---**---
1 Bulan yang lalu.,
Althafiance Corporation, New York, USA.,
Ruangan kerja Dyrga.,
Siang hari.,
Seorang pria bersetelan abu-abunya, dia duduk di kursi kebesarannya. Setelah selesai dari rapat panjangnya, dia kembali pada kegiatan rutinnya di ruangan kerjanya. Dia tengah memainkan sebuah pena hitam. Dengan ujung runcingnya menari-nari diatas lembaran-lembaran yang penuh dengan kalimat penting disana.
Fokusnya tidak pernah terbagi dengan hal apapun ketika dia bekerja keras seperti ini. Apalagi mengikuti pertarungan bisnis adalah hobinya sejak kecil. Karena itu adalah didikan khusus Daddy nya, Zu untuk dirinya. Bukan untuknya saja, mungkin lebih tepatnya untuk dirinya dan adik kembarnya, Adyrta.
Kesibukkannya yang seperti ini selalu menjadi makanan sehari-harinya. Karena dengan menyibukkan diri seperti ini, pikirannya tidak akan menerawang pada masa lalu yang hampir membuat hidupnya seakan tidak berguna lagi.
Adyrga Abraham Althaf, pria yang akrab disapa Dyrga. Setelah selesai dari rapatnya, dia masih juga disibukkan oleh deretan map yang berisi perjanjian-perjanjian penting dari perusahaan-perusahaan elit dari berbagai Negara yang ingin menjalin kerja sama dengan perusahaan keluarganya, Althafiance Corporation.
Saat netra tajam dan pikirannya yang masih terfokuskan pada lembaran yang tengah dia tatap, suara ketukan pintu membuyarkan konsentrasinya. Tanpa mengalihkan pandangan matanya dan menghentikan pergerakan jemarinya, dia membuka suaranya.
Tokk! Tokk! Tokk!
”Masuk.” Ucap Dyrga dengan suara baritonnya mempersilahkan seseorang yang berada diluar pintu ruangannya untuk masuk ke dalam.
Ceklek!
Pintu terbuka.
Seorang pria bersetelan hitam masuk ke dalam ruangan kerjanya yang terlihat mewah dengan interior dan desain yang begitu klasik.
Pria itu, dia melangkahkan kaki jenjangnya mendekati pria yang akrab disapa Mr Dyrga oleh seluruh pegawai di perusahaannya itu.
Dyrga mendongakkan kepalanya. Melihat sekilas siapa yang masuk ke dalam ruangan kerjanya. Walaupun dia tahu pasti sekretaris pribadinya yang ada disana. Dia kembali mengalihkan pendangannya pada lembaran-lembaran kerjanya.
Pria itu, tanpa menunggu Dyrga memerintahnya. Dia mulai membuka suaranya.
“Selamat siang, Mr. Dyrga. Ada seseorang yang ingin bertemu dengan Anda. Beliau Rektor dari Universitas Dubai. Beliau ingin menyampaikan undangan khusus untuk Anda secara langsung.” Ucap pria itu mendetail, lalu menundukkan kepalanya seraya hormat kepada Boss nya, Adyrga Abraham Althaf.
Yah! Pria itu adalah Charlow Fernandez. Sekretaris pribadi Dyrga yang akrab disapa Charl atau Charlow.
Mendengar kalimat detail dari sekretaris pribadinya membuat Dyrga kembali mendongakkan kepalanya membalas tatapan dari sekretaris pribadinya, Charlow.
“Baiklah. Suruh Beliau masuk.” Ucap Dyrga menghela panjang nafasnya.
Charlow mengangguk iya seraya paham.
“Baik, Tuan.” Balas Charlow lalu berbalik badan dan berjalan keluar dari ruangan kerja Boss nya.
Dyrga, dia meletakkan pena hitamnya pada box panjang khusus pena hitamnya. Menutup map yang dia pegang. Menyatukan semua map pentingnya, dan menyusunnya rapi di sudut meja kerjanya.
Dia beranjak dari duduknya sembari mengancing setelan kemeja abu-abunya. Dan mulai berjalan menuju pintu ruangan.
Suara ketukan pintu kembali terdengar di telinganya.
Tokk! Tokk! Tokk!
Ceklek!
Tanpa Dyrga mengucapkan sepatah kata pun, pintu ruangan sudah terbuka. Masuk lah tiga orang pria dengan setelan rapi mereka.
Charlow dan dua orang perwakilan dari Universitas Dubai masuk ke dalam ruangannya. Dan Charlow mulai menyapa Boss nya, Dyrga.
“Mr. Dyrga.” Sapa Charlow masuk ke dalam ruangannya, lalu mempersilahkan dua orang pria yang berjalan di belakangnya, untuk berjalan mendahuluinya.
Dyrga, melihat dua orang pria yang dia tahu pasti perwakilan dari Dubai. Dia langsung menyapanya dengan ramah.
“Selamat siang, Tuan.” Sapa Dyrga tersenyum ramah, menyodorkan tangan kanannya pada satu orang pria yang usianya terlihat tidak jauh berbeda dengan usia Daddy nya, Zu.
Pria itu membalas jabatan tangan Dyrga.
“Selamat siang, Mr. Dyrga. Saya Ahmed Alfa.” Balas Kepala Rektor Universitas Dubai itu tersenyum ramah.
Satu pria lagi ikut berjabatan tangan dengannya.
“Selamat Siang, Mr. Dyrga. Saya Ali Akbar.” Sapa Kepala Jurusan Pengembangan Bisnis Universitas Dubai itu juga tersenyum ramah.
Dyrga masih menunjukkan senyuman ramahnya.
“Selamat Siang, Saya Dyrga.” Ucap Dyrga membalas kalimat mereka berdua.
Dia kembali membuka suaranya.
“Mari, silahkan duduk.” Ucap Dyrga lalu berjalan menuju sofa panjang coklat yang ada di sana. Sofa yang memang disediakan khusus untuk para tamu yang berkunjung ke ruangannya.
Mereka berjalan menuju sofa panjang dan mewah disana.
Charlow, dia kembali membuka suaranya.
“Mr. Dyrga. Perkenalkan, Beliau Professor Ahmed Alfa. Prof. Ahmed adalah Kepala Rektor Universitas Dubai. Dan Beliau Dr. Ali Akbar. Dr. Ali adalah Kepala Jurusan Pengembangan Bisnis Universitas Dubai.”
Charlow memperkenalkan dua orang pria perwakilan Dubai kepada Boss nya, Dyrga. Dia kembali melanjutkan kalimatnya.
“Prof. Ahmed, Dr. Ali. Saya perkenalkan, Beliau Mr. Adyrga Abraham Althaf. Mr. Dyrga adalah Presiden Direktur Perusahaan Althafiance.” Ucap Charlow seraya saling memperkenalkan mereka bertiga.
Dyrga masih tersenyum ramah.
Charlow masih setia berdiri di samping Boss nya, Dyrga.
Dr. Ali, dia mulai membuka suaranya.
“Sebelumnya kami minta maaf, kalau mengganggu jam istirahat Anda, Mr. Dyrga.” Ucap Dr. Ali tersenyum ramah dan diangguki iya oleh Dyrga.
“Tidak masalah, Dr. Ali. Jika ada urusan yang tidak bisa ditunda. Kita memang harus segera menyelesaikannya.” Balas Dyrga sopan seraya mengurungkan niat hati dua pria yang ada di hadapannya ini untuk tidak merasa segan padanya.
Mereka tersenyum mendengar penuturan sopan Dyrga.
“Mungkin kita bisa langsung pada intinya, Prof Ahmed, Dr. Ali. Saya yakin, kalian pasti memiliki banyak kesibukkan dari pada berkunjung ke perusahaan saya yang mungkin bisa kalian wakilkan oleh orang lain.” Ucap Dyrga dan direspon senyuman oleh Prof. Ahmed dan Dr. Ali.”
Prof. Ahmed mulai membuka suaranya.
“Begini, Mr. Dyrga. Kami mengadakan seminar besar dan dikhususkan untuk mahasiswa jurusan Bisnis. Dan kami berniat mengundang Anda sebagai pembicara khusus di acara seminar yang akan kami adakan minggu depan.” Ucap Prof. Ahmed langsung berbicara pada intinya seraya menjelaskan detail pada pria yang mereka tahu sebagai Pebisnis Muda hebat dan ternama di USA.
Dan Dr. Ali menyodorkan surat undangan resmi seminar mereka kepada Dyrga.
Dyrga menjangkaunya dan membuka surat undangan itu.
“Hmm… Baiklah, saya akan membaca temanya.” Ucap Dyrga lalu membukanya, membaca isi surat undangan yang ditujukan khusus untuk dirinya itu.
Mereka diam sejenak, karena Dyrga masih membacanya teliti.
Selang beberapa menit, dia lalu menutup undangan itu dan menyerahkannya pada Charlow.
Charlow menerimanya.
Dyrga, dia kembali membuka suaranya.
“Baiklah Prof. Ahmed, Dr. Ali. Saya akan hadir di acara seminar kalian minggu depan.” Ucap Dyrga seraya memutuskan dan tersenyum ramah.
Prof. Ahmed dan Dr. Ali saling melempar pandang.
Dr. Ali beranjak dari duduknya. Hendak menjabat kembali tangan Dyrga seraya mengucapkan terima kasih karena sudah menerima surat undangan dari mereka.
Dyrga yang paham, dia juga ikut beranjak dari duduknya. Begitu juga dengan Prof. Ahmed.
“Terima kasih, Mr. Dyrga. Suatu kebanggaan tersendiri bagi kami. Anda mau menjadi pembicara di acara seminar kami minggu depan.” Ucap Dr. Ali menjabat tangan Dyrga.
Dyrga membalas jabatan tangan Dr. Ali.
“Sama-sama, Dr. Ali. Kehormatan bagi saya, karena kalian rela berkunjung ke perusahaan saya untuk menyampaikan undangan ini secara langsung. Terima kasih banyak.” Balas Dyrga singkat lalu menjabat tangan Prof. Ahmed.
Mereka berbincang sebentar mengenai bisnis setelah membahas perihal surat undangan itu. Hingga mereka menikmati makan siang bersama di kantin khusus para petinggi di Althafiance Corporation.
***
Ruangan kerja Dyrga.,
Sore hari.,
Jas mahalnya sudah bertengger rapi di sandaran kursi kebesarannya. Pemiliknya masih sibuk melamun, menatap hamparan kota New York dari bangunan pencakar langit miliknya.
Dasi yang sudah tidak rapi lagi, kemeja yang sudah keluar dari celana panjang abu-abunya. Kedua tangannya masih berada di dalam saku celana panjangnya.
Pikirannya masih menyelami kejadian beberapa tahun yang lalu. Saat dimana semua kejadian itu sungguh tidak pernah dia pikirkan sebelumnya.
…
“Apa yang kalian lakukan ?”
“Dyrga, ini tidak seperti apa yang kau bayangkan. Aku bisa jelaskan.”
“Baiklah, jelaskan padaku sekarang.”
“Dyrga…”
“Kau diam ? Dan kau ? Aku sudah tahu perbuatan kalian berdua sejak lama.”
“Dyrga, aku…”
“Kau bisa bersama dengannya, Shallom. Karena aku mengakui, aku tidak bisa memberikan kenikmatan padamu, sebelum menikah.”
“Dyrga, aku mohon maafkan aku. Aku berjanji, aku tidak akan…”
“Mengulangi ini semua ?”
“Dyrga…”
“Dengarkan aku baik-baik. Kau sudah melakukannya dengan pria lain. Dan aku tidak bisa terima itu.”
“Dyrga, kita sudah hampir setahun…”
“Menjalani hubungan ini ?”
“Dyrga, aku mohon…”
“Dan sudah hampir setahun juga kau bercinta dengannya, hmm ?”
“Dyrga…”
“Aku hanya akan menikah dengan yang seiman denganku. Dan menjaga harga dirinya, hanya untuk diriku.”
“Dyrga, aku mohon!!”
“Dyrga!!”
“Dyrga! Tolong, aku mohon!”
“Lepaskan aku, b******k!!”
“Dyrga!!!!”
“Dyrga!! Maafkan aku!!”
“Dyrga!!”
…
Helaian nafas panjang sudah dia lakukan berulang kali. Seakan tidak berhenti menghantui pikirannya selama ini. Dia terus mengerjapkan kedua matanya menatap lurus ke depan.
Dia mulai bergumam pelan.
“Jika yang kau inginkan kenikmatan…”
“Tentu aku bisa berikan semua itu padamu, Shallom…”
“Jika kau mau menikah denganku. Dan seiman denganku…”
“Apa pun yang kau inginkan…”
“Aku akan penuhi…”
“Tapi…”
“Kau lebih memilih dia…”
“Terima kasih atas pengkhianatanmu…”
“Padaku…”
Suara ketukan pintu mengalihkan pikirannya. Tanpa ucapan masuk darinya, pria itu masuk ke dalam ruangan kerjanya.
“Mobil sudah menunggu di bawah, Tuan.” Ucap pria itu seraya memberi informasi padanya.
Pria itu lalu berjalan menuju lift pribadi yang ada di ruangan Boss nya, Dyrga. Pria itu adalah Charlow Fernandez. Dia menekan tombol lift.
Ting!!
Tanpa membalas ucapan pria yang menjadi sekretaris pribadinya itu, Dyrga lalu berbalik badan.
Dia berjalan menuju kursi kebesarannya dan menjangkau jas abu-abunya dari sandaran kursi kebesarannya. Dan mengambil ponsel miliknya yang terletak diatas meja kerjanya. Memasukkannya ke dalam saku celana panjangnya.
Dengan tetap memegang jas abu-abu di tangannya tanpa memakainya. Dia lalu melangkahkan kaki jenjangnya menuju lift pribadi yang sudah terbuka.
Dia masuk ke dalam sana, diikuti Charlow berdiri di depan Boss nya.
Ting!!
Pintu lift tertutup kembali.
..**..
Hari sudah mulai larut. Dyrga memutuskan untuk balik ke mansionnya. Dia yakin, Mommy nya, Anta pasti sudah menunggunya di mansion.
***
Mansion Abraham Althaf, New York, USA.,
Ruangan makan.,
Malam hari.,
Mereka berdua tengah berada di dapur saat ini. Seperti biasa, wanita yang akrab disapa Anta itu selalu menyiapkan makan malam untuk keluarga kecilnya.
Dan disaat seperti ini, hanya suaminya yang menemani kegiatan memasaknya sampai kedua putra mereka kembali ke mansion. Juga sudah menjadi kebiasaan suaminya menggoda dirinya, saat dirinya tengah memasak.
Romantis adalah sifat yang melekat dalam diri pria bernama Azzura Abraham Althaf. Sejak dia bertemu dengan istrinya, Adyanta Nawwar Rizky. Dia berubah menjadi pria yang hangat dalam keluarga.
Bahkan pria yang akrab disapa sebagai Mr. Zu itu, dia tidak sungkan menunjukkan keromantisan mereka di hadapan kedua putra mereka, Adyrga dan Adyrta. Bukan tanpa alasan, dia melakukan itu juga untuk mengajarkan kepada kedua putra mereka agar bisa menghormati dan menyayangi seorang wanita yang akan menjadi pendamping hidup mereka kelak.
Saat Anta menyuruh sang suami untuk mencicipi masakannya, seperti biasa sang suami pasti akan memuji masakannya dan mengatakan bahwa hanya masakan istrinya yang pas di lidah mereka bertiga.
Dan saat mereka tengah bermesraan, seorang pria datang menghampiri mereka. Dan pria itu adalah Adyrta Abraham Althaf.
Mereka tahu, putra kedua mereka yang akrab disapa Dyrta itu selalu lihai mengeluarkan jurus mautnya. Jurus yang mereka anggap dapat meluluhkan wanita penguasa di mansion itu.
Dyrta, dia tentu lihai menggoda sang Mommy untuk selalu tersenyum. Dan sang Mommy, Anta pun juga tidak bisa menolah pesona dari putranya itu.
Mereka sempat bergurau sebelum Dyrga kembali ke mansion. Dan tentu saja, Zu lagi-lagi menggoda sang putra dengan mencium istrinya di hadapannya.
Dan itu membuat Dyrta sebal. Tapi dia tahu, sang Daddy melakukan itu hanya untuk membuat mereka memikirkan tentang pernikahan dan segera hidup berumah tangga.
Bagi Dyrta, berumah tangga adalah hal yang sangat membosankan dan bisa membuat jenuh. Apalagi harus terikat seumur hidup, dan itu sangat membuatnya geli.
Dan dia pikir, sang Abang, Dyrga juga memikirkan hal yang sama. Karena sampai detik ini, mereka berdua sama sekali tidak mengajak seorang wanita pun untuk berkunjung ke mansion dan memperkenalkannya kepada Ddady dan Mommy mereka.
...
Kakinya tegap melangkah masuk ke dalam mansion, walau dengan keadaan yang sudah berantakan. Karena memang begini lah kesehariannya.
Dia terus berjalan menuju dapur. Terlihat tiga orang yang dia sayangi sudah berada disana. Samar-samar dia mendengar suara mereka yang masih jauh dari posisinya saat ini.
”Mas Dyrga belum pulang. Coba hubungi dia.” Ucap Zu bersuara datar dan direspon anggukan kepala oleh Dyrta.
”Tadi Domba bilang, kalau Charlow menanyakan jadwal ku untuk minggu depan. Dan dia mengatakan Mas Dyrga butuh bantuanku. Mungkin dia...” Ucap Dyrta sambil memainkan ponselnya hendak menelepon Dyrga. Namun suara seseorang menghentikan pergerakan jemarinya.
Dyrga menyapa mereka.
“Mom…”
Mereka semua melihat ke sumber suara. Dan pandangan mereka melihat seorang pria yang tengah berjalan mendekati mereka di ruangan dapur.
Anta yang melihat putra sulungnya berjalan ke arah mereka, dia segera mempersilahkan putranya, Dyrga untuk duduk. Tidak lupa, dia menyapanya dengan pelukan hangat. Lalu dia membiarkan putra sulungnya mencium pipi kanan dan kirinya seperti biasa.
Sebelum mereka memulai acara makan malam mereka, mereka sempat membahas perihal yang ingin disampaikan oleh Dyrta. Dimana sekretaris pribadi sang Abang, Charlow menanyakan jadwalnya kepada Domba.
Dan dia pikir, bahwa Dyrga membutuhkan dirinya untuk mengerjakan sesuatu hal. Karena dia tahu, sang Abang tidak akan meminta bantuan jika dia tidak dalam keadaan yang sangat mendesak.
Dyrga, dia lalu menjelaskan bahwa dirinya mendapat undangan langsung dari Rektor Utama Universitas Dubai, untuk menghadiri sebuah acara seminar. Dan dia meminta sang Adik, Dyrta untuk mewakili dirinya menghadiri rapat penting di perusahaan sang Abang yang bergerak di bidang n****+, di Jakarta.
Dyrga, dia membuka suaranya lagi.
“Wakilkan aku untuk menghadiri rapat di Jakarta…”
“Karena keputusan rapat sudah tertunda satu minggu, dan aku tidak mungkin menundanya lagi.” Ucapnya melirik ke arah Daddy dan Mommy mereka.
Zu, dia hanya diam mendengar kalimat dari putra sulungnya. Dan tersenyum ke arah sang istri yang menyiapkan makan malam untuknya.
Anta yang tengah menyiapkan makanan di masing-masing piring ketiga prianya, dia juga tersenyum ke arah mereka terutama ke arah suaminya, Zu. Telinganya juga mendengar pembicaraan sang putra.
Mendengar kalimat sang Abang, Dyrta kembali membuka suaranya.
“Lebih baik aku yang mewakilkan dirimu untuk menghadiri undangan seminar itu, Mas.” Ucapnya lalu meminum jus yang sudah tersedia di gelasnya.
Dyrga menatap tajam sang Adik. Dan menghela panjang nafasnya. Dia kembali membuka suaranya.
“Kau tahu, mereka jauh-jauh datang ke New York. Ke kantor kita hanya ingin mengantar langsung undangan itu untukku…”
“Dan kau mau menggantikan aku ?” Ucapnya seraya bertanya dengan menaikkan satu alisnya ke atas.
Zu dan Anta hanya menggelengkan pelan kepala mereka. Melihat tingkah kedua putra mereka yang berdebat di hadapan mereka.
Dyrta terkekeh, dan sedetik kemudian dia menganggukkan kepalanya.
“Oke, oke…”
“Aku akan ke Jakarta. Tapi kapan ?” Tanya Dyrta tanpa melirik sang Abang.
Dyrga, dia kembali membuka suaranya.
“Minggu depan.” Jawabnya tanpa melirik sang Adik yang kini menatapnya tajam.
---**---
1 Minggu kemudian.,
Mansion Al-Bakhri, Dubai, Uni Emirat Arab.,
Dapur.,
Pagi hari.,
Seorang wanita berusia 32 tahun tengah sibuk menata masakan yang ada di meja berbentuk oval panjang disana. Beberapa pelayan membantunya menata peralatan makan untuk ditata rapi diatas meja makan mewah itu.
Wanita itu membuka suaranya.
“Jangan lupa jus jeruknya. Tidak perlu pakai es.” Ucap wanita itu menyuruh salah satu pelayan yang ada disana.
Salah satu pelayan itu mengangguk iya. Dan berjalan menuju lemari penyimpan segala rasa jus yang disukai anggota keluarga di mansion ini. Dia mengambil dua botol jus jeruk dari sana dan meletakkannya diatas meja masak yang terbuat dari marmer putih.
Tiba-tiba suara seorang wanita mengalihkan kegiatannya.
“Sudah siap, Sayang ?” Tanya wanita yang usianya sudah menginjak 63 tahun itu. Dia berjalan lambat menuju ruangan tempat untuk memasak sekaligus untuk menikmati acara makan keluarga Al-Bakhri.
Wanita itu menoleh ke sumber suara. Senyuman manis tercetak di wajahnya yang masih terlihat belia. Saat dia hendak membuka suaranya, suara seorang pria mengalihkan pandangannya lagi.
“Pagi Aunty, pagi Kak Zizil.” Sapa pria itu dengan suara baritonnya yang terlihat tegas dan penuh kewibawaan.
Yah! Zizil, Eazlin Axaorcha. Jika dia datang berkunjung ke mansion ini, maka menu makanan setiap hari selalu dia yang mengontrolnya. Dan suaminya Garza Axaorcha juga ikut berkunjung bersama dengannya.
Dan wanita yang bersamanya adalah Asyafa Al-Bakhri. Wanita yang akrab dipanggil Asyafa itu mengabdikan sisa hidupnya bersama dengan suaminya, Fakra untuk mengurus kedua orang mereka yang masih hidup, yang ikut tinggal bersama dengan mereka.
Mengingat adiknya, Zu memiliki keluarga dan tanggung jawab dengan keluarganya yang berada di kota New York, USA.
Mereka tersenyum melihat siapa yang datang. Dua orang pria tampan, dan masing-masing dari mereka mendorong kursi roda yang diduduki oleh sepasang lansia.
Seorang wanita lansia yang duduk di kursi roda itu, membuka suaranya.
“Hari ini aku bahagia sekali.” Ucapnya dengan suara sedikit bergemetar.
Mereka tersenyum mendengar kalimat bahagia dari wanita yang sangat mereka sayangi itu. Wanita yang memiliki jasa besar dalam hidup mereka. Terutama sekali jasanya yang sudah membesarkan dan mendidik Asyafa.
Lansia itu adalah Zharif Abraham Althaf dan Syarifah Abraham Althaf. Keadaan tulang kaki mereka, membuat mereka tidak sanggup lagi untuk berdiri.
Usia Zharif yang sudah menginjak 82 tahun, dan usia Syarifah menginjak 79 tahun. Akhirnya dokter membuat keputusan dengan menyarankan mereka untuk beraktivitas di kursi roda saja, mengingat usia mereka yang sudah senja.
Saat salah satu pria hendak membuka suaranya, suara melengking itu membuat mereka terkejut. Dan mengalihkan pandangan mereka semua ke sumber.
“Where is my car, Uncle!!”