26

1206 Words
Ada yang aneh, dari arah desanya muncul kumpulan asap dan nyala api yang sangat besar. Seketika saja Hayato kaget dan mulai panik, ia lalu berlari sekencang mungkin. Itu mungkin kebakaran hebat, pikirannya mulai penuh dengan orangtuanya dan Ishiki sang kakaknya. Ia ingin secepat mungkin sampai disana, membantu memadamkan api. Dengan napas terengah-engah dan mata yang mulai berkaca-kaca, ia mulai menangis ketakutan. Sesampainya di desa, api sudah mengepung hebat hampir seluruh rumah hancur terbakar tak ada yang tersisa, ia mulai berlari kesisi jalan, mencari rumahnya. Rumahnya pun sama, hancur lembur dengan kobaran api, lalu di mana orangtuanya? Di mana Ishiki? Dan di mana orang-orang? Apa mereka mengungsi? Tapi, kemana? Dari arah berlawanan suara hendatakan kaki-kaki kuda menjauhi desanya, ia dengar sangat jelas saat ia berusaha mengejar, kumpulan kuda itu sudah tak ada. Kemana mereka semua? Hayato menangis sambil berteriak bergantian memanggil keluargnya, tapi tak ada yang mendengar. Ia berusaha mengelilingi desa itu tapi tak ada siapapun di sana. Api terus membumbung tinggi, mau tak mau Hayato harus pergi. Karena jika tidak ia akan terjebak di sana. Sejak itu ia hanya bisa menyusuri jalanan mencari dan mengumpulkan makanan tanpa bisa melakukan apapun, mungkin baginya lebih baik begitu. Byur! Ia terbangun karena siraman air lagi dari Shatoru. Sepertinya ia sudah mulai terbiasa dengan hal itu. Untung saja musim dingin sudah berlalu, jadi ia tak akan merasa kedinginan lagi. Hayato cepat bangun, tanpa memperdulikan ucapan Shatoru. Ia bergegas mandi dan berganti pakaian. Kemudian menikmati sarapan dan mengambil pedang kayunya untuk berlatih kembali. Sudah 3 bulan ia berlatih, tapi yang ia lakukan hanyalah hal yang sama. Bosan sekali ia, ingin sekali rasanya ia bisa memakai pedang sungguhan, berlatih jurus-jurus sungguhan, tapi ia tak tahu caranya. "Hayato, ini sudah musim semi. Jamur ciyo di hutan mulai kuncup, bisa kau mencarinya. Untuk kita makan hari ini," ucap Shatoru. Ia berusaha menyuruh Hayato. "Aku tak tau bagaimana bentuk jamur itu, Paman," kata Hayato sambil melempar pedang kayunya ke segala arah. "Seperti jamur pada umumnya, dan hanya jamur itu yang berkuncup di musim seperti ini," ujar Shatoru lagi. "Aku akan menyusulmu nanti setelah aku mengantarkan tanaman herbal ke rumah Bibi Yumi." Hayato mengangguk, kemudian ia mengambil keranjang punggungnya dan berjalan menuju hutan untuk mencari jamur yang di maksud Shatoru tadi. Selama perjalanan ia terus melihat bunga sakura bermekaran beberapa masih kuncup, warnanya merah jambu terang. Indah sekali. Desa Yondama yang dekat dengan laut menyuguhkan pemandangan itu. Dulu di desanya jarang ada bunga sakura setiap musim semi, karena di sana tidak ada pohonnya. Jika ingin melihat bunga sakura ia harus pergi ke desa lain atau kuil khusus persembahan. "Paman Kuro, apa yang kau lakukan?" tanya Hayato saat melihat seorang pria tua dengan duduk di bawah pohon sakura. "Namaku Muro, bocah," kata Muro mulai berdiri. "Ah maaf Paman aku salah menyebut namamu. Apa yang kau lakukan?" "Hari ini bunga sakura mulai bermekaran, aku memberikan sesembahan pada Dewa atas anugrahnya ini. Semoga musim depan usiaku masih cukup sampai melihat sakura mekar lagi," ucap Muro mulai berdiri menuju Hayato. "Paman masih nampak muda sekali, pasti masih bisa melihat sakura tahun depan," puji Hayato berusaha mengambil hati Muro. "Kau sama seperti Shatoru, bisa saja membuatku senang. Kau mau pergi kemana?" "Ah aku lupa. Paman Shatoru menyuruhku mencari jamur ciyo di hutan," kata Hayato mulai mengingat perintah Shatoru. "Memang ini waktu yang bagus untuk mencari ciyo. Tapi kau salah arah. Harusnya kearah sana," Muro menunjuk sebuah cabang jalan lain. "Jika kau lewat sini, kau hanya akan kembali ke tebu." Mendengar kata tebu, Hayato mulai merinding. Seketika ia mulai mengingat kejadian buruk sebelum datang ke desa ini dan mulai saat ini ia membenci kunang-kunang. "Terima kasih paman, untung ada Paman, jika tidak pasti aku sudah ke sasar," ucap Hayato. "Tidak apa-apa. Shatoru dulu saat pertama kali datang ke desa ini juga sering sekali tersesat ..., kalau begitu mari aku temani mencari jamur," tawar Muro. Hayato merasa bahagia. Ia menerima tawaran itu, kemudian mereka berjalan bersama untuk mencari jamur di hutan. Selama perjalanan Muro banyak bercerita tentang desa Yondama keindahan yang tersembunyi di balik hutan tebu. Bagi penduduk desa Yondama adalah Edo kedua, karena ujung desa adalah sebuah laut. Sementara itu hampir seluruh perbatasan Yondama adalah hutan. Hayato mulai berasumsi, mungkin itu yang membuat Yondama indah tak banyak yang mengunjungi bunga sakura selain warganya sendiri. "Apa yang kau lakukan?" tanya Muro saat mereka tengah mengambil jamur. "Mengambil jamur," ucap Hayato memperlihatkan jamur itu pada Muro "Buang, itu jamur beracun. Jika kau memakannya kau bisa mati," kata Muro. Lagi-lagi Hayato menggidik, sepertinya Muro pandai membuat orang takut. "Sepertinya sama saja, Paman Muro." Hayato masih membolak-balik jamur itu. Ia membandingkan jamur yang di pegang Muro warna dan bentuknya sama seperti yang ia pegang. "Coba perhatikan, ada beberapa titik hitam di bawah kelopak jamur itu. Itu yang membuat berbeda, namanya jamur cido," jelas Muro. Hayato mengangguk, lalu membuang jamur itu meskipun ia masih bingung. Rasanya kedua jamur itu tak jauh berbeda, namanya pun mirip ciyo-cido. Setelah itu Hayato mengikuti apa yang Muro katakan. Dan tak berapa lama mereka mendapatkan begitu banyak jamur. Saat di rasa jamur itu sudah banyak, Muro dan Hayato memutuskan untuk pulang. *** "Makan lah," ujar Nakami, istri Muro. Hayato terdiam melihat makanan yang di sediakan Nakami. Setelah pulang mencari jamur tadi Muro menyuruhnya mampir kerumah, dan Nakami menghidangkan makanan untuknya. Hayato masih begitu canggung. "Makan lah, Hayato. Bibimu memasak banyak," ucap Muro menyuruh Hayato lagi. Hayato kemudian mengangguk dan mulai menikmati makanan itu. Rasanya enak sekali, seperti daging rusa yang di makannya tempo hari, tapi ini sup. Selama ia makan Muro dan Nakami hanya menunggu. Tidak ikut makan. "Paman dan Bibi kenapa tidak makan?" tanya Hayato. "Kami sudah makan sebelum memberikan sesembahan musim semi," kata Nakami. Hayato mengangguk, lalu kembali menikmati makanannya. Nakami dan Moru begitu menghormati Dewa-dewa mereka, hampir setiap hari mereka pergi kekuil untuk melakukan doa. Selesai menikmati makanan itu dan mengobrol sedikit, Hayato berpamitan untuk pulang. Selama mengobrol tadi Nakami dan Moru bercerita banyak hal, termasuk membahas tentang dua anak mereka, yakni Shubomi dan Khurohico. Shubomi meninggal bunuh diri dua tahun lalu karena di perkosa orang tak di kenal. Sementara Khurohico sudah lama sekali tak pulang karena menikah di kota, terakhir kali mereka tahu bahwa Khurihico memiliki anak. Hayato yang mendengar hal itu merasa kasihan dan merasa kesepian hidup hanya berdua di masa tuanya. Sementara itu Hayato sudah sampai di rumah. Menaruh keranjang punggunya dan duduk di teras sambil mengatur napasnya. "Kau dapat banyak?" tanya Shatoru keluar dari rumah. "Hanya setengah ... dan kau kenapa tak datang membantu? Untuk saja Paman Muro datang," cerca Hayato pada Shatoru. Padahal Shatoru tadi berniat membantunya. Tapi ternyata tidak. "Aku terlalu sibuk mengobrol dengan Bibi Yumi, sampai aku lupa," jawab santai Shatoru. Hayato mendengus. Ia sudah tahu jawaban apa yang akan Shatoru katakan, karna memang alasan lagi. "Hei kalian!" teriak Inoshuke di dalam kereta yang berada di jalan. "Mau ikut tidak? Aku akan ke Kurobuchi." "Apa yang akan kau lakukan?!" tanya Shatoru sambil berteriak. "Aku hanya berjalan-jalan melihat festival bunga sakura!" Setelah mendengar hal itu, Shatoru dan Hayato mengiyakan ajakan Inoshuke, kemudian mereka bersiap-siap dan mengikuti kemana Inoshuke pergi. Kota Kurobuchi tak begitu jauh dari Yondama, jika mereka pergi siang ini mungkin malam akan datang. Tapi, mereka harus melewati sungai yang membatasi dua wilayah yang berbeda. Karena akan jauh jika harys memutar arah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD