Episode 7

1298 Words
Episode 7 #Kasandra Atasan sialan Sudah hampir satu jam Kasandra berdiri tanpa melakukan apa-apa. Sejak tadi, siapapun yang masuk ke ruang kerja Luiz, menatap Kasandra dengan tatapan iba. Kasandra tidak berniat menyerah meskipun kakinya mulai sakit akibat terlalu lama berdiri. Leon masuk membawa beberapa minuman dingin di tangannya. Tanpa menatap ke arah Luiz, Leon langsung menghampiri Kasandra. "Apa kau haus? Maaf kau harus jadi tawanan meski tidak berada di dalam penjara." ujar Leon. "Saya tidak haus pak Leon. Terimakasih untuk perhatiannya." Luiz mendengus. "Kalau kau tidak tega melihatnya jadi tawanan, kau bisa memecatnya sekarang juga. Jangan lupa Leon, dia berada di sana atas sikap keras kepalamu." Leon sudah bersiap menghampiri Luiz saat dengan sigap Kasandra memegang tangan laki-laki itu. "Ku rasa aku sedikit haus." ujar Kasandra. Leon mengurungkan niatnya dan membantu Kasandra membuka minuman kaleng yang dia bawa. "Kau tidak lelah?" tanya Leon. "Sedikit, bekerja keras adalah keahlian ku. Jangan menatapku seperti itu pak Leon." pinta Kasandra. "Aku suka kau kembali bersikap biasa. Tapi apa bisa kau memanggilku dengan nama saja? Embel-embel pak rasanya tidak pantas diucapkan oleh orang yang sudah dua kali menyelamatkan nyawaku." ujar Leon dengan penekanan di akhir kalimat. Luiz tampak tertarik dengan pembicaraan Leon dan Kasandra. Tapi tentu saja, laki-laki itu tidak menunjukkannya secara terang-terangan. Tak berapa lama, telepon Luiz berbunyi. Randy mengabarkan kalau Raisa ingin menemuinya. Tanpa pertimbangan apapun, Luiz meminta Randy membawa Raisa ke ruang kerjanya. Leon yang tidak tau apa-apa, tetap menemani Kasandra. "Hai apa kau sudah siap?" tanya Raisa begitu melihat Luiz. Tapi tak lama kemudian gadis itu menghentikan langkah saat melihat Leon yang tengah berbicara dengan Kasandra. "Kau datang?" tanya Leon. Laki-laki itu menghampiri Raisa dan memintanya duduk. "Cih kau berlagak seperti ruangan ini adalah ruang kerjamu." sindir Luiz. Raisa masih tidak bicara. Gadis itu tampak iba melihat Kasandra yang tengah memijat kakinya sambil berdiri. Alih-alih menanggapi pertikaian Leon dan Luiz, Raisa malah menghampiri Kasandra. "Apa kau lelah? Jika kau lelah, kau bisa duduk bersama kami." tawar Raisa. "Jangan Bu, tempat saya disini." tolak Kasandra sopan. "Jangan hiraukan Luiz. Jika dia marah, aku yang akan memarahinya." ucap Raisa sambil memapah Kasandra duduk di sofa. Luiz tampak tidak suka, tapi tentu saja, Luiz tidak bisa berbuat apapun di depan Raisa. Kasandra merasa sangat lega setelah duduk. Gadis itu sengaja mengambil jarak paling jauh agar tidak menambah kemarahan Luiz. "Kau benar-benar masih kekanak-kanakan Luiz." cibir Raisa. "Dia yang mau. Kalau dia tidak suka dia bisa pergi." bela Luiz. "Jangan katakan apapun jika kau tidak tau apa-apa. Kasandra bertahan karena dia memang harus bertahan. Kau mungkin akan berpikir dua kali untuk bersikap kejam pada Kasandra jika kau tau seperti apa kondisi perekonomian gadis itu." jelas Leon. "Itu bukan urusanku." balas Luiz. Raisa tampak mengerutkan kening. "Sepertinya kau sangat mengenal gadis itu, kalian punya hubungan apa?" "Jika ditanya soal hubungan, kami tidak punya hubungan apa-apa. Tapi terus terang saja, kami dipertemukan karena takdir." jawab Leon mantap. Raisa merasa sedikit cemburu dengan jawaban Leon. Apalagi, jika diperhatikan dengan seksama, Kasandra adalah gadis yang cukup mempesona. Jika di rias sedikit saja, Raisa yakin, Kasandra pasti terlihat memukau. "Apa kita berangkat sekarang?" tanya Luiz mengalihkan pembicaraan. "Ah eh iya." jawab Raisa salah tingkah. "Semoga hari kalian menyenangkan." ucap Leon. Sebelum benar-benar pergi, Leon berjanji akan mengantar Kasandra pulang sore nanti. Raut wajah Raisa seketika terlihat sedih. Kasandra bisa menangkap hal itu setelah dengan seksama memperhatikan wajah 3 orang yang sedang berbincang tak jauh dari tempatnya duduk. *** Kasandra menelan ludah saat kedapatan sedang tertidur di pojok ruangan dalam posisi duduk. Dihadapannya, Luiz berdiri dengan kedua tangan di dalam saku celana. Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Artinya jam kerja mereka sudah berakhir. Dengan ragu Kasandra berdiri dan membungkuk di hadapan Luiz. "Maaf pak saya ketiduran." ucap Kasandra takut-takut. "Kau boleh pulang. Ganti bajumu, aku akan menunggu di parkiran." ujar Luiz dingin. "Me-menunggu di parkiran? Apa maksud bapak?" tanya Kasandra bingung. "Aku yang akan membawamu pulang. Jangan coba-coba melarikan diri atau diam-diam menyelinap ke mobil Leon. Jika itu sampai terjadi, kau tidak perlu datang lagi besok." ancam Luiz. "Ba-baik pak." Kasandra hanya bisa menurut meskipun bingung kenapa Luiz harus membawanya pulang. Gadis itu berjalan gontai ke ruang ganti. Tubuhnya lelah akibat hampir seharian berdiri. Luiz benar-benar memenjarakan Kasandra dan membuat gadis itu tidak bisa keluar dari ruang kerjanya. Selesai berganti baju dan menggerai rambutnya, Kasandra buru-buru berlari ke parkiran. Tidak sulit bagi Kasandra untuk menemukan mobil Luiz. Alih-alih masuk, Kasandra hanya berdiri mematung menunggu Luiz membuka kaca. Bukanya membuka kaca, Luiz malah keluar dan menatap tajam ke arah gadis itu. "Maaf pak saya akan naik bus seperti biasa. Bapak juga bisa melihat kalau mobil pak Leon tidak lagi di tempatnya. Itu berarti pak Leon sudah pulang. Bapak tidak perlu khawatir, saya akan menghindari dan menolak apapun yang pak Leon tawarkan." ucap Kasandra sambil membungkuk. Luiz yang semula hendak marah, mengurungkan niatnya saat melihat kaki Kasandra yang gemetar. Luiz tau, itu pasti akibat karena Kasandra terlalu banyak berdiri. "Bisa jadi kalian janjian di luar gedung. Aku tidak bisa tenang sebelum memastikannya sendiri. Kau boleh pulang naik bus jika kau mau. Tapi sebagai gantinya, kau tidak perlu datang lagi besok." ancam Luiz. Kasandra menatap Luiz sesaat sebelum berputar dan masuk ke dalam mobil laki-laki itu. "Bagus, aku suka bawahan yang penurut." ujar Luiz. Kasandra tak lagi bicara. Setelah mengatakan dimana alamat tempat tinggalnya, Kasandra nyaris tak mengatakan apapun. Tak berapa lama ponsel Kasandra berbunyi, ragu-ragu gadis itu mengangkatnya setelah tau siapa yang menelpon. "Kau dimana? Sudah ku bilang aku akan mengantarmu." tanya Leon diujung telepon. "Itu, aku sudah pulang naik bus. Nanti ku hubungi..." Luiz merampas ponsel Kasandra. Gadis itu sedikit memekik dan mencoba meraih ponselnya kembali. "Ternyata kalian sudah bertukar nomor telepon. Wah aku tidak tau kalau kau serius dengan wanita ini. Bukankah kau tidak suka memberikan nomor telepon ke sembarang orang. Sepertinya wanita ini bukan wanita sembarangan." sindir Luiz. "Kenapa Kasandra bisa bersamamu Luiz? Jangan coba-coba berbuat kurang ajar padanya. Jika kau sampai melakukan itu, aku akan membunuhmu!?" ancam Leon. Luiz tertawa mendengar ancaman kakaknya. "Jika kau bersikap seperti itu, aku semakin tertarik untuk menyiksa Kasandra." Luiz menyeringai sambil memutuskan sambungan telepon. Tanpa mengatakan apapun, Luiz membuang ponsel Kasandra melalui jendela yang sengaja dia buka. Kasandra menganga sambil menoleh ke belakang. Seketika gadis itu menangis saat sebuah mobil menginjak ponselnya hingga hancur berkeping-keping. "Kau b******k Luiz, kau gila!?" teriak Kasandra frustasi. "Aku tidak suka kau berhubungan dengan Leon. Jadi, jangan lakukan apapun yang bisa membuatku marah." bentak Luiz. Kasandra menangis sambil memukul-mukul dadanya tanpa henti. Gadis itu terus meminta maaf pada Karla karena sudah menghilangkan semua kenangan mereka. "Reaksimu terlalu berlebihan untuk sebuah barang yang harganya hanya 1 jutaan." ejek Luiz. "Kau tidak akan mengerti Luiz. Sudah ku bilang kau bukan manusia." bentak Kasandra. Luiz melongo melihat gadis itu berani bicara tidak formal padanya. "Apa sekarang kau juga akan marah saat aku tidak memanggilmu bapak? Ini bukan jam kerja terlebih ini bukan kantor. Aku bebas memaki manusia menyebalkan sepertimu." maki Kasandra. "Bukankah menurutmu aku bukan manusia?" tanya Luiz polos. Kasandra membuang muka. Gadis itu mencoba menenangkan hatinya yang teramat sakit. Meskipun Kasandra masih bisa melihat foto Karla di sosial media yang dia punya, tapi gadis itu kehilangan satu-satunya foto yang dia ambil sebelum menyerahkan kertas yang ditinggalkan Karla pada polisi. Kasandra meminta sopir menghentikan mobil saat sampai di depan kontrakannya. Gadis itu pergi begitu saja tanpa menoleh atau berbasa-basi pada Luiz. Luiz tak langsung pergi meskipun Kasandra sudah menghilang di balik pintu. Laki-laki itu tampak iba melihat kondisi rumah yang ditempati Kasandra. Tidak jauh lebih besar dari kamar mandinya. Wilayahnya yang terdapat di kawasan padat penduduk, tampak kumuh dan tidak terawat. Tiba-tiba Luiz merasa bersalah sudah menindas gadis itu. Benar kata Leon, Kasandra bertahan memang untuk mencukupi kebutuhannya. "Apa mungkin aku berpikir terlalu jauh? Jangan-jangan Kasandra memang datang ke kantorku untuk bekerja." batin Luiz. To be continue...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD