37. Kegelisahan Teresa

1027 Words
"Aku sudah tidak kuat lagi." Isla menjatuhkan kedua lututnya di atas permukaan salju. Bibirnya sudah terlihat semakin pucat seiring dengan semakin turun suhu tubuhnya. Angin yang bertiup cukup kencang dan seolah mengiris setiap permukaan kulitnya. Kedua tangan Isla mengepal kuat salju-salju di sekitarnya. Ia tak berhasil menemukan Rhys dan pria itu pun tak berhasil menyusulnya, entah apa yang telah terjadi. Namun di tengah perasaan putus asanya, Isla melihat sesuatu yang berada di kejauhan. Kedua matanya lalu menyipit, mencoba mengenali objek itu sebelum akhirnya ia bangkit dan dengan sekuat tenaga gadis itu bangkit dari posisinya dan berlari ke sana. "RHYS!" Isla langsung mengangkat tubuh Rhys yang sudah dingin. Gadis itu menjatuhkan air matanya saat pria yang ada di pangkuannya itu benar-benar tak meresponnya sama sekali. Ia menyentuh salah satu pergelangan tangan daj juga leher milik Rhys, memeriksa apakah masih terdapat denyutan nadi di sana dan beruntung karena denyut itu masih ada. Isla segera melepas pakaian milik Rhys yang dikenakannya lalu gadis itu memakaikannya pada tubuh Rhys. Mungkin tak begitu membantu, namun setidaknya Isla tak ingin kehilangan suhu tubuh Rhys lebih banyak lagi. "Bertahanlah, Rhys. Kau pasti bisa." Isla meletakkan salah satu tangan Rhys di bahunya dan berusaha memapah pria itu namun tenaganya tidak sebanding. Badai salju mulai datang, membuat penglihatan Isla semakin mengabur dan gadis itu semakin tak bisa mengendalikan keseimbangan badannya hingga ia beberapa kali jatuh saat ada angin yang menerpanya. Sepasang sepatu terlihat di saat yang bersamaan. Isla perlahan mendongakkan kepalanya dan melihat siapa yang datang ke sana. "Ta-Tao ... " Suara Isla terdengar bergetar. "Pergilah, dan pastikan kalian berdua baik-baik saja nanti." tiba-tiba Tao berujar. "Dan satu lagi, jangan beritahu siapapun tentang ini. Tidak terkecuali dengan Rhys." Belum sempat Isla mencerna maksud dari perkataan pria itu, tiba-tiba ia merasa waktu di sekitarnya melambat dan di detik berikutnya ia sudah mendapati dirinya ada di halaman rumahnya. Ia dan Rhys langsung jatuh ke permukaan rumput. "Ya Tuhan, Isla!" Maria langsung menjatuhkan selang air yang ada di tangannya dan wanita itu langsung menghampiri Isla dan juga Rhys yang tiba-tiba berteleportasi kembali ke sana. Maria begitu terkejut saat melihat luka-luka yang ada di sekujur tubuh putrinya dan juga Rhys. "Tubuh kalian dingin sekali." Maria segera membantu Isla berdiri dan membawa gadis itu ke dalam rumah terlebih dahulu, sebelum akhirnya ia membantu Rhys. *** Teresa langsung memutar kursinya menghadap ke jendela begitu samar-samar ia mendengar suara gelegar petir di kejauhan. Padahal langit di Goteborg saat ini masih cerah dan matahari yang masih terbenam masih bisa dilihat dengan jelas. "Padahal tak ada awan hitam di sekitar sini." Teresa berjalan ke jendelanya yang terbuka lebar dan menatap ke sekitarnya yang semuanya masih tampak baik-baik saja dan normal seperti biasanya. "Entah akan ada apa lagi yang terjadi nanti, kuharap itu bukan hal yang buruk. Dunia benar-benar seperti sedang menggila saat ini. Aku harap semuanya akan kembali seperti semula secepatnya," ujar Teresa sebelum akhirnya ia menutup jendela kamarnya begitu merasa kalau angin yang berembus sedikit lebih kuat dari yang beberapa saat yang lalu. "Teresa, apa kau sudah selesai mengerjakan tugasmu?" Tiba-tiba suara ibunya terdengar dari luar kamar. "Ya, Bu. Aku baru saja selesai. Ada apa?" Teresa lalu berjalan menuju pintu kamarnya dan membukanya agar ia bisa berbicara dengan sang ibu yang sudah berdiri di balik pintu itu. "Aku ingin meminta tolong." Sang ibu lalu memberikan secarik kertas berisi daftar belanjaan untuk makan malam. Karena ibunya mengeluh tak enak badan dan tak bisa belanja ke luar karena udara yang dingin, akhirnya ia menyuruh putrinya yang pergi. Cuaca yang berubah-ubah secara drastis dan juga mendadak membuat beberapa orang mengalami penurunan kesehatan hingga hal itu cukup mengganggu aktivitas sehari-hari mereka. Teresa menunggu lampu berganti sebelum menyeberang bersama dengan beberapa orang di sekitarnya. Hingga ia melihat ke arah salah satu mobil dan melihat sang pengemudi. Kedua alis milik gadis itu seketika saling bertaut. "Itu kan ... Tante Maria?" batinnya. Tiba-tiba lampu sudah berganti dan Teresa tersadar dari aktivitasnya dan ia segera menyeberang bersama dengan orang-orang yang ada di sana. "Padahal dia tadi tidak ada di rumahnya. Kemungkinan sekarang dia sudah pulang. Apakah itu artinya, kalau Isla juga bersamanya? Apa Isla juga sudah pulang?" Teresa kembali membatin. Sejujurnya ia ingin langsung pergi ke rumah Isla untuk memastikannya sendiri namun sayangnya ia tak bisa melakukan itu karena kesehatan ibunya sedang menurun dan ia tak bisa meninggalkan ibunya sendirian di rumah, terlebih lagi sang ayah belum pulang dari kantor, membuat Teresa harus tetap berada di rumah. Selain itu Teresa juga sudah mendapat peringatan dari sang ibu agar ia tetap berada di rumah untuk beberapa hari ke depan, apalagi ketika hari sudah sore. Dan hingga malam tiba ibunya tak mengizinkan Teresa pergi ke luar seperti biasanya karena khawatir dengan cuaca yang sedang tak baik-baik saja. Ia tak mau Teresa juga ikut sakit menjelang ujian tengah semester sebelum liburan musim panas. Namun sepertinya liburan musim panas kali ini menjadi bahan keraguan sebagian besar orang. Mereka yang biasanya berlibur ke pantai, mendadak berpikir dua kali mengingat saat ini hujan salju tiba-tiba saja turun, padahal suhu sedang naik dan menjelang musim panas cuaca memang agak panas dari biasanya namun kali ini justru sebaliknya dan itu cukup mengganggu. Banyak sekali orang yang menyayangkan hal ini, sekaligus menaruh waspada, berjaga-jaga jika terjadi sesuatu jika mereka nekat pergi berlibur di saat cuaca di Bumi sedang menggila seperti sekarang. *** Kedua mata Isla mengerjap sebelum benar-benar terbuka sempurna. Ia menatap ke sekitarnya dan mendapati kalau ia memang berada di dalam kamarnya. "Kau sudah sadar?" Isla menatap Maria yang masuk ke dalam kamar dengan nampan berisi makanan. "Syukurlah. Aku benar-benar lega melihatmu membuka kedua matamu lagi. Ibu benar-benar sudah tidak berpikir dengan benar dan takut terjadi sesuatu yang mengerikan padamu," ujar Maria. Ia memeluk Isla selama beberapa saat sebelum akhirnya melepasnya. "Lalu di mana Rhys? Apa dia baik-baik saja?" tanya Isla cemas. "Rhys belum sadar. Lukanya benar-bebar cukup serius dan itu tidaklah sedikit. Dia pasti melawan seseorang dengan kekuatan yang sangat kuat. Saat ini dia belum sadar. Ibu hanya bisa membeli obat-obatan untuk kalian, karena aku terlalu takut jika sesuatu yang buruk akan terjadi lagi jika aku membawa kalian ke rumah sakit," ujar Maria. "Tapi setidaknya kalian berdua sudah kembali ke sini dan itu benar-benar membuatku sangat bersyukur." —TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD