---**---
Mansion Abraham Althaf, New York, USA.,
Kamar Dyrga.,
Malam menjelang pagi hari.,
Pria itu masih berada dalam posisi ternyamannya. Walau dengan kesibukkan yang tidak mengenal waktu. Pria itu, Adyrga Abraham Althaf.
Setelah selesai dari sholat tengah malamnya, biasanya Dyrga tidak tidur kembali. Dia pasti pergi menuju meja kerjanya dan mengecek berkas-berkas penting yang mungkin belum dia periksa saat di kantor.
Dengan sweater panjang menutupi tubuh kekarnya, dia memegang berkasnya sambil sesekali melirik pada halaman mansion yang terdapat bandara yang luas disana.
Cahaya terang dari luar mansion menambah ketenangannya dirinya saat berada di waktu sepertiga malam seperti ini. Pikirannya selalu teralihkan pada setiap kegiatan pentingnya, jika berada di titik ini.
Di sepertiga malam yang selalu memberikan ketenangan sendiri bagi seorang Adyrga Abraham Althaf yang selalu sibuk di hari-hari yang dia jalani. Mengingat jadwalnya yang sangat padat, membuat Dyrga menyerahkan pekerjaannya pada sekretaris pribadinya yang dia tahu sangat setia terhadap dirinya selama ini.
Dan sebagian pekerjaannya yang lain, dia yang mengeceknya sendiri.
“Haahh…” Dyrga menghela panjang nafasnya.
Dia sungguh tidak mengerti dengan hidup ini. Kenapa harus menyiksa dirinya dengan waktu yang sangat terbatas.
Kadang dia berpikir, haruskah dia menghabiskan waktunya untuk semua bisnis keluarganya ini. Tidak hanya memikirkan bisnis ini, tetapi dia juga harus memikirkan masalah lain yang mungkin timbul di dalam keluarga mereka.
Sungguh Dyrga memiliki tanggung jawab yang besar di dalam keluarga Abraham Althaf. Ingin sekali rasanya dia mengandalkan saudara kembarnya, adiknya Dyrta. Tetapi itu semua mustahil. Karena dia tahu, Dyrta tipe pria yang hidup dengan keinginannya sendiri.
Apalagi Dyrga tahu, kalau Dyrta tidak hanya menjabat sebagai CEO di Althafiance Corporation dan Presiden Direktur di perusahaan Althafa Sport Car miliknya pribadi, tetapi Dyrta juga menggandrungi bisnis liarnya.
Dan bisnis liarnya itu, hanya Dyrga yang mengetahuinya. Bisnis liar yang bisa dikatakan sebagai bisnis illegalnya.
Sebisa mungkin mereka berdua menutupi bisnis gelap Dyrta dari Daddy nya yang mampu membaca isi hati seseorang. Juga dari Mommy mereka yang bisa melihat, membaca pikiran dan masa lalu seseorang.
Dyrga mengakui, sangat susah baginya untuk bersikap tenang di hadapan kedua orang tua mereka. Agar mereka tidak menaruh curiga tentang bisnis illegal yang sudah dijalani Dyrta sejak 7 tahun yang silam.
Bukan dia tidak mau menasehati adik kandungnya itu. Tetapi Dyrga sudah pernah menghentikan perbuatan Dyrta, sampai mereka harus beradu tinju hingga saling babak belur. Dan membuat Dyrta tidak berdaya akibat tinjuan maut yang dilempar Dyrga ke wajah adik semata wayangnya beberapa tahun yang lalu.
Dan itu membuat mereka tidak pulang ke mansion sampai berminggu-minggu. Sampai babak belur di wajah mereka lenyap dari wajah tampan mereka.
Sejak kejadian itu, Dyrga akhirnya memilih untuk diam dan tidak mau mencampuri lagi bisnis liar dan illegal adiknya, Dyrta. Dengan syarat bahwa Dyrta harus menjaga nama baik keluarga Abraham Althaf dan Althafiance Corporation.
Dyrta berjanji untuk satu hal itu pada Dyrga. Dia juga tidak akan melanggarnya karena ini menyangkut Mommy yang sangat mereka sayangi.
Mengingat itu semua, membuat Dyrga menutup lembaran berkasnya. Dia meletakkan berkas itu di meja kerjanya kembali. Dan memilih untuk kembali ke ruangan tidurnya.
