15

1097 Words
Hayato terdiam setelah bangun dan mengucek matanya, masih sangat pagi, tapi Shatoru sudah pergi lagi, sepertinya orang itu doyan sekali membuang waktunya untuk berjalan-jalan, tanpa waktu istirahat, bahkan Hayato tak ingat kapan waktu Shatoru masuk kedalam kamar untuk tidur. Bahkan kini Hideyoshi juga tak ada, apa mereka ada rencana untuk berkeliling pagi ini, tanpa mengajak Hayato? Keterlaluan memang. Setelah itu Hayato bangun dari duduknya, mencari tempat untuk mencuci wajah dan mencari kemana kedua orang aneh itu pergi. Hayato keluar dari penginapan, sambil berjalan-jalan. Udaranya cukup tenang, kota di sana juga cukup ramai, tapi sayangnya tidak ramah bagi para pengunjung dan turis, penduduknya tak acuh dengan siapapun. Sibichu memang di kenal sebagai kota perampok, di mana banyak sekali barang curian yang ada di kota itu, di jual belikan secara illegal adalah hal biasa. Bahkan benda-benda milik negara, item sihir dan pedang pusaka pun ada di sana. Di tambah kota ini tak tersentuh sedikitpun oleh peraturan kekaisaran, mereka memiliki aturan sendiri yang terus ada di sana, apalagi kalau tidak memiliki pajak yang lumayan tinggi. Daimyo tiga wilayah diantaranya Sibichu, Kabut Biru, dan Dansimura memiliki peraturan yang tak terikat. Ada banyak orang-orang menakutkan yang berada di sana, menjual-membeli, mencuri dan merampok adalah kegiatan sehari-hari yang setiap saat terlihat jelas. Hayato masih mencari keberadaan Shatoru dan Hideyoshi, sementara itu Shatoru masuk kedalam sebuah tempat jual-beli pedang dan peralatan perang lainnya, seperti tombak dan anak panah. Temannya cukup besar, banyak sekali pedang yang ada disana, mungkin Shatoru akan membeli satu dengan beberapa logi yang tersisa di kantungnya. “Apa yang kau lakukanan di sana? Kau mau membeli sesuatu apa berniat mencuri,” ujar seseorang yang berdiri di belakang meja, sepertinya pemilik tempat itu. Shatoru tak menjawab, ia hanya berjalan medekati pemilik kedai itu yang sejka tadi bersikap seolah tak ramah pada pembeli, mungkin karena Shatoru terlihat begitu lusuh dan kotor. “Pedang apa yang bisa aku dapatkan dengan 20 logi?” tanya Shatoru menaruh kepingan logi berwarna hijau itu di atas meja. Sang pemilik kedai masih terdiam tak menjawab, mungkin dalam pikirannya menggerutu sambil mengumpat, pedang seharra 20 logi, mungkin hanya pisau pemotong daging yang akan di dapatkan. Meskipun begitu, pemilik kedai itu mengambil dengan logi-logi itu, dan kemudian menunjuk sebuah susunan pedang yang ada di dinding seolah mengatakan, “pilih saja pedang-pedang berkarat itu.” Shatoru mendekati pedang-pedang itu, bagi Shatoru itu lumayan bagus, mungkin sedikit asahan dan beberapa polesan bisa membuatnya cukup menarik, setidaknya bisa menebas batang capri. Saat Shatoru tengah sibuk memilih, Hideyoshi masuk kedalam kedai itu, yang dari tadi juga mencarinya. “Hei paman, aku mencarimu sejak tadi, kau meninggalkan belatimu!” teriak Hideyoshi begitu melihat Shatoru yang berada di dalam. Pemilik kedai risih dengan suara bising itu. Hampir saja mengusir Hideyoshi, tapi matanya yang lebih dulu tertuju pada benda yang di pegang Hideyoshi, sebuah belati perak dengan gagang kulit cempani. Jika di jual belati itu pasti sangat mahal, bagaimanapun caranya pemilik kedai harus memiliki belati itu. “Aku lihat belatimu sangat bagus,” ujar pemilik kedai pada Shatoru yang baru saja menerima belati itu dari Hideyoshi. “Ini hanya belati biasa, yang diberikan guruku,” jawab Shatoru, ia tak tertarik dengan ucapan sang pemilik kedai. “Apa kau berniat menjualnya, aku akan membeli dengan harga yang mahal, 70 logi kuning,” tawar si pemilik kedai. “Tidak, aku tidak berniat menjualnya,” Shatoru menolak, karena ia memang tak ingin