Kedatangan Debora di Jakarta

1003 Words
Setelah selesai berpamitan bersama keluarga kami, aku dan anakku beserta Bapak Panglima sedang bergegas untuk berangkat menuju bandara. Aku lihat dan tatap putriku, dari tatapan Debora selalu menatap rumah tetangga sebelah. Putriku menangis menatap Pemuda yang menurut putriku sangat tampan. "Sudah Debora, jangan menatap rumah tetangga sebelah terus. Nanti setelah di Jakarta kau juga akan berpaling," ucapku dengan tersenyum. "Tidak Papa, cintaku untuk pemuda itu tidak akan berubah. Aku sangat menyukainya dan mencintainya Papa," ungkap Debora dengan tersenyum. Di dalam pesawat, aku lihat putriku menatap langit dengan murung dan penuh kesedihan. Entahlah apa yang sedang dia pikirkan. Kenapa harus cinta yang harus putriku pikirkan? Masa depannya juga masih panjang, seharusnya prestasi dalam bidang akademis yang dia pikirkan. Jangan cinta lebih dahulu. Cinta usia dini sangat nggak baik, yang ada akan membuat kekecewaan yang sangat sakit dan terluka. "Waarom ben je mijn lieve dochter? Wees niet verdrietig zoon, probeer papa te zien. Je moet lachen schat," tanyaku dengan tersenyum. (Kamu kenapa putriku sayang? Jangan bersedih nak, coba lihat Papa. Kamu harus tersenyum sayang,) "Ik ben oké papa, omwille van mijn idealen die soldaat willen worden. Ik ben bereid dat papa mijn liefde niet ontmoet," ungkap Debora dengan senyuman yang menghiasi wajah cantiknya. (Aku tidak apa-apa Papa, demi cita-cita aku yang ingin jadi Tentara. Aku rela Papa nggak bertemu dengan cintaku,) "ああ、*の*さ、デボラ、あなたはまだ**です。*で、あなたが*が*しいなら、 Ā, watashi no yo-sa, debora, anata wa mada kodomodesu. Atode, anata ga ai ga hoshīnara," ucapku dengan menasehati putriku Debora. (Ya ampun Debora, kamu itu masih anak kecil nak. Nanti aja jika mau cinta-cintaan,) "はいパパですが、*が**の**、*とデートできますか? Hai papadesuga, watashi ga otona no baai, kare to dēto dekimasu ka?" tanya Debora dengan sangat antusias. (Iya Papa, tetapi jika aku sudah dewasa boleh kan pacaran dengannya?) "はい、できます。*を**した*です。あなたはただできる Hai, dekimasu. Gun o sotsugyō shita nochidesu. Anata wa tada dekiru,"jawabku dengan tersenyum. (Iya boleh nak, setelah lulus militer. Kamu baru boleh,) "パパ*は*いです、*は*ることができますか? Papa watashi wa nemuidesu, watashi wa nemuru koto ga dekimasu ka?" tanyaku dengan tersenyum. (Papa aku mengantuk, dapatkah aku untuk tertidur? ) "はい、**さん、*が*たいのならお*いします。**なる**、 Hai, musuko-san, musume ga netai nonara onegaishimasu. Shin'ainaru suimin," jawabku dengan mengelus rambut putriku. (Boleh nak, silahkan jika putriku ingin tertidur. Tidurlah sayang,) Akhirnya putriku Debora tertidur dengan sangat pulasnya, aku sangat mengatuk. Tetapi aku tak dapat tidur, tatkala aku ingin tertidur. Bapak Panglima, menepuk pundakku. "Чому ти Адріан? Чому твоє обличчя таке похмуре, Адріан? Chomu ty Adrian? Chomu tvoye oblychchya take pokhmure, Adrian?" tanya Bapak Panglima dengan tersenyum. (Kamu kenapa Adrian? Kenapa wajahmu murung sekali Adrian?) "Я дуже сонний, але не можу заснути. Хоч я так сонний, YA duzhe sonnyy, ale ne mozhu zasnuty. Khoch ya tak sonnyy," jawabku dengan tersenyum. (Aku sangat mengantuk, tetapi aku tak dapat tidur. Padahal aku sangat mengantuk sekali,) "У мене є снодійне Адріана, а не у вас проблеми зі сном. Спокійно, безпечно мати рецепт лікаря. Хочеш Адріана? U mene ye snodiyne Adriana, a ne u vas problemy zi snom. Spokiyno, bezpechno maty retsept likarya. Khochesh Adriana?" tanya Bapak Panglima dengan tersenyum. (Aku ada obat tidur Adrian, dari pada kau susah tidur. Kau tenang saja, aman ada resep dokternya. Apakah kamu mau Adrian?) "Чи можу я запитати пана Щоб я прийняв ліки, Chy mozhu ya zapytaty pana Shchob ya pryynyav liky," jawabku dengan tersenyum. (Bolehkah, saya minta Bapak. Untuk saya minum obatnya,) Setelah aku meminum obat, aku akhirnya dapat tertidur dengan sangat pulasnya. Aku terbangun setelah tiba di Jakarta. Aku, Debora dan Bapak Panglima TNI dari Bandara menuju kediaman Bapak Panglima TNI menaiki Taksi. Setibanya di rumah Bapak Panglima TNI, aku dan Debora dimasakan oleh istri Bapak Panglima TNI. Rupanya istri Bapak Panglima TNI sangat menyukai putriku Debora. Yang Ibu katakan, cantik seperti Boneka. Debora diperbolehkan untuk tidur satu kamar, tidur satu kamar dengan putri Bapak Panglima TNI. "Debora nanti tinggal dan satu sekolah dengan Jasmine," terang Ibu dengan tersenyum. "Baik Ibu, terima kasih banyak Ibu. Sudah baik kepada saya," jawab Debora dengan tersenyum. "Terima kasih banyak, karena Ibu sudah sangat baik sekali. Kepada saya dan putri saya," ucapku dengan tersenyum. "Sama-sama Adrian," jawab Ibu dengan tersenyum. "Adrian putrimu dari mana asalnya?" tanya Ibu dengan tersenyum. "Putriku Debora dari Neterland Ibu," jawabku dengan tersenyum. "Wah..., putrimu bisa bahasa Netetland dong?" tanya Ibu dengan tersenyum. "Tentu saja bisa Ibu, putri saya Debora dari Belanda. Tentu saja bisa," jawabku dengan tersenyum. "Debora selain Bahasa Belanda dan English bisa bahasa apa saja?" tanya Ibu kepada putriku Debora. "Saya bisa Bahasa Thailand, Korea, Jepang, Ukraina dan Prancis. Sekarang lagi belajar bahasa lain secara bertahap," jawab Debora dengan tersenyum. "Bisa ajarkan Ibu bahasa asing Debora?" tanya Ibu dengan tersenyum. "Bisa Ibu, Ibu ingin belajar bahasa apa?" tanya Debora dengan penasaran. "Saya ingin belajar Bahasa Korea dan Jepang dulu," jawab Ibu dengan tersenyum. "Ok baik Ibu," jawab Debora dengan tersenyum. Aku dan Debora, kini sedang berada di taman. Kawan-kawanku sesama Tentara menghampiri kami. Kami sangat senang sekali, tetapi kawanku yang ini agak aneh dalam menatap putriku Debora yang cantik ini. "Cantik sekali bro, siapa dia bro?" tanya Rusli dengan tersenyum ke arah aku. "Anak gadis saya bro!" jawabku dengan singkat padat dan jelas. "Anakmu bukannya masih SMP?"tanya Rusli dengan keheranan. "Iya ini Debora putriku, masih kelas satu SMP sepantaran dengan anak bungsu Bapak Jenderal," jawabku dengan tersenyum manis. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD