Setelah menyelesaikan jam kuliahnya, dua orang gadis tampak berjalan keluar, keduanya berjalan saling beriringan.
"Katanya kau ingin menceritakan tentang La Viore. Oh ayolah, aku sudah menunggumu dari sejak mata kuliah Sir Zack berakhir." ujar salah satunya, bibir gadis itu mengerucut sebal.
"Aku lapar, kita pulang nanti saja. Aku akan mentraktirmu di kantin sambil menceritakan semuanya, mau?" ujar yang lainnya.
"Baiklah kalau begitu, aku mau." Ketika mendengar kata 'traktir' sontak saja membuat gadis itu berbinar-binar.
"Dasar!"
Mereka adalah Nika dan Amarta, keduanya melangkahkan kaki menuju kantin. Suasana kampus terlihat cukup ramai karena ini merupakan pergantian jam, sedangkan kelas Nika sendiri telah usai, tidak ada jam-jam kuliah selanjutnya.
Tak jauh berbeda dengan lorong-lorong kampus, di kantin juga banyak mahasiswa dan mahasiswi yang sedang memenuhi antrean kantin untuk mengisi perut.
"Cari bangku kosong dulu, biar aku yang pesan." ujar Nika sambil mengedarkan pandangan matanya, ia menatap antrean.
Amarta juga sama, gadis itu melihat-lihat ke sekitar, guna menimbang-nimbang meja mana yang kosong.
"Di sana kosong, aku ke sana." Amarta menunjuk sebuah meja kosong yang mana terdapat dua bangku juga.
"Ya, aku akan mengantre terlebih dulu." Nika berdiri di belakang seseorang yang telah mengantre, sementara itu Amarta telah duduk di bangku yang dituju tadi.
Kantin ini tidak terlalu luas, maka dari itu setiap kali banyak mahasiswa dan mahasiswi berdatangan, tempat ini akan penuh sampai tumpah-tumpah.
Dengan sabar gadis itu menunggu hingga antrean didepannya mulai berkurang, sembari menunggu tiga orang yang tersisa, ia mengambil ponsel dari dalam saku. Jari-jarinya bergeser memencet sebuah ikon salah satu aplikasi sosial media, tiba-tiba saja terlintas dipikirannya mengenai Jack Roshel.
Manager Geo berkata bahwa ia harus memfokuskan diri untuk memotret gambar seorang pembalap bertalenta Jack Roshel, meski pria itu tidak mendapat podium nantinya.
Memang saat ini nama Jack Roshel tengah digadang-gadang oleh para penyuka balap motor, bagaimana tidak? pria itu sangat berprestasi, gaya balap yang tangguh serta kecepatan dan taktik yang ia miliki mampu memikat selera orang-orang.
Jack sering mendapat podium dibalapan MotoRace, tapi pria berusia duapuluh lima tahun itu belum pernah mencicipi title juara dunia.
Dari kabar yang santer beredar, para penikmat MotoRace untuk tahun ini memang berharap agar Jack Roshel bisa naik tahta menjadi juara dunia, mereka mengunggulkan Jack dengan alasan tertentu, bukan sekedar asal-asalan saja.
Tanpa sadar, jari-jari Nika mengetikkan beberapa patah kata dalam kolom pencarian, ia menuliskan nama akun sosial media milik Jack Roshel.
Lagi-lagi gadis itu menjelajahi foto-foto Jack Roshel, semua postingan pria itu hanya seputar balapan saja, tak ada foto pribadi seperti kebersamaan dengan kekasihnya.
Nika menghentikan jari-jarinya untuk menggulirkan layar, ia tertarik dengan salah satu postingan yang Jack unggah, tanpa menunggu lama ia pun membukanya.
Hanya berisi kalimat-kalimat motivasi, Nika tersenyum tanpa sadar, kalimat yang Jack unggah merupakan motivasi yang ia juga sukai.
Ada pula komentar yang menanyakan kenapa Jack tidak memposting kekasihnya, para warganet lain berbondong-bondong membalas komentar tersebut. Dari yang bisa Nika simpulkan, Jack selama ini tidak pernah menjalin sebuah hubungan romansa.
Terdengar agak meragukan, sekelas Jack Roshel yang fenomenal itu tidak pernah memiliki kekasih?
Nika mengendikkan bahunya, mungkin saja Jack hanya tidak ingin kehidupan pribadinya diposting di sosial media.
"Nona?" Sebuah suara menginterupsi, membuat sang empunya tersentak.
"Ah ya, maaf-maaf." Tanpa Nika sadari, ternyata tiga orang yang mengantre didepannya tadi sudah menyelesaikan pesanannya.
Dengan begitu ia segera memasukkan ponselnya ke dalam saku, ia tersenyum pada pelayan, sekedar untuk meminta maaf. Ia juga merasa tidak enak hati dengan orang-orang yang antre dibelakangnya.
Karena sibuk menjelajahi Jack Roshel membuat dirinya tidak fokus.
"Ada yang bisa kami bantu?" Pelayan itu berujar dengan ramah.
"Spageti Bolognese dua porsi, jus mangga dua porsi, lalu red velvet." ujar gadis itu setelah menimbang-nimbang, menu apa yang akan ia makan siang ini.
Pelayan itu menganggukkan kepala pelan sambil mencatat pesanan Nika. "Baik, tunggu sebentar."
Kali ini gadis itu tidak memainkan ponselnya guna menunggu pesanan selesai, ia bersedekap tangan sembari matanya mengitari sudut-sudut kantin ini. Ia sudah berada dipenghujung akhir semester 6.
Minggu depan ia sudah melaksanakan ujian akhir semester, setelahnya perkuliahan akan diliburkan selama dua bulan lebih, Nika bersyukur karena ia memiliki kegiatan selama libur kuliah. Ia tidak sabar menunggu keberangkatannya ke Sirkuit Suarez, pengalaman adalah suatu hal yang berharga bagi dirinya.
"Pesananmu sudah selesai, Nona." ujar pelayan tadi, ia menyerahkan nampan yang berisi pesanan gadis itu.
Nika menyerahkan beberapa lembar uang kertas pada pelayan itu.
"Terimakasih." ujarnya.
"Sama-sama."
Setelahnya ia membawa nampan tersebut lalu berjalan menuju ke arah dimana Amarta berada.
"Silahkan dinikmati...." ujar Nika mempersilahkan.
"Wow, red velvet." Amarta memang sangat menyukai kue berwarna merah mentereng itu, gadis itu menyukai segala makanan manis.
Keduanya pun menikmati makanan dengan santai, sesekali suara bising dari meja lain terdengar, suasana kantin cukup ramai saja. Bahkan beberapa mahasiswa yang tidak sabar mengantre pun memilih pergi dari sana.
"Jadi, bagaimana ceritanya kau bisa direkrut perusahaan La Viore?" Disela-sela mengunyah makannya, Amarta melemparkan pertanyaan.
Nika menelan kunyahan spageti yang ada di dalam mulutnya, setelah itu meneguk jus mangganya.
"Seperti yang kau tahu, aku sering mengunggah hasil potretku ke beberapa website dan juga sosial media. Orang La Viore menghubungiku beberapa hari yang lalu dan menawarkan kerjasama, dan yah hari ini pergi ke sana untuk penandatanganan kontrak." jawab Nika dengan singkat tapi detail.
Amarta menghentikan kunyahannya, matanya berbinar takjub menatap sahabatnya.
"Wah, kau hebat! Asal kau tahu, orang-orang yang diajak bekerjasama dengan La Viora merupakan orang beruntung dan berbakat. Semangat, kau bisa diandalkan." Amarta memberikan support penuh pada Nika, gadis itu tahu betul bagaimana Nika menggilai hal-hal berbagu fotografi.
Nika terkekeh pelan. "Terimakasih, Marta."
"Pasti banyak tunjangan yang didapat, secara La Viore perusahaan yang besar." tanya Amarta lagi.
"Ya, seperti itulah." jawab Nika.
"Kau beruntung, ugh selamat, sahabatku?!" Amarta memekik agak keras, tapi untung saja tidak sampai membuat atensi orang-orang teralihkan pada mereka. Suara pekikan Amarta teredam oleh suara-suara pengunjung lain yang juga tengah mengobrol.
Begitulah Amarta, gadis yang memiliki sifat heboh dan cerewet.
Namun, dibalik itu semua, Amarta adalah sosok gadis yang baik dan juga tulus. Keduanya saling menyemangati satu sama lain, Nika selalu memberikan dukungan pada Amarta yang berusaha merintis karir permodelan.
"Semangat juga untukmu, semoga pemotretanmu juga lancar." jawab Nika.
Amarta sudah mengincar karir sebagai model busana selama bertahun-tahun, dan tibalah saat ini ia ditawarkan untuk melakukan pemotretan disebuah agensi. Hal itu tak lepas dari peran Nika, pertama-tama Nika mengunggah foto terbaik Amarta ke sebuah situ web, ia mempromosikan Amarta agar dilirik oleh agensi dan direkrut menjadi modelnya.
"Semuanya berkat dirimu, Nik. Jika kau tidak membantuku mempromosikan diri, maka aku tidak akan bisa berada dititik ini." Amarta menatap Nika dengan penuh rasa terimakasih. Ia dulu hampir putus asa karena tidak bisa meraih cita-citanya, apalagi orangtua Amarta juga melarang.
Untung saja Nika diam-diam mau membantunya, Amarta sangat berhutang budi pada gadis itu.
"Tidak usah seperti itu, Marta. Kita sahabat, sudah seharusnya saling membantu."
Amarta merasa beruntung memiliki sahabat sebaik Nika Adlen, sosok gadis manis yang baik hati serta suka menolong.
Keduanya pun melanjutkan acara makan siang yang sempat terhenti itu, Amarta dan Nika adalah dua orang sahabat yang saling mendukung apapun yang terjadi.