menjualnya. “Bagaiman kalau 90 logi kuning ..., atau 20 logi merah.” Pemilik kedai itu terus melakukan penawaran pada Shatoru semntara Shatoru tak sedikitpun terpikir untuk menjualnya, itu belati kesayangannya. “Berikan belati itu padaku,” ujar Hideyoshi mengambil kembali belati itu dari Shatoru, sesaat ia melihat belati yang sejak tadi di tawar pemilik kedai. “Hmm ..., kau mau berbuat curang?! Ini belati perak dengan ukiran khas dan gagang cempani, setengah isi kedaimu saja kurang membelinya, dan tadi kau menawarnya hanya seharga 20 logi merah!” Sang pemilik kedai hanya terdiam tak acuh mendengar ucapan Hideyoshi yang begitu tinggi, wajahnya kembali tak peduli, ternyata ada orang lain yang sadar harga dari belati itu, sial sekali dirinya. “Aku hanya melakukan tawar-menawar sebagai seorang penjual,” kata Pemilik kedai itu santai. “Kau tidak melakukan penawaran, tapi kau memeras,” ucap Hideyoshi. “Hentikan, Yoshi. Aku juga tak berniat menjualnya, itu barang berharga milikku ..., dan aku sudah mendapatkan pedangku dengan harga 20 logi hijau, terima kasih aku pergi.” Shatoru mengucapkan hal itu dengan menarik tangan Hideyoshi yang masih saja terlihat emosi dengan pemilik kedai, hingga mereka sampai di luar di jalanan. “Dasar curang,” runtut Hideyoshi sambil berjalan beriringan. “Sudahlah, aku tahu harga benda ini, lagi pula aku tak tertarik menjualnya pada siapapun dengan harga setinggi apapun. Dan aku mendapatakan pedangku, bagaimana menurutmu?” Hideyoshi melihat pedang yang di bawa Shatoru, memperhatikannya. Pedang pilihan Shatoru cukup bagus dengan sarung hitam ukiran khas dan gagang kemerahan, nampak seperti pedang mahal, kemungkinan penempanya orang desa atau barang temuan. Saat keduanya berjalan dengan santai, dari belakang Hayato menepuk pundak keduanya, Hayato memandang dengan wajah datarnya. "Tak bisakah menungguku dulu sebelum melakukan pesta," ujar Hayato. "Aku lebih baik menunggu dagingku matang daripada harus menunggumu bangun," ucap Hideyoshi pada Hayato. "Jahat sekali kau paman. Dan ngomong-ngomong aku lapar, aku ingin makan sesuatu." Kini Hayato memegangi perutnya. "Aku juga belum makan sejak tadi, aku akan menumpang makan kalian," kata Hideyoshi kembali. "Kau benar-benar miskin, Paman." "Aku tidak miski, aku hanya kehilangan barangku saja, dan berhenti memanggilku paman, aku masih cocok sebagai kakakmu." "Kau sepertinya jauh lebih tua," ejek Hayato. Sementara itu Shatoru hanya diam mendengarkan keduanya bertengkar.Karena ketiganya sudah begitu lapar, mau tak mau mereka akhirnya menuju sebuah kedai yang menjual makanan. Kemungkinan ini akan menjadi pertemuan terkakhir mereka. "Setelah ini kau mau kemana?" tanya Shatoru pada Hideyoshi yang begitu lahap memakan makannya sama seperti Hayato. "Aku masih akan berada di sini untuk beberapa saat, karena aku akan mencari barang-barangku. Aku tak bisa pergi sebelum menemukannya," jawab Hideyoshi. "Apa barang itu begitu berharga?" tanya Hayato kini. "Sangat berharga, barang itu adalah bukti dari wilayahku." "Apa itu?" tanya Hayato lagi. "Kau tak perlu tahu, kau tak akan paham bocah," mendengar ucapan Hideyoshi itu membuat Hayato hanya bisa diam. "Barang apa yang akan kau bawa, kau mengatakan akan pergi ke Edo bukan? Sebagai seorang Ronin kemungkinan besar kau akan bertemu Daimyo," ucap Shatoru yang sejak tadi terdiam. Hideyoshi diam sesaat mendengar ucapan Shatoru itu, Shatoru langsung paham dengan arah pembicaraannya. "Aku membawa surat gulungan penggabungan wilayah, aku ingin wilayahku kembali. Karena penggabungan itu aku kelihangan tuan, gelar dan semuanya," ujar Hideyoshi kini. Shatoru hanya mengangguk, memahami apa maksud ucapan Hideyoshi kini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD