Hayato terbangun dari tidurnya dini hari, saat ada yang mendesak ingin keluar. Dengan perasaan takut serta was-was karena hutan begitu rimbun ia memberanikan diri. Shatoru masih terlelah dalam tidur.
Ia menyingkap semak-semak, lalu berdiri di belakang semua pohon besar setelah melepaskan sampai setengah paha celananya.
Tak berapa lama ia selesai, lalu berjalan kembali menuju di mana Shatoru berada. Udara cukup tenang malam itu, cahaya rembulan juga menampakkan jalan bagi Hayato, meski begitu ia tetap saja takut.
Saat kembali menuju Shatoru, tiba-tiba matanya melihat beberapa kunang-kunang indah yang terbang di depannya. Dengan refleks tangan Hayato berusaha meraih, tapi kunang-kunang itu lebih dulu terbang.
Seperti terkena sihir, Hayato mengikuti kemana hewan-hewan kecil dengan ekor terang itu pergi. Cahaya dari hewan itu memanjakan mata, dan menarik siapapun yang melihat, seolah mengatakan "ayo kemari, ikuti kami"
Kunang-kunang itu sesekali hinggap di semak-semak, lalu kemudian masuk kedalam sana, Hayato terus saja mengikutinya. Dengan tatapan mata kosong dan senyum yang terus mengambang di bibirnya.
Saat itulah para hewan-hewan kecil terang itu hilang, dan Hayato tersadar dengan sendiri bahwa ia sudah masuk terlalu dalam di hutan itu dan jauh dari Shatoru.
Hayato takut, dan lebih takut lagi saat ini di depannya ada sekitar lima ekor serigala yang tengah menikmati sesuatu dengan lahap. Hayato menutup mulutnya agar tak mengeluarkan satu suara pun, ia mundur ke belakang secara perlahan.
Dengan pelan ia melangkahkan kakinya, bahkan rasanya ia tak bisa menghembuskan napasnya karena takut akan memimbulkan suara lainnya. Tapi, sayangnya saat ia mundur kebelakang kaki kanannya menginjak ranting kering. Seketika saja membuat matanya melotot hingga rasanya ingin keluar.
Mendengar suara ranting itu, dengan pasti satu persatu serigala itu menoleh ke arah Hayato yang kini mulai berkeringat.
Angin hutan penuh liur di mulut itu kini terus memperhatikan Hayato, sementara Hayato bisa melihat dengan jelas bahwa mereka baru saja memakan beberapa ekor kelinci yang tadi membuat dirinya dan Shatoru ketakutan.
Hayato mundur selangkah demi selangkah saat para serigala itu maju mendekati dirinya yang semakin gelisah, pelan tapi pasti mereka mendekati Hayato. Hingga jaraknya hanya tiga meter.
Hayato tak bisa lagi merasakan air liurnya yang serasa sudah kering di tenggorokkannya, rasanya ia ingin sekali berteriak dan memanggil Shatoru, tapi semua kata-katanya tercekat di leher dan tak bisa keluar.
Saat terus mundur, tiba-tiba kaki Hayato menyentuh akar pohon yang menyembul dari tanah, hal itu membuat Hayato terjatuh ke tanah. Melihat hal itu para serigala sambil mendekat sambil mulutnya seolah mengatakan, "kena kau manusia, akhirnya makan besar."
Empat ekor serigala, dua sisi kanan dan kiri berhenti, sementara seekor serigala di tengah terus berjalan dan kemudian mencari ancang-ancang seperti ingin melompat, lalu....
Hayato menutup matanya dengan kasar, ia tak ingin merasakan sakit akibat cabikan dan gigitan hewan itu, tapi tak ada yang terjadi. Hayato kembali membuka matanya perlahan, ingin mengetahui apa yang terjadi, namun pandangannya terhalang seseorang dengan pakaian hitamnya.
Hayato menghembuskan napasnya, syukur saja Shatoru menolongnya. Hayato melihat sekilas serigala yang tadi hampir menerkamnya sudah terkapar tak berdaya dengan simbahan darah di atas tanah begitu saja.
"Sembunyi di balik pohon!" teriak Shatoru pada Hayato dengan nada memerintah, tanpa ucapan kedua kalinya Hayato langsung menuju balik pohon.
Sekarang hanya ada Shatoru dan keempat serigala itu yang mulai berkeliling, mutari tubuh Shatoru. Dari balik pohon Hayato bisa melihat dengan jelas.
Satu persatu serigala mulai menyerang Shatoru tapi bisa di tahan dengan gagang pedang, serigala itu berjatuh tapi tak lama kemudian kembali bangkit. Entah kenapa Shatoru tak langsung menebas serigala-serigala itu seperti yang pertama.
Hayato dari balik pohon berharap Shatoru cepat menghabisi para serigala itu. Tapi, Shatoru hanya menghindar dan bahkan kadang memukulnya dengan sarung pedang.
Beberapa kali terjatuh, akhirnya para serigala itu pergi yang salah satunya dengan kaki pincang akibat pukulan Shatoru.
Melihat hal itu Hayato keluar menemui Shatoru yang sudah menyimpan pedangnya pada sarungnya kembali.
"Paman, kau hebat sekali," puji Hayato pada Shatoru.
"Kau harusnya kembali, bukan malah keluyuran," kata Shatoru.
"Aku habis buang air kecil, lalu tersesat. Yaudah ayo kembali," ucap Hayato.
Shatoru mengangguk di balik topengnya, kemudian Hayato berjalan di depan Shatoru untuk menuju tempat tidur mereka tadi. Shatoru menuntun dari belakang.
Tak berapa lama Hayato sampai di tempat tidurnya sendiri, saat sampai di sana ia malah melihat Shatoru tengah tidur sambil duduk dan memeluk pedang yang di belinya di kota Sibichu. Hayato kembali menelan air liurnya, jika Shatoru tidur di situ lalu siapa yang menolongnya tadi.
Bulu di belakang leher Hayato serasa berdiri, lalu dengan lekas ia berlari dan mendekati Shatoru. Menutup matanya di sana, ia berharap pagi cepat datang.
***
Pagi sudah mulai datang. Shatoru dan Hayato yang sudah bangun mulai melanjutkan kembali perjalanan lagi keluar dari hutan itu dan menuju Yondama, menurut Shatoru kemarin desa itu tak begitu jauh, tinggal mengikuti jalan setapak yang tengah mereka pijaki.
Saat berjalan itu Hayato masih saja terus diam, ia menggidik sesaat setelah ingat apa yang terjadi tadi malam padanya. Bahkan saat ini Hayato memandangi Shatoru yang berjalan di sampingnya sambil meyakinkan bahwa yang di depannya adalah manusia, bukan hantu yang atau sejenisnya.
"Lihat itu desanya," ujar Shatoru sambil menunjuk sebuah pemandangan dari atas sana.
Hayato melihatnya, sebuah desa indah yang nampak sedikit tertutup kabut putih. Rumah-rumah dari kayu tertata rapi, tidak banyak tapi terlihat tenang.
"Indah sekali," kata Hayato.
Desa Yondama mengingatkan Hayato pada desaya dulu, tempatnya juga sama di bawah bukit, tapi desa itu sudah tak ada lagi kini, karena sudah rata akibat kebakaran besar.
"Kita tinggal menuruni saja, 15 menit kita akan sampai," ucap Shatoru.
Hayato mengangguk mendengar ucapan Shatoru, lalu mereka melanjutkan perjalanan menuju desa itu.
Mereka terus saja berjalan menuruni bukit, melewati persawahan yang hijau penuh dengan padi dan tumbuhan lainnya.
Sesekali saat ada penduduk yang bertemu dengan mereka, Hayato tersenyum, mungkin Shatoru juga melakukan itu tapi tertutup topeng.
"Shin!" teriak seseorang dari sebuah rumah bertingkat dua.
Shatoru dan Hayato berhenti, memandang seseorang yang kini perlahan turun menuju keduanya yang masih berdiri di jalan.
"Kau baru datang setelah sekian lama," sambung laki-laki yang tak lain bernama Inoshuke.
"Aku baru saja melakukan hal penting," ucap Shatoru. "Dan aku harus beristirahat lebih dulu."
"Aku tunggu kau mampir kerumah dan bertemu Ayah ..., oiya ceritakan anak tampan yang bersamamu ini nanti," ucap kembali Inoshuke.
Shatoru mengangguk pelan, setelah itu Hayato mengikuti mengangguk hormat. Lalu keduanya berlalu meninggalkan Inoshuke sendiri yang sudah kembali kerumahnya.