"Rhys—"
Isla termenung saat melihat kilauan berwarna biru di kedua mata milik Rhys. Gadis itu masih terdiam selama beberapa saat bahkan ketika Rhys sudah berdiri dari posisinya dan berjalan mendekat padanya.
"Matamu—" Kedua tangan milik Isla sudah terangkat dan hampir menyentuh wajah Rhys namun pria itu dengan segera menahannya di udara.
"Kau pernah melihat ini sebelumnya, kan?" ujar Rhys.
"A-ah, iya maaf." Isla segera menarik tangannya dari Rhys. "Aku melihatnya sewaktu melihatmu yang pertama kali berubah wujud. Iya, kan? Hanya saja, warna biru safir yang ada di matamu itu terlihat sangat indah," ujarnya.
Rhys hanya tersenyum. "Tadi kau memanggilku. Ada apa?"
"Ah, itu. Aku sudah menyiapkan makan malam. Ibuku belum juga pulang jadi aku menyiapkan makan malam."
"Kau menyiapkannya sendiri? Harusnya kau meminta bantuanku. Mungkin aku bisa membantumu walaupun sedikit," ujar Rhys.
"Sudahlah, tidak apa-apa. Ayo turun ke bawah," ajak Isla. Ia dan Rhys pun berjalan ke bawah untuk makan malam.
"Wah, kau menyiapkan semua ini sendirian? Kau pasti lelah." Rhys mendudukkan tubuhnya di salah satu kursi yang berhadapan dengan Isla.
"Kuharap kau menyukai masakanku, hehe. Memang tidak seenak buatan ibuku tapi semoga saja kau menyukainya, ya."
Di tengah kegiatan makan malam mereka, samar-samar Isla mendengar suara mobil yang memasuki garasi di rumahnya. Dan benar saja, tidak lama kemudian Maria memasuki rumah.
"Ah, kalian sedang makan malam rupanya. Maaf ya, jalanan agak macet tadi jadi aku agak terlambat," ujar Maria.
"Tidak apa-apa. Isla sudah menyiapkan makan malam," ujar Rhys.
Maria tersenyum, "Itu bagus. Kalau begitu aku akan membersihkan tubuh." Usai mengatakannya, Maria pergi dari sana untuk membersihkan tubuhnya.
"Tapi, Rhys. Aku ingin menanyakan sesuatu padamu. Apa matamu itu ... hanya akan berubah saat purnama? Maksudku berubah menjadi warna biru safir seperti tadi," ujar Isla.
Kepala Rhys mengangguk perlahan. "Tidak hanya padaku, tapi yang lainnya juga. Kadang berubah menjadi merah sama seperti ketika sedang dalam keadaan marah. Tapi kurasa karena sedang berada di bumi, jadi warna matanya berubah biru. Karena jika di Betelgeuse, warna mata kami akan berubah menjadi merah," jelas Rhys.
"Ah, begitu. Kalian benar-benar mengagumkan. Kupikir saat purnama kekuatanmu akan ikut terpengaruh, misalnya jadi bertambah kuat atau pun sebaliknya, kau menjadi sedikit lemah dari biasanya ketika purnama tiba dibanding saat hari-hari biasa."
"Tidak ada pengaruhnya sama sekali bagi kekuatan kami, hanya warna mata yang berubah, tidak lebih. Biar kutebak, kau pasti melihat hal seperti itu dari film-film lagi," tebak Rhys yang membuat Isla langsung tertawa.
***
"Kau melihat Tao?" Herc bertanya pada Aric yang tengah memainkan gumpalan salju di tangannya.
"Tao? Kurasa tadi aku melihatnya ke arah sana." Aric menunjuk salah satu arah menggunakan dagunya.
"Ke sana? Baiklah." Herc berjalan mengikuti arah yang ditunjuk oleh Aric dan pria itu menemukan Tao yang tengah berdiri di tepi danau.
"Sedang apa kau di sini sendirian?" tanya Herc.
"Apapun yang aku lakukan, itu sama sekali tak ada urusannya denganmu," jawab Tao.
"Kau selalu saja seperti itu. Dan kurasa ucapan Kai memang benar. Kau akhir-akhir ini sering menyendiri dan melamun. Apa ada sesuatu yang mengganggumu? Kau baik-baik saja?" Herc menyentuh salah satu bahu Tao namun tangannya langsung ditepis oleh pria itu.
"Tinggalkan saja aku sendiri," ujar Tao.
Herc melirik pria di sebelahnya lalu membuang napas pelan. "Kau memang agak menyebalkan sejak dulu." Ia berujar. "Keluargamu akan baik-baik saja di Betelgeuse, Tao. Tak perlu ada yang kau khawatirkan. Raja masih ada bersama dengan mereka dan itu akan membuat mereka aman.
"Aku tidak membutuhkan nasehat darimu, jadi pergilah. Aku hanya ingin sendiri."
Herc menggelengkan kepalanya dan ia menepuk-nepuk bahu Tao sejenak sebelum akhirnya ia pergi, meninggalkan Tao yang memang sedang ingin sendiri.
"Aku hanya ingin mengetahui caranya. Karena aku yakin, jika sampai kalian membuat bumi ini benar-benar hancur, maka itu tidak ada pengaruh apa-apa untuk Betelgeuse."
Ucapan Isla masih bisa diingat oleh Tao bahkan setelah beberapa hari setelahnya.
"Aku ingin memastikan kalau apa yang ada di buku itu, memang berisi tentang Betelgeuse. Di sana pasti sudah tertulis jika suatu hari nanti Betelgeuse akan redup dan kemungkinan terburuknya akan hancur. Tapi pasti ada cara, bagaimana mempertahankan bintang itu tanpa harus merebut habis kekuatan dari planet atau bintang yang lain."
"Cara lain tanpa merebut energi dari planet dan bintang lain?" Tao bergumam. "Bahkan jika Betelegeuse hancur dengan kehidupan di dalamnya, dia akan berubah menjadi sebuah bintang lain yang bisa membahayakan apapun yang berdekatan dengannya karena gaya gravitasi yang sangat kuat. Gadis itu terlihat benar-benar serius saat mengatakannya, padahal ia hanyalah manusia biasa yang begitu lemah dan tak memiliki kekuatan apa-apa."
Tao menatap pantulan dirinya yang ada di dalam air danau yang tenang. Kedua matanya lalu menatap pantulan bulan yang tengah bersinar dengan terang di sana.
Bahkan bulan, benda langit kecil itu bisa mempengaruhi lautan yang ada di bumi.
Petir tiba-tiba terdengar menggelegar. Tao menengadahkan kepalanya dan ia melihat seekor burung phoenix api berwarna merah yang berukuran besar mendekat. Hugo dan Kai terlihat sudah kembali.
"Aku menemukan sesuatu yang cukup kuat yang terkubur jauh di bawah permukaan tanah yang kita injak," ujar Hugo.
"Kemungkinan, inti bumi itu sangat panas dan menyimpan energi yang sangat besar di sana," sambung Kai.
"Jadi, maksudmu kita akan pergi menuju ke inti bumi?" tanya Herc.
"Tidak untuk saat ini, Herc. Suhu di bawah sana sangatlah panas dan kita tak tahu caranya agar ke sana. Kita bisa mendapatkan inti itu." Kai kembali berujar, "Jika kita menghancurkan semua permukaan bumi, maka kita bisa dengan mudah mendapatkan intinya. Itu pun jika Betelgeuse masih kuat bertahan selama itu. Bumi ini luas dan kita tak bisa menghancurkan seluruhnya sekaligus."
"Bagaimana jika Betelgeuse tidak bisa bertahan?" tanya Aric. Gumpalan salju yang sedari tadi berada di tangannya perlahan menghilang.
"Itu bukanlah hal yang sulit," ujar Hugo. Jika kita kehilangan Betelgeuse dan juga berhasil menghancurkan bumi, yang perlu kita lakukan adalah mencari tempat lain untuk ditinggali dan membangun kehidupan di sana. Karena Betelgeuse tak mungkin bisa ditinggali lagi mengingat dia akan berubah menjadi sebuah bintang yang berukuran lebih kecil tapi beribu-ribu kali lipat lebih menakutkan, atau kemungkinan yang kedua adalah bintang itu akan menjadi sebuah lubang hitam di galaksi dan itu sama-sama tak bagus," jelasnya.
"Membutuhkan waktu lama untuk membuat sebuah peradaban yang baru. Tapi selama buku itu masih berada di tangan kita, semuanya akan baik-baik saja. Di sana kita bisa tahu apa saja yang dibutuhkan untuk ketahanan sebuah bintang dan juga planet. Jadi, Tao, aku minta kau jangan mengeluarkan buku itu dan menunjukkannya kepada siapapun," ujar Kai seraya menatap Tao yang berdiri tak jauh darinya.
Tak ada kalimat yang keluar dari mulut Tao sebagai balasan dari ucapan Kai barusan. Tao hanya menatap teman-temannya selama beberapa saat sebelum akhirnya ia pergi dari sana.
—TBC