“Yah…! Jya awas kamu kalau kita ketemu-/”
“Hilih mati.” Nadia mendesah pasrah Jya sudah menutup panel video callnya dan tersisa Rifa, Zika dan dirinya.
Rifa dan Zika tidak bisa menyembunyikan tawanya melihat Nadia yang diabaikan oleh Jya.
“Bulli aja aku terus. Nanti kalau aku duluan nikah aku yang bakal ketawa paling keras,” rajuk Nadia.
“Ih bocah kita sudah ngomong nikah-nikahan, Rif!” lapor Zika mengadu pada Rifa.
“Bocah pintar kita memang suka gitu, suka halu maksudnya,” timpal Rifa.
Sebelum Nadia akan membalas ucapan Rifa dan Zika, mereka lebih dulu menutupi panel mereka meninggalkan Nadia yang otomatis panelnya pun mati sendiri.
Beberpa tahun berikutnya.
Sebuah pesan menyampaikan untuk sebuah pertemuan di ulang tahun kampus yang juga mengundang alumni dari kampus itu.
Harapan Jya adalah dia dapat bertemu dengan Barra kembali. Setidaknya di dalam benaknya. Jya masih mencintai Barra dan berharap Barra pun memiliki perasaan yang sama terhadapnya.
Jya pergi sendiri terbang ke Malaysia untuk menghadiri acara kampusnya itu, karena memang hanya dia yang merupakan lulusan dari univeritas Malaysia diantara ke empat sahabatnya yang lain.
^.^
Sekarang Jya menjadi seorang designer sekaligus creator mural yang menyediakan design dan aplikatornya.
Setelah Jya lulus dan pulang ke Indonesia. Jya benar-benar tidak mau lagi menuruti perkataan sang Kakak. Dia menolak untuk ditawarkan kerja di salah satu firma hukum terkenal yang setelah Jya selidiki memiliki hubungan erat dengan mantan suami Aleta.
Jya membaca lebih dulu maksud tersenyum Aleta yang memaksa dirinya untuk bekerja di firma hukum itu.
Jya tidak ingin jadi inang yang dimanfaatkan oleh Aleta lagi. Apalagi jika terjadi sesuatu Aleta pasti tidak akan berpikir panjang untuk menjadikan Jya sebagai kambing hitam agar dia tidak memiliki kesalahan sedikitpun di muka public.
Jya tidak mau lagi dibodoh-bodohi oleh Kakaknya yang licik itu. Walau kali ini dia harus benar-benar memutuskan untuk mengecewakan sang Ibu dan Ayahnya, karena tidak menuruti apa yang mereka kira baik itu.
Kedua orang tuanya kembali lagi termakan ucapan berbisa Aleta untuk membujuk Jya mau berkerja di kantor firma hukum yang dia tuju.
Saat Jya menolek. Aleta marah dan mengatai Jya bukan anak yang berbakti dan anak yang pembangkang, tidak tahu terimakasih juga tidak tahu diri. Segala perkataan buruk saat itu Jya terima dari bibir sang Kakak dihadapan kedua orang tua mereka.
Kedua orang tua itu hanya memandang Jya dengan tatapan sedih dan kecewa karena Jya tidak menuruti permintaan mereka.
“Sampai kapan aku harus mengalah? Dan menuruti perkataan Kak Alet?” Jya bertanya dengan tatapan datar pada tiga orang yang dia hormati itu. Dia ingin berteriak seperti yang Aleta lakukan di depannya. Berteriak sekeras-kerasnya mengeluarkan ungkapkan yang dia simpan di dalam benaknya.
“Apa katamu?! Ini juga permintaan Ibu dan Ayah!” Aleta membalas pertanyaan Jya dengan suara keras sekali lagi.
^.^
“Anak pembangkang!”
“Apa kamu tidak berpikir bagaimana keinginan Ibu dan Ayah yang mau kamu kerja di sana! Tapi kamu menolak gitu aja!”
“Bodoh kamu, Jya!”
Sebagian dari kata-k********r Aleta pada Jya di depan Ibu dan Ayah yang terdiam memandangi Jya tanpa mengatakan apapun.
Patutkah seperti itu?
Keadaan seperti kedua orang tua Jya tidak mampu berkomentar apalagi berkutik saat Aleta sudah mengeluarkan suaranya sebagai Kakak Jya yang memiliki hak penuh atas hidup adiknya itu.
Seakan mereka sudah menyerahkan seluruhnya pada Aleta, dan kini Aleta punya hak untuk mengatur, memarahi, memberikan arahan, memberikan pendapat yang tidak dapat ditolak bahkan itu adalah sebuah ultimatum yang tak terbantahkan.
Tapi dipandangan Abyan dan Sarah, Aleta adalah seorang Kakak yang baik, pengertian, dan sempurna untuk mendidik sang Adik.
“Yah, izinin Jya buat kuliah di UGH ya nanti?”
“Yah. Jya pengen lanjut kuliah kedokteran. Ayah setujukan?”
“Ibu? Ibu kasih izinkan?”
“Masa Kak Alet bisa kuliah ke tempat yang dia mau, sedangkan aku gak bisa.”
“Bisalahkan?”
Impian yang sudah dirancang oleh Jya untuk masa depannya, hancur seketika setelah ucapan sang Ibu menggema di telinga Jya.
“Nanti Kakak kamu yang memutuskan tempat kuliah kamu dimana. Kabarnya sih dia nyuruh kamu ambil Hukum, di Malaysia.”
“Bagus loh, Dek.”
“Kalau Kakak kamu yang sudah memutuskan, Ibu sama Ayah ikut aja. Pasti yang dia aturakan buat kamu itu yang terbaik.”
“Iya, lagian kamu itu belum tentu berhasil kalau kuliah di universitas sembarangan.”
Jya tercengang mendengarkan penuturan Ibu dan Ayahnya yang tampak senang dengan keputusan anak pertama mereka untuk masa depan sang Adik.
Sekali lagi Jya tidak dapat pergi ke tempat yang dia inginkan untuk melanjutkan pendidikannya, itu semua karena sang Kakak yang akan melakukan segala cara agar dirinya tetap kalah hingga pada akhirnya menurut.
Tapi kali ini, Jya sudah dapat berpikir dengan baik dan berdiri teguh pada keinginannya walau itu bukan mimpinya.
Dia terus melakukan hal yang bertentangan dengan sang Kakak.
“Gunakanlah pakaian yang terlihat bagus untuk tubuhmu itu! gunakan gaun berwarna maroon berbahan satin sangat cocok untukmu!”
Maka Jya akan menggunakan gaun berwarna hitam berlengan panjang serta heels hitam untuk memadu padankan tampilannya. Minim aksesoris dan juga make up natural yang memiliki kesan dingin dan tajam yang dapat mengintimidasi. Dengan begitu Jya mampu menampilkan bahwa fashion yang dia miliki tidak buruk, malah berkesan elegan. Berbeda dengan tampilan yang ditentukan oleh Aleta, yang dibayangkan saja oleh Jya sudah sangat mengerikan. Tampilan Jya pasti akan sangat buruk jika dia mengikuti kehendak sang Kakak karena Aleta tidak pernah ingin dikalahkan oleh Jya dalam urusan apapun termasuk dalam berpenampilan.
Jya yang tidak banyak berbicara, tapi dia terus melakukan tindakan dengan wajah datar melakukan semua yang bertentangan dengan kehendak sang Kakak.
“Dia tidak meminum jus, karena dia biasa meminum wine.”
Maka Jya akan meminum jus yang ada di sana sekalipun itu jus dari buah yang dia benci.
“Jya akan bekerja sebagai seorang pengacara.”
“Aku seorang designer dan penulis.”
Jya tidak segan untuk meluruskan ucapan sang Kakak dimuka umum untuk membuat sang Kakak tidak terus menerus menjadikannya boneka Barbie.
Jya benar dengan kata-katanya, dia tidak akan berkerja di tempat yang Kakaknya itu rekomendasikan untuknya.
Harapan pertama dan harapan kedua, bertemu secara tidak sengaja kembali di kampus saat menghadiri undangan ulang tahun kampus. Jeyana mengetahui bahwa sang mantan dan kekasih sudah menuju tahap pernikahan. Saat itulah Jeyana berhenti untuk berharap.
Malam acara ulang tahun kampus juga menambah kehancuran harapan Jeyana. Sebuah kejadian dimana seorang dosen tidak sengaja menginjak gaun Jeyana dan membuatnya jatuh terjerembab.
Jeyana Vina Zora, salah satu dari 5 wanita bersahabat bernama Zika, Ema, Rifa, Nadia. Jeyana mereka seangkatan, melakukan banyak hal bersama saat masa sekolah. Tapi setelah satu persatu sahabat itu menikah dan memiliki anak, hanya Jeyana sendiri yang belum melakukannya. Jangankan untuk menikah, berpacaran saja Jeyana tidak melakukannya.
Jeyana seorang designer sekaligus creator mural. Lulusan sarjana hukum tapi tidak dia gunakan.