Entah kenapa dirinya merasa penat sekali.
Pandangannya melihat jam besar yang ada di dinding menghadap king size nya.
“Sudah jam 4. Sebentar lagi, sahur.” Ucapnya dengan suara lelah.
Dia lalu duduk dikursi panjang, dekat king size nya. Sejenak dia menatap seluruh ruangan kamar tidurnya yang luas ini. Dan hanya dirinya yang menempati kamar ini.
Kamar mewah dan lengkap. Dengan desain minimalis dan warna kamar yang mencerminkan dirinya sebagai sosok yang cuek dan dingin. Dirinya yang perfeksionis, bahkan masih tetap memperhatikan sekelilingnya dengan pandangan detail.
Dia kembali menghela panjang nafasnya. Menyangga kedua sikunya bertumpu pada lututnya. Dia menangkup wajahnya dengan kedua tangannya.
“Haaahhhh…” Dyrga kembali menghela panjang nafasnya.
Tiba-tiba terdengar suara bel kamarnya.
Ting!!
Ting!!
“Ya, aku segera turun.” Ucap Dyrga membalas bel tersebut dengan posisi masih di tempatnya.
Yah! Dyrga tahu bahwa pelayan sudah menyuruhnya untuk segera ke bawah. Mommy nya pasti sudah menyiapkan makanan untuk acara sahur mereka.
Walaupun Dyrga berada di dalam kamar, tetapi suaranya bisa terdengar di luar kamarnya. Karena ketika bel berbunyi, maka dalam hitungan sepuluh detik dengan otomatis suaranya mampu terdengar sampai di depan pintu kamarnya.
Mengingat waktu, Dyrga beranjak dari duduknya dan segera bergegas berjalan menuju dapur. Tetapi sesaat dia mengingat sesuatu. Dia lalu mengetik nama di ponsel yang masih dia pegang.
“Segera turun ke bawah. Jangan buat Daddy dan Mommy lama menunggu mu.” Ucap Dyrga dengan suara datarnya.
“…”
Tutt... Tutt... Tutt...
Dyrga memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak. Dia lalu meletakkan ponselnya diatas nakas, di sebelah tempat tidurnya.
Dia lanjut berjalan menuju lift pribadinya untuk segera sampai di dapur. Karena dia tidak mau Mommy nya merasa sedih karena mengingat kenangan mereka saat masih kecil.
Dyrga sangat paham dengan kebiasaan Mommy nya saat di dapur.
..**..
Adyrga Abraham Althaf, seorang pria berusia 27 tahun. Dengan tubuh perfeksionisnya setinggi 1,83 meter.
Rahang tegasnya yang ditumbuhi dengan bulu-bulu halus. d**a bidangnya yang terdapat bulu-bulu halus disana menambah keseksian tubuhnya yang sixpact itu. Lengan berototnya menambah nilai tambah untuk seorang Dyrga dengan kaki jenjangnya yang kekar.
Jabatannya sebagai Presiden Direktur Althafiance Corporation dan juga pemilik dari penerbitan n****+ Althafiance. Dengan wajah tampan dan berwibawanya, membuat pria yang akrab disapa Dyrga itu selalu disebut sebagai Bos dingin dan disiplin dan perfeksionis.
Cara berpakaiannya yang selalu rapi, mampu menghipnotis para wanita terutama sekali pekerja wanitanya untuk selalu menatapnya dari atas sampai bawah. Sungguh bahasa tubuh Dyrga lihai mempermainkan perasaan dan menarik simpati wanita.
Tubuh perfeksionisnya, membuat pria yang sering disapa Mr. Dyrga oleh para pekerjanya itu dijuluki sebagai pengusaha perfeksionis di kalangan pebisnis kelas menengah ke atas. Para pebisnis dunia bahkan rela bertekuk lutut pada perusahaan yang dia pegang, agar bisa menjadi rekan kerjanya dan mengharumkan nama perusahaan mereka lewat nama Althafiance Corporation.
Hingga saat dimana dia harus menanggapi satu pebisnis asal Dubai, yang menawarkan kerja sama dengan pamannya, Fakra. Membuat dia harus pergi ke Dubai dan menginap di salah satu hotel mewah disana.
Pebisnis yang memiliki kekayaan nomor 1 di Dubai itu menawarkan kerja sama dengan perusahaan pamannya, Fakra. Dan itu membuat Dyrga berhati-hati untuk membantu pamannya agar perjanjian itu setimpal dengan hasil yang diperoleh ke depannya.
Pebisnis yang usianya tidak muda lagi itu menawarkan fasilitas mewahnya untuk Fakra. Fakra menerimanya, tetapi yang memakai fasilitas itu adalah keponakannya, Adyrga Abraham Althaf.
Dyrga lah yang menikmati segala fasilitas mewah dan lengkap yang diberikan oleh pebisnis minyak terbesar di Dubai itu selama dia berada di Dubai.
Dan sejak kejadian itulah kehidupan barunya dimulai. Dan membuat seorang Adyrga Abraham Althaf, terjatuh ke dalam jurang perasaan yang tidak pernah dia alami sebelumnya.
..**..
Adyanta Nawwar Rizky, seorang wanita yang menjadi Nyonya Besar di mansion Abraham Althaf. Sekaligus menantu satu-satunya yang memberikan keturunan penerus Abraham Althaf.
Tidak bisa dia pungkiri, kalau dia sendiri juga sangat merindukan masa-masa kebersamaannya dengan keluarga besarnya seperti dulu. Saat dimana Grandpa dan Grandma mereka masih hidup.
Di saat bulan Ramadhan seperti ini, keluarga besar mereka pasti menyempatkan diri untuk berkumpul bersama di Medan, Indonesia. Karena bagi mereka, kebersamaan di puasa pertama adalah yang utama untuk keluarga mereka.
Namun semua memang hanya tinggal kenangan. Dan tidak mungkin waktu berjalan mundur. Karena mereka harus tetap melanjutkan hidup di masa depan.
Sama seperti dirinya saat ini yang mengabdikan hidupnya untuk keluarganya. Mengurus suami dan kedua putranya di Negara yang berbeda dengan anggota keluarga mereka yang lain.
Di mansion yang luas ini, dia hanya seorang diri jika ketiga prianya pergi menjalankan tugas mereka masing-masing. Seperti saat ini, dia tengah memasak makanan untuk persiapan mereka sahur.
Walau tidak bisa dia pungkiri, dia selalu mengenang masa-masa kebersamaan mereka dulu. Dan dia kembali memutar kenangan indah mereka dulu.
---**---
Beberapa tahun yang lalu.,
Perumahan Cemara Hijau, Medan, Indonesia.,
Kamar Zu dan Anta.,
Pagi dini hari.,
Seorang wanita menggeliat dari posisi tidurnya saat ini. Namun pergerakannya tidak leluasa. Karena tangan kekar masih melingkar di perutnya, juga kedua kakinya yang masih dijepit oleh dua kaki jenjang yang sedikit berbulu.
Dia mendongakkan kepalanya. Dan membuka suaranya.
“Mas…” Ucapnya bersuara parau. Melihat sang suami yang masih terlihat lelap dalam pejaman kedua matanya.
Suaminya hanya berdehem pelan.
“Hhmm…” Dehem Zu tak menggeliat sedikit pun.
Anta menghela panjang nafasnya. Dan sedikit merenggangkan tubuhnya. Namun pelukan sang suami semakin erat di tubuhnya. Dia menjadi kesal.
‘Ish! Awas Mas! Mau mandi wajib! Mau nyiapin makanan sama orang Mama, loh!’ Ketus Anta membathin kesal, dengan wajah sudah tertekuk sebal.
Kuluman senyum tercetak di wajah tampan suaminya. Namun tetap saja dia tidak melepas tubuh sang istri.
Anta pasrah. Karena dia sadar, tenaga suaminya sudah pasti jauh lebih besar darinya. Dan dia tidak mau bersusah payah melawannya.
Mengingat ini masih jam dini hari. Kalau dia melawan dan menimbulkan suara yang keras, bisa-bisa kedua jagoan mereka yang tidur tepat di sebelah ranjang mereka akan ikut terbangun. Dan itu bisa semakin menyulitkan dirinya nanti.
Yah! Sejak mereka memiliki bayi, mereka menambah satu ranjang yang sedikit besar. Untuk disejajarkan dengan ranjang mereka. Sebagai tempat tidur untuk kedua putra mereka yang masih berusia 3 tahun.
Karena Anta sendiri belum bisa melepas kedua jagoan
Dia kembali membuka suaranya.
“Mas, please…”
“Adek mau mandi wajib!”
“Selesai itu, Adek mau bantuin orang Mama, Kakak, dan Dilla.” Anta merengek menggoyangkan pelan tubuhnya, seraya meminta dilepas dari tangan dan kaki sang suami.
Zu mulai tertawa pelan. Dan menyusupkan wajahnya pada ceruk leher sang istri.
“Aku tidak rela aroma tubuhmu menghilang, Honey.” Bisik Zu sensual dan tidak direspon serius oleh sang istri.
Anta menggeliat, dan kembali membuka suranya.
“Mas!”
“Lepas, Mas!”
“Nanti malam selesai tarawih ya, Darling…” Ucap Anta melembutkan suaranya dan mencoba berbalik badan, hendak menjangkau dan mengecup bibir sang suami. Seraya berjanji pada sang suami, jika selesai tarawih dia akan melayani suaminya lagi.
Zu semakin terkekeh dan mengulum senyumannya. Dia sedikit merenggangkan pelukannya. Dan mulai membuka suaranya.
“Janji ?” Ucap Zu seraya membuat perjanjian kepada sang istri.
Anta menghela kasar nafasnya.
“Iya! Janji!” Gumamnya mengeraskan rahangnya. Dan mencoba menghindari pelukan sang suami.
Zu, tentu saja dia tidak melepas pelukannya. Dan dia kembali membuka suaranya.
“Wait!”
Anta terdiam mendengar peringatan dari suaminya.
Zu kembali mendekatkan wajahnya di telinga kiri sang istri.
“Dua bodyguard itu harus sudah tidur sebelum jam 11 malam. Okay ?” Ucap Zu seraya menyuruh sang istri. Dan direspon anggukan iya oleh istrinya, Anta.
“Iya, iya!”
“Sekarang, lepas!”
“Adek mau mandi!” Ketusnya penuh penekanan.
Zu melepas pelukannya, dan membiarkan sang istri hendak menegakkan tubuhnya. Namun saat dia melihat sang istri hanya memakai pakaian dalamnya saja, membuat Zu mengerang pelan. Dan kembali menarik lengan kiri sang istri.
Buughh!
“Allahu Akbar!” Pekik Anta kesakitan karena lengannya ditarik kasar oleh sang suami. Dan tubuhnya kembali jatuh di tubuh suaminya yang polos dan hanya mengenakan celana dalamnya saja.
Zu mengulum senyumannya. Dan langsung membelai punggung setengah polos sang istri yang masih berada di bawah selimut tebal mereka. Dia kembali bergumam pelan.
“Hon…”
“Kau seksi sekali…” Bisiknya tepat diwajah sang istri yang sudah terlihat suram.
Anta meronta pelan.
“Mas…”
“Bisa gak sehari aja gak pakek m***m!” Ketus Anta berwajah sebal.
Zu menggelengkan pelan kepalanya. Dan langsung memegang tengkuk sang istri dengan tangan kirinya.
“Hhhmmpphhttt…”
Dia mencium bibir sang istri penuh nafsu. Melumatnya, dan memainkan lidahnya disana. Tangan kanannya tidak tinggal diam, seperti biasa dia akan selalu meraba sensual kulit mulus sang istri.
Anta, dia tahu suaminya hanya meminta jatah ciuman bangun tidurnya. Dia paham, suaminya pasti mengerti kondisi.
Membiarkan suaminya menguasai bibirnya saat ini, dia juga turut menikmati ciuman mereka. Menghisap bibir sang suami. Dan menikmati permainan lidah suaminya di dalam liangnya.
“Aaaahhh… aaahhh… aahhh…”
Anta mengatur nafasnya saat pangutan mereka terlepas sempurna. Dia menundukkan wajahnya tepat disebelah kanan wajah sang suami.
Zu tersenyum dan mencium pipi kanan sang istri. Berbisik pelan disana.
“Thank you for kiss morning, Honey…” Bisiknya dan menggigit pelan daun telinga sang istri.
Anta hanya mengangguk iya. Dan segera menegakkan kembali kepalanya. Dia mengecup sekilas bibir sang suami.
“Okay, Mr. Zu…”
“Aku mau mandi sekarang.” Ucapnya memutuskan. Dan hendak menegakkan tubuhnya.
Zu masih tersenyum, dan menahan tubuh sang istri. Dia menyibak helaian-helaian rambut yang menutupi wajah cantik sang istri.
“Mandi bersama ?” Tanya Zu memberi tawaran kepada sang istri.
Dengan sekuat tenaga, Anta menegakkan tubuhnya. Dan berposisi duduk diatas perut seksi suaminya.
“Bukan mandi bersama, Tuan!”
“Kita akan bercinta bersama nantinya!” Ketusnya berwajah kesal. Dia mulai menjauhi tubuh sang suami. Dan mendekat pada ranjang kedua jagoan mereka yang merapat di dinding.
Zu tertawa pelan. Dan membiarkan istrinya lepas dari tubuhnya. Dia segera bergeser pada ranjang kedua jagoannya yang masih tertidur pulas dengan posisi tidur yang berantakan.
“Mereka tidur terlalu lasak, Hon.” Gumamnya lalu memeluk putranya, Dyrga yang tidur membelakanginya.
Anta tersenyum mendengar gumaman suaminya barusana. Dia sedikit mendekati mereka, dan menaikkan selimut sampai batas d**a suami dan kedua putranya.
Dia mengecup puncak kepala putranya, Dyrta. Lalu mengecup puncak kepala putranya, Dyrga yang tengah dipeluk oleh suaminya, Zu.
Guling berwarna abu-abu bergambar polkadot itu diletakkan sebagai gulingan putranya, Dyrta. Dan dia sedikit membenahi posisi bantal sang suami.
“Nanti Adek bangunkan Mas ya.” Ucapnya lalu mengecup singkat bibir sang suami yang sudah mengarah ke wajahnya.
Zu tersenyum dan mengangguk iya.
“Good night, Mommy.” Gumam Zu mengedipkan satu mata genitnya pada sang istri.
Anta meninju pelan lengan kiri sang suami.
“Dasar genit!” Ketusnya meninju pelan, lalu beranjak menuju ranjang mereka. Untuk segera turun, dan pergi mandi.
Zu hanya tertawa dan kembali menyusul kedua jagoannya untuk menggapai mimpi kembali. Dia tahu kalau istrinya selalu bersikap sama. Walau dia sudah menggodanya, istrinya selalu saja lihai membuatnya bertekuk lutut dan mengabulkan apapun permintaannya, walau dia sangat ingin sekarang.
..**..
Setelah selesai dari acara mandi wajibnya. Dia segera mengeringkan rambutnya. Dan berdandan sederhana untuk segera pergi ke dapur.
Di dapur sudah ada Syarifah, Ghaniah dan Asyafa. Mereka selalu lebih dulu sampai di dapur dibandingkan Anta dan Dila.
Anta, seperti biasa, dia pasti juga sedikit telat sama seperti sang Adik, Dila. Apalagi alasan mereka kalau bukan diganggu oleh suami mereka masing-masing.
Masing-masing dari mereka melakukan tugasnya. Tanpa ragu dan kaku, mereka semua sudah kompak dan bahkan tidak ada istilah malu di depan besan bagi Syarifah dan Ghaniah.
Dan tentu saja mereka tidak melakukan tugas mereka sendiri. Mereka juga dibantu oleh beberapa maid untuk melakukan tugas yang sedikit berat.
Setelah selesai dari acara memasak mereka, mereka kembali membersihkan tangan mereka. Dan segera ke kamar masing-masing untuk memanggil para lelaki mereka untuk sahur bersama.
…
Ruangan keluarga.,
Saat ini mereka sudah berada di ruangan keluarga dengan televisi menyala. Dan seorang anak perempuan berusia sekitar 6 tahun, dia juga ikut makan bersama dengan mereka.
Yah! Mereka semua makan lesehan diatas karpet berbulu. Dan sudah tersedia makanan disana. Sederhana, tapi penuh keharmonisan.
Begitu lah suasana sahur mereka. Rasa kekeluargaan itu sangat terasa disaat seperti ini.
Ghaniah, dia membuka suaranya.
“Itu dimakan sayurnya, biar sehat.” Ucap Ghaniah menyodorkan semangkuk sayur seraya menyuruh anaknya, Dila untuk memakan sayur.
Dila menggelengkan pelan kepalanya.
“Gak suka, Ma.” Jawab Dila cepat.
William hanya mengulum senyumannya, melihat sang istri yang menolak sayur yang disuguhkan oleh sang Mama mertua. Dia membuka suaranya.
“Dimakan, Sayang…”
“Biar badannya makin montok.” Ucap William yang sudah fasih Berbahasa Indonesia. Dan direspon tawa oleh semua orang yang ada disana.
Anta, dia membuka suaranya.
“Zizil, anak Mommy kok gak semangat makannya ?”
“Mau Mommy suapin ?” Tanya Anta pada Zizil yang duduk tepat disebelahnya.
Zizil menggelengkan pelan kepalanya, dengan kedua matanya masih sayup-sayup. Dia juga sedikit mengerti Bahasa Indonesia, dan membuka suaranya.
“Zizil masih mengantuk, Mommy…”
“Zizil mau tidur lagi.” Ucapnya menyandarkan kepalanya pada lengan Anta.
Anta langsung memeluknya. Dan memposisikan tubuhnya untuk memangku Zizil yang sudah sedikit lebih besar.
Semua orang hanya mengulum senyumannya. Termasuk Fakra dan Asyafa, karena mereka tahu kalau Zizil sangat dekat dengan Anta walau mereka selalu terpisah oleh Benua.
Zu, dia mengulum senyumannya sambil memakan makanannya. Dia tahu kalau istrinya sangat lihai merayu keponakannya itu.
Anta, dia membuka suaranya.
“Mommy suapin ya ?” Tanya Anta mengambil piringnya yang berisi nasi serta nugget ayam dan sapi favorit Zizil.
Zizil menggelengkan pelan kepalanya.
Abraham, dia membuka suaranya.
“Makan, Sayang…”
“Nanti siang supaya ada tenaga untuk main sama Adik-adik kamu.” Ucap Abraham dan direspon dongakan kepala oleh Zizil.
Anta tersenyum dan mengangguk iya.
“Mommy suapin ya ?”
“Nanti yang jaga Adik Dyrga dan Dyrta siapa coba ?” Ucap Anta seraya merayu Zizil. Mencium pipinya yang semakin tembem.
Walau bibirnya masih mengerucut, tapi Zizil mengangguk iya.
Semua orang tersenyum melihat respon Zizil. Dan Anta pun mulai menyuapinya, sesekali dia memakan makanannya.
Sedangkan yang lainnya, mereka sudah terbiasa dengan sikap Anta yang juga menjadi Mommy untuk Zizil dan pasti dia yang mengurus Zizil jika mereka sudah bertemu.
Dan tidak lama berselang waktu, kepala maid menghampiri mereka. Dia membuka suaranya.
“Maaf Bu, Pak. Jika mengganggu…”
“Den Dyrga dan Den Dyrga bangun. Dan mencari Nyonya.” Ucapnya sedikit menunduk hormat.
Anta lalu sigap berdiri. Dan menyuruh Zizil untuk memakan makanannya sambil menunggunya turun ke bawah membawa kedua Adiknya turun dan ikut bergabung bersama dengan mereka.
Dila juga ikut berjalan bersama dengan Anta untuk membawa salah satu keponakannya. Karena dia tahu, kalau keponakannya tidak pernah digendong oleh maid.
…
Mengingat bagaimana harmonisnya keluarga mereka dulu, membuat Anta selalu sedih jika mengadakan acara sahur pertama hanya dengan ketiga prianya. Karena masa-masa dulu. Merupakan masa yang sangat dia inginkan, untuk dia rasakan kembali.
---**---
1 Bulan kemudian.,
Mansion Abraham Althaf, New York, USA.,
Taman Belakang Mansion.,
Pagi hari.,
Dua mobil berlogo sama, bermerk Althafa. Mobil sport keluaran Althafa, perusahaan Sport Car milik Dyrta. Dua mobil berbeda warna itu terpampang di belakang halaman mansion Abraham Althaf.
Seorang pria dengan pakaian santainya. Kaos berwarna biru dongker serta celana jeans hitamnya melekat di kaki jenjangnya. Sepatu putihnya menambah penampilan casualnya. Beberapa gelang hitam melekat di kedua pergelangan tangannya.
Pria itu keluar dari pintu belakang mansion, dan mendekati seorang wanita yang tengah merawat bunga kesayangannya di kebun bunga miliknya. Pria itu lalu membuka suaranya sambil berjalan mendekati wanita itu.
“Mom, aku pergi dan akan pulang larut malam.”