasih Papa, Debora sayang Papa. Papa adalah Papa terbaik,) "Deborah, regarde maman, fils, si quelqu'un te fait du mal. Tu cries ou tu te bats chérie," titah Tiara dengan semangat berapi-api. (Debora lihat Mama nak, jika ada yang jahatin kamu. Kamu teriak atau lawan sayang,) "Oui maman, merci maman pour ton amour et ton affection pour moi. Parce que maman tient vraiment à moi," ucap Debora dengan mengecup ke dua pipi Tiara. (Iya Mama, terima kasih Mama karena cinta dan kasih sayang Mama untukku. Karena Mama sangat peduli kepadaku,) Setelah selesai makan, aku dan Debora berpamitan kepada istriku. Bayu dan Brenda masih tertidur. Aku dan Debora, berpisah di persimpangan jalan. Tetapi entah kenapa perasaan aku tak tenang. Aku takut putri kesayanganku kenapa-kenapa sekali pun Debora bukan putri kandungku. Aku sudah menganggapnya putriku. Sungguh saja, aku sangat khawatir. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD