13

1148 Words
Hayato memburu napasnya yang sudah terasa tersengkal, langkah cepatnya menyusuri jalanan, berlari melewati kerumunan orang-orang yang ada di jalan kota itu. Rasanya ia baru saja mandi, setelah selesai ia mencari Shatoru sayangnya nasib sial malah datang padanya. Bagaimana mungkin ia sampai tak mawas diri. “Kejar! Jangan sampai anak itu lolos!” ujar sebuah suara dari belakang, beberapa orang mengejar Hayato lagi. Rasanya ia baru saja melakukan kesalahan, tapi ia tak sedang mencuri, ia berlari dari kejaran beberapa orang yang menggunakan pedang dengan tubuh yang gempal, nasibnya begitu sial bahkan hingga sampai di ujung kota pun ia masih harus bertemu dengan orang-orang aneh. Lalu kemana Shatoru? Hayato berlari menyurusuri kota itu, menjauhi kejaran sampai akhirnya ia masuk kedalam sebuah gang rumah-rumah penduduk, sesaat ia menengok arah belakang, mereka tak nampak terlihat. Ia menengok kesamping kanan-kiri untuk mencari di mana tempat sembunyi yang aman, tidak ada, hanya sebuah celah kecil di samping tempatnya berdiri. Hayato berjalan miring ke tempat itu, karena celahnya sedikit sempit dan kecil. Dengan napas yang masih memburu ia terus mengaturnya, detak jantungnya berbunyi cukup kencang rasanya sampai terdengar telinganya sendiri. Ia tak mau menengok kearah depan saat ia mendengar ada beberapa orang yang masuk kedalam gang itu, suara langkah kaki mendekati kearahnya dengan hentakan kuat. Bayangan dua orang terlihat matanya, saat bayangan itu masuk ketempatnya Hayato mulai ketakutan, bayangan penjara seketika muncul di kepalanya, lalu... Hap. Mulutnya di bekap seseorang dari sampingnya terduduk, lalu menyeretnya sekuat tenaga kearah belakang dan membawanya entah kemana. Hayato tak sanggup melawan juga tak sanggup terteriak. Siapa dia? Dan apa yang terjadi? Hayato yakin itu tadi sebuah celah kecil yang tak bisa di masuki orang lagi, tapi kenapa sekarang berbeda. Setelah itu matanya tertampak cahaya lampu-lampu yang terang, sedikit silau cahayanya. Dan orang itu melempar tubuh Hayato begitu saja. Hayato meringis kesakitan, matanya mulia melihat area kulitnya yang nampak membengkak lagi akibat lemparan orang yang belum ia lihat itu. “Kau siapa? Apa urusanmu dengan mereka?” tanya sebuah suara berat, pemiliknya pasti orang yang melempar Hayato tadi. Hayato mendongakkan wajahnya, menatap pemilik suara berat itu. Seorang pria aneh lainnya dengan tudung kepala petani dan dua pedang panjang di pinggang kanannya. Nampak seperti seorang Bunshi hanya saja tanpa baju kebesarannya. “Aku tak mengenal mereka, aku tak tahu siapa mereka,” ujar Hayato polos, jujur memang ia tak mengenalnya. Karena pertemuan dengan mereka saja terjadi begitu cepat. 15 Menit Lalu Saat sampai di kota itu, mereka mencari penginapan dengan beberapa keping logi yang tersisa, Shatoru tak ambil pusing, karena setelah ini mereka akan sampai di hutan tebu desa Yondama. Setelah merasa nyaman, Shatoru pergi mencari makan seperti biasa karena penginapan kecil itu tak menyediakan makanan bagi para penginap. Saat Shatoru keluar Hayato baru saja selesai mandi, Hayato mencari kemana perginya sang paman. Hayato keluar menyusuri kota itu sambil melihat-lihat dan mencari Shatoru. Setiap tempat ia lihat, baik kedai makanan ataupun minuman tapi tak satupun tempat yang menunjukkan di mana Shatoru berada. Hingga suatu tempat di sebuah gang, Hayato melihat kerumunan para lelaki, Hayato hendak bertanya kemungkinan mereka melihat Shatoru. Sayangnya nasib sial malah mendekat padanya, entah apa yang ia senggol hingga membuat para kerumunan laki-laki itu marah. Beberapa dari mereka meminta Hayato mengganti rugi dengan 50 keping logi dan sesekali memukul perut Hayato. Hayato yang tak tahu apa-apa hanya bisa berkata tidak, dan saat mereka lengah, Hayato berlari pergi. Kejadian itu begitu cepat, hingga Hayato sampai di tempat itu bersama seorang laki-laki yang kini menatapnya begitu curiga, meskipun Hayato sudah menjelaskannya secara detail, apa yang terjadi. “Kau bukan salah satu dari mereka, kan anak kecil?” tanya laki-laki itu lagi, Hayato menggeleng pelan, sepertinya ucapan tak akan di terimanya. “Siapa namamu? Dan ada urusan apa kau ke kota ini?” “Aku Hayato, dan aku kekota ini bersama pamanku, ada urusan penting,” ujar Hayato kini setelah laki-laki itu kembali dengan pertanyaannya. “Urusan sepenting apa?” “Menurut pamanku itu sangat penting.” Ucapan dari Hayato itu hanya membuat sang laki-laki yang tak menyebutkan namanya sejak tadi hanya bisa mengangguk-angguk saja. “Dimana tempatmu menginap, biar aku antarkan. Jika kau pergi sendiri, para gerombolan itu pasti akan mengejarmu lagi,” kata laki-laki itu. “Aku menginap di penginapan mawar biak, satu-satunya jalan yang kutahu hanya gang yang di penuhi orang-orang tadi.” “Biar aku yang mengantarmu pulang, sekaligus aku ingin bertemu pamanmu.” Setelah mengucapkan kata-kata itu sang laki-laki kembali menarik paksa tangan Hayato, tidak ada rasa belas kasihan pun pada seorang anak kecil. *** Tak berapa lama mereka berdua sampai di kamar penginapan, Hayato mengetuk perlahan pintu itu, lalu membukanya. Saat terbuka ia sudah melihat Shatoru yang bersikap biasa saja, meskipun tanpa membuka topengnya. Hayato mulai berpikir aneh pada orang-orang yang ia temui belakang ini, mereka seperti tak mengerti perasaan orang lain saja, kasar dan keras bahkan padanya yang seorang anak berusia 12 tahun. “Kukira kau tak akan kembali lagi,” ujar Shatoru kemudian, Hayato hanya bisa meluruskan bibirnya, kejam sekali orang ini. “Aku pikir juga begitu, tapi nyatanya aku selamat berkat paman bertudung petani ini,” kata Hayato memperkenalkan laki-laki. “Panggil saja aku Hideyoshi,” Laki-laki yang mengaku bernama Hideyoshi itu melepaskan tudungnya lalu mengangguk untuk bersikap begitu sopan. “Aku paman Hayato, namaku Shatoru Shin.” Shatoru ikut memperkenalkan dirinya, tapi setelah perkenalan itu Hideyoshi merasa ada yang aneh dengan Shatoru, suara dan intonasinya sepertinya bukan seorang paman, tapi lebih ke... Karena rasa anehnya berubah menjadi penasaran, dengan mata tajam yang begitu menakutkan, Hideyoshi terus memperhatikan Shatoru kemudian beringsut maju kedepan, dan menghimpit tubuh Shatoru di depan dinding penginapan. Baik Shatoru maupun Hayato kaget dengan apa yang di lakukan Hideyosi, terlebih Shatoru yang tak nyaman di perlakukan seperti itu. “Lepaskan! Apa yang kau lakukan?!” ujar Shatoru dengan nada yang sedikit meninggi, ia berusaha melepaskan cengkraman tangan Hideyoshi yang memegang tangannya. Hayato diam tak bisa melakukan apapun. “Apa benar kau paman Hayato?” tanya Hideyoshi, lagi-lagi ia masih penasaran. “Apa maksudmu, aku paman dari kemanakan ayahnya,” kata Shatoru. Setelah mengatakan hal itu Hideyoshi melepaskan tangan Shatoru dan menjauh darinya, meskipun Hideyoshi tak berniat membuka topeng miliknya tapi Shatoru masih begitu takut jika saja Hideyoshi mengetahui penyamaran yang ia lakukan. Hal itu akan membuatnya masuk dalam masalah baru. “Maafkan aku, aku memang terlalu curiga. Aku terlalu banyak menemui musuh saat pengembaraanku, jadi aku terlalu was-was,” kata Hideyoshi. “Pengembaraan, dari mana memangnya kau?” “Aku seorang ronin, yang mencari penyebab kenapa aku menjadi ronin,” ucap Hideyoshi. “Bukankah sudah jelas kau kehilangan tuanmu.” “Benar, tapi ada hal lain yang membuat aku mencari tahu apa penyebabnya, tapi sebelum aku bercerita bolehkan aku menginap di tempat ini sampai aku menemukan kembali barangku yang telah di curi.” Hideyoshi yang terlalu curiga meminta tolong pada mereka. Shatoru menatap Hayato sekilas yang kemudian mengangguk, seorang membolehkan Hideyoshi untuk menginap di tempat yang sama dengan mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD