Bab 18

1055 Words
Kinara dan yang lainnya terus menjerit minta tolong. Mereka berupaya menghancurkan jaring besi berkarat dengan sekuat tenaga. Gunawan dan Henri mengerahkan kekuatan otot tangan mereka untuk memutuskan jaring besi, akan tetapi tidak terjadi apa-apa. Urusan benang besi sendiri sebesar tali tambang. Jangankan diputuskan, digerakkan saja susah. Sudah dua puluh detik berada di dalam air. Mereka tidak punya waktu banyak lagi untuk menahan napas di dalam air. Meski mereka memiliki kemampuan super, tapi mereka tetap tidak bisa bernapas di dalam air layaknya ikan. Kemampuan mereka menahan napas di dalam air sama seperti manusia biasa. Hanya 30-90 detik saja. Kinara tidak sanggup. Matanya mulai terpejam. Air sudah masuk ke dalam mulutnya. Adelina menyusul. Arjuna dan Anggara berbagi tugas, membuat Kinara dan Adelina tetap sadarkan diri. Selanjutnya Sarah, kemudian Sinta. Bi Ijah berupaya membuat Sarah dan Sinta tetap sadarkan diri. Gunawan dan Henri kelelahan. Tidak ada yang terjadi. Jaring besi masih kokoh. Napas mereka di dalam paru-paru benar-benar menipis. Bu Bertha mulai melemas. Satu detik sebelum Kinara memejamkan matanya, tiba-tiba terdengar dentuman keras masuk ke dalam air. Sebuah benda mendekat ke jaring besi dengan cepat. Bibir Bu Bertha membentuk kurva meski terasa berat. Napasnya mulai habis. Yang mendekati mereka bukan benda, melainkan sosok wanita dengan usia sepantaran Bu Bertha. Dia tersenyum menyapa. Kemudian dengan satu tarikan tangan, jaring besi beserta isi-isinya naik ke permukaan. Sosok perempuan itu menyeret jaring besi ke pinggir sungai. Satu genggaman tangan, jaring besi terkoyak. Gunawan dan Henri mengeluarkan para perempuan dan anak-anak dengan sisa tenaga mereka. Arjuna dan Anggara tersadar. Mereka berdua segera melakukan pertolongan pada Kinara dan Adelina. Keduanya tersadar bersamaan, memuntahkan air dari dalam mulut. Wajah mereka semua membiru. Terlambat beberapa menit saja, mungkin nyawa mereka akan melayang. "Kalian beristirahatlah terlebih dahulu. Aku akan mengurus suku gunri dulu," katanya sebelum melompat masuk ke dalam air lagi. Tidak ada sapaan kecuali senyum di dalam air tadi. Perempuan itu sudah pergi begitu saja. Bu Bertha berusaha berdiri susah payah. Dia merasa lega karena bantuan datang tepat pada waktunya. Mereka baru saja tiba di negeri ini, dan nyawa mereka hampir saja melayang sia-sia. "Untuk saat ini kita beristirahat dan mengeringkan baju terlebih dahulu di sini. Tenang, dia bukan orang jahat. Dia ada di pihak kita,” kata Bu Bertha memberi penjelasan. *** Setelah pergi selama dua jam, perempuan yang menyelamatkan mereka datang kembali. Wajahnya terlihat penuh percaya diri dan ada ketegasan di sana. Tubuhnya tidak tinggi, hanya seratus lima puluh centimeter saja. Lebih pendek lima centimeter dari Kinara. Akan tetapi, sepertinya tinggi tubuhnya itu bukan menjadi sebuah masalah atau sesuatu yang bisa diremehkan. Tenaganya begitu kuat. Lihat bagaimana dia mengoyak jaring besi tadi hanya menggunakan satu tangan saja. Dia adalah teman masa kecil Bu Bertha. Namanya Trienta. Kinara dan teman-temannya memanggilnya Bibi Trienta. Trienta membawa Bu Bertha dan yang lainnya ke rumahnya. Suku Gunri itu adalah suku penjaga hutan jamur raksasa. Trienta tidak sepenuhnya menyalahkan kepala suku dan rakyatnya. Mengingat bagaimana kondisi Negeri Voresham saat ini, mereka memang dituntut untuk lebih waspada terhadap orang-orang. Apalagi Bu Bertha dan rombongan berpakaian aneh. Pakaian penduduk bumi jelas aneh di mata mereka. Tugas mereka adalah menjaga Negeri Voresham, jadi bukan tanpa alasan mereka melakukan hal tadi. Akan tetapi, si kepala suku tampaknya tidak bisa menilai orang. Ya … seperti itu tadilah jadinya. Bu Bertha dan timnya nyaris kehilangan nyawa dan datang sia-sia. Mereka tiba di hamparan Padang rumput hijau nan luas. Ini mirip seperti rumah Bu Bertha di Bumi. Mirip sekali. Jenis rumputnya pun sama. Bahkan bisa dibilang ini lebih asri karena selain halaman padang rumput yang luas, berdekatan langsung dengan aliran sungai. Yang membedakan hanya bangunan rumahnya saja. Rumah Trienta adalah rumah jamur. Ya, rumah jamur. Di bagian payungnya itulah rumahnya. Untuk sampai di bagian payung, mereka harus naik ke atas dengan bantuan tangga tali. Satu persatu naik ke atas. Rumahnya sangat sederhana sekali. Bagian dalam terbuat dari kayu. Hampir sembilan puluh persen semuanya dari kayu. Trienta mempersilakan mereka semua untuk duduk. Dia pergi ke dapur untuk mengambil jamuan. Bu Bertha senang sekali bisa bertemu dengan Trienta. Kini dia tengah menghitung, berapa tahun lamanya dia dan Trienta tidak bertemu. Mereka adalah teman kecil. Saat usia Trienta lima belas tahun, dia dan keluarganya pindah. Bu Bertha tidak tahu kalau ternyata Trienta pindah ke negeri Voresham. Hampir tiga puluh tahun mereka tidak bertemu. Bu Bertha dan para orang tua memang bersahabat. Akan tetapi usia mereka tak semuanya sama. Mereka adalah sahabat lintas generasi. Tentu ada kisah yang menjadi asal muasal bagaimana mereka bisa menjadi sahabat seperti saat ini. Di antara mereka semua, Bi Ijah-lah yang paling tua. Lebih tua lima tahun dari Bu Bertha. Trienta membawa nampan berisi cerek yang terbuat dari tanah liat dan cangkir yang juga terbuat dari tanah liat. Di dalamnya ada teh hangat. Trienta menuangkan teh ke cangkir satu per satu. "Silakan dinikmati. Semoga kalian merasa hangat." Jumlah kursi yang tersedia di ruang tamu hanya empat, sedangkan mereka lebih dari jumlah tersebut. Sekarang mereka telah lesehan duduk di lantai kayu. "Suku Gunri ditugaskan untuk menjaga perbatasan satu Negeri Voresham. Mereka memang dituntut untuk lebih waspada terhadap apa pun. Aku juga tidak tahu kalau kalian mau datang ke sini. Aku mendengar ada keributan, lalu saat aku sampai, kalian sudah dimasukkan ke dalam air. Maaf karena aku datang terlambat," tutur Trienta merasa bersalah. Bu Bertha tersenyum. "Tidak apa, Trienta. Kamu tidak terlambat. Terlambat itu kalau kami semua sudah tidak bernyawa." Anak-anak dan para orang tua terkekeh mendengar candaan Bu Bertha. "Penyihir Harguri semakin tidak terkendali. Dia semakin brutal menyiksa penduduk negeri Voresham. Syukurlah kalian datang. Aku sudah tidak sabar melihat Penyihir Harguri dikalahkan." "Jangan berbangga dulu, Trienta. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Hanya saja, kita tidak boleh berhenti berharap. Kita harus menyatukan kekuatan untuk melawan penyihir itu. Aku dengar, dia sangat kuat." Trienta mengangguk. "Dia menguasai tujuh elemen kekuatan." Kinara, Arjuna, Anggara, dan Adelina sontak membulatkan mata mereka. Bu Bertha bercerita saat berlatih di rumahnya, bahwa hampir tidak mungkin bayi hasil campuran kekuatan orang tuanya kalau sampai tujuh elemen akan hidup. Namun, Bu Bertha tidak bilang bahwa itu tidak pernah terjadi. Bahkan ada legenda yang mengatakan ada yang hidup dengan sebelas elemen kekuatan. Mengingat itu, artinya Penyihir Harguri memang sangat kuat. Tujuh elemen kekuatan apalagi dia memang sudah benar-benar menguasainya sampai teknik yang paling tinggi, itu akan sangat mematikan. Kekuatan semacam itu jika dimiliki oleh tangan yang salah, maka akan menjadi malapetaka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD