7. Di Tengah Kota

1077 Words
"Kenapa anak anjing itu selalu menunjukkan tatapan yang aneh? Warna bola matanya bisa berubah, kadang berwarna biru, lalu berubah menjadi merah." "Kau kenapa?" Maria bertanya pada Isla begitu menyadari kalau putrinya sedari tadi hanya melamun. Isla mengerjap, lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Hehe. Tidak ada." "Kalau begitu bukalah pintunya. Kedua mata Isla kembali berkedip dua kali. "Ha?" "Dari tadi belnya berbunyi. Kau benar-benar tidak dengar, ya? Ya ampun." Maria membuang napas pelan seraya menatap putrinya. Ia menyimpan beberapa sayuran ke dalam kulkas. Sementara Isla bergegas membukakan pintu dan gadis itu tersenyum begitu melihat sesosok wanita yang ada di baliknya. "Bibi ... " Isla langsung berhambur ke dalam pelukan wanita yang baru saja ia panggil bibi itu. "Kupikir kau tidak ada di rumah," ujar sang bibi begitu pelukan mereka terlepas. "Kakak~" Seorang anak laki-laki berusia sekitar empat tahun muncul , membuat senyuman Isla kian melebar. "Jason!!" Isla tampak girang dan langsung mengangkat tubuh anak itu dengan semangat. Anak bernama Jason itu tampak senang dan bahkan melingkarkan kedua tangannya di leher Isla, memeluk gadis itu dengan begitu erat. "Kurasa dia sangat merindukanmu." Sang Ibu berujar. "Ah, benarkah? Kalo begitu ayo masuk. Ya ampun, Kakak juga sangat merindukanmu." Isla mempersilakan tamunya untuk segera masuk dengan Jason yang masih berada di dalam gendongannya. "Siapa yang datang?" Maria berjalan keluar dari dapur begitu mendengar suara tawa anak kecil. "Bibi," jawab Isla seraya meletakkan tubuh Jason di sofa. "Kakak sedang apa?" Wanita yang merupakan adik Maria itu bertanya. "Ah, aku baru saja pulang berbelanja dan baru saja selesai beres-beres." "Kenapa Paman tidak ikut?" Isla beranjak dari posisinya dan berjalan menuju dapur untuk membuatkan minum. "Ah, pamanmu itu masih seperti biasanya. Dia lebih memilih pergi memancing dengan teman-temannya. Dasar kakek-kakek." Jason tiba-tiba turun dari sofa dan berlari menyusul Isla ke dapur. "Kakak, ayo pergi ke luar!" ajaknya seraya menarik-narik ujung baju yang dikenakan oleh Isla. Isla segera menyelesaikan pekerjaannya membuat minum dan menyiapkan makanan ringan, lalu berjongkok menyamai tinggi Jason. "Kau mau pergi ke mana, hm?" Isla bertanya. "Aku ingin jalan-jalan!" Jason menjawab dengan penuh semangat, membuat Isla gemas sendiri dan gadis itu mengusap puncak kepala Jason. "Baiklah, Tuan. Mari pergi jalan-jalan bersama!" Jason langsung bersorak gembira, membuat dua orang tua yang ada di sana ikut tertawa. "Jason, kau tidak seharusnya memaksa Isla seperti itu. Bagaimana jika ternyata Kak Isla sedang sibuk dan banyak tugas dari sekolahnya, hm?" "Haha. Tidak apa-apa, Bi. Hari ini aku memang sedang tidak banyak tugas. Karena hari ini aku libur, jadi ayo kita jalan-jalan, Jason! Cuaca di luar sedang bagus!" ajak Isla. "Kalau begitu aku izin membawa Jason keluar ya, Bi." "Baiklah. Ingat, Jason. Jangan nakal dan jagan membuat Kak Isla kerepotan. Paham?" Jason mengangguk dengan semangat. "Siap!" Isla kembali mengusap kepala Jason. "Kalau begitu kami pergi dulu." Ia dan Jason berpamitan. *** "Kakak~ aku ingin es krim!" Jason menunjuk sebuah toko es krim yang ada di seberang. "Es krim? Ah, baiklah. Ayo, kita beli es krim!" Isla segera menggenggam tangan Jason dan membawanya menyeberang. Setibanya di sana, Jason langsung berlari ke dalam, membuat Isla tertawa pelan. "Kau mau es krim apa, hm?" Isla menatap menu es krim yang ada di sana. "Aku ingin es krim cokelat!" ujar Jason. "Baiklah. Kalau begitu tolong dua es krim cokelat." Isla segera memesan. Kurang dari tiga menit, es krim pesanan mereka sudah siap. Jason tampak begitu senang dan anak itu menikmati es krimnya hingga mulutnya penuh dengan cokelat. "Bagaimana rasanya enak? Kau suka?" tanya Isla seraya mengelap mulut Jason dengan selembar tisu yang dibelinya tadi. Namun bersamaan dengan itu, ia merasa perutnya mendadak tak nyaman. Gadis itu membuang napas kasar dan membawa Jason ke suatu tempat. "Jason, kau bisa tunggu di sini? Perut Kakak tiba-tiba sakit. Jangan pergi ke manapun, paham? Jika ada sesuatu, Kakak ada di toilet di dalam." Isla menunjuk ke belakangnya. "Iya, Kak." Jason mengangguk. Anak itu lalu duduk di sebuah bangku panjang yang ada di sana seraya menikmati es krim miliknya yang belum habis. Lima belas menit setelahnya, Isla kembali dari toilet. Kedua mata gadis itu membulat begitu tak melihat keberadaan Jason di sana. Dengan segera ia bergerak mencari Jason dan ia melihat anak itu sudah merengek-rengek hampir menangis, entah kenapa. Hal itu membuat Isla semakin cemas dan gadis itu langsung berlari mendekatinya. "Astaga, aku mencarimu. Ada apa ini?" Isla segera memeluk tubuh Jason dan menatap seseorang yang ada di sana. "Paman itu mengambil es krim milikku!" Jason terisak pelan. Paman? Kedua alis Isla saling bertaut menatap sosok yang berada tidak jauh di depannya. Seorang laki-laki tampak sibuk menikmati es krim. Tubuhnya tinggi, kulitnya putih, dengan rambut berwarna cokelat terang. Isla mendengkus dan segera berjalan mendekati lelaki itu. "Maaf, Tuan. Kudengar Anda yang sudah mengambil es krim milik anak ini. Kenapa Anda melakukannya?!" tanya gadis itu setengah kesal. Ia tak habis pikir, bisa-bisanya ada orang dewasa yang merebut es krim milik anak kecil dan memakannya sendiri dengan raut tanpa dosa. "Hei! Kau mendengarku atau tidak?!" bentak Isla. Gadis itu semakin kesal saat ia diabaikan. Lelaki itu lalu menoleh, membuat Isla terdiam setelahnya. "Lalu apa? Aku hanya memintanya, kan?" Lelaki itu berujar santai. Isla mengerjap pelan dan kembali memasang raut wajah kesal. "Apa kau bilang? Lalu kenapa kau tidak membelinya sendiri?" Gadis itu menatap penampilan lelaki di depannya. Lelaki itu tak terlihat dari keluarga miskin, jadi mustahil jika dia tak bisa membeli es krim. "Aku tak punya uang." Lelaki itu kembali berujar dengan raut wajah yang semakin membuat Isla kesal. "Ya Tuhan, kenapa aku bisa bertemu dengan manusia sepertimu?!" Isla mendengkus kasar. "Jason, ayo. Kakak akan membelikanmu es krim yang baru." Gadis itu menarik tangan Jason dan membawa anak itu pergi dari sana. Di tengah perjalanan kembali ke toko es krim, mereka berdua berpapasan dengan pemuda lain. Kedua mata Isla tanpa sengaja bertumbuk dengan pandangan lelaki itu. Gadis itu mendadak termenung hingga langkahnya berhenti. Dia... "Kakak?" Jason menggoyangkan tangan Isla hingga gadis itu tersadar dari lamunannya. "Ah, ya? Ada apa?" "Ponsel Kakak berbunyi dari tadi," ujar Jason seraya menatap saku jaket milik Isla. "Oh, benarkah?" Isla segera merogoh saku jaketnya dan melihat siapa yang menelepon. Rupanya itu panggilan dari ibunya. "Ya, ada apa, Bu?" ujarnya begitu menempelkan ponselnya ke telinga. Sementara Isla menelepon, Jason tampak melihat-lihat keadaan di sekitar. Anak itu lalu menoleh ke belakang, tampak dua orang pria menatap ke arahnya. Salah satu dari mereka tampak tersenyum padanya. Lelaki yang memiliki sepasang mata berwarna biru safir itu tampak melambaikan tangan padanya. Hingga tanpa sadar, Jason ikut tersenyum.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD