4 - Jack Roshel

2000 Words
Setengah jam perjalanan sudah berlalu, kini Nika telah sampai di hotel berbintang lima yang sudah dipersiapkan oleh Manager Geo melalui Savier. Ia menuruni mobil, matanya menjelajah ke sekitar hotel yang tampak indah dan rapi. Bangunan khas eropa dengan pernak-pernik dekorasi, dari luarnya saja sudah sangat cantik, apalagi di dalamnya. “Bagaimana kesan pertamamu?” Savier menaikkan sebelah alisnya, tangan kanannya meraih koper milik gadis itu. Nika menatap Savier dengan senyum sumringah. “Bagus, aku suka.” “Wah, tidak sia-sia aku memilihkan hotel ini untuk tempat tinggalmu selama beberapa hari ke depan.” Savier menjentikkan jari dengan senang. “Mari masuk, biar ku bawakan kopermu.” Savier sudah ditugaskan untuk melayani dan bertanggung jawab atas Nika selama berada di kota Herez, Sirkuit Suarez. Maka dari itu ia melakukan kewajibannya dengan sepenuh hati. “Terimakasih, Savie.” Ujarnya. “With my pleasure, gurl.” Balasnya. Keduanya memasuki hotel itu bersamaan, Nika tak perlu melalukan administrasi pada resepsionis. Savier sudah mempersiapkan segalanya, di sini Nika hanya perlu menjalankan tugasnya guna memotret para pembalap MotoRace. “By the way, aku kenal dekat dengan salah satu pembalap di sana. Bisa dikatakan kalau kami adalah teman semenjak kecil, tapi karena berbeda profesi akhirnya kami hanya sesekali bertemu.” Savier kembali membuka percakapan, jika dilihat-lihat, Savier adalah tipe laki-laki yang mudah bergaul. “Oh ya, siapa?” Kini Savier memencet tombol di lift, ia sembari melanjutkan pembicaraan. “Jack Roshel.” Nika mengangguk pelan, tapi setelahnya ia membulatkan mata. “Siapa tadi?” “Jack Roshel, namanya sedang bersinar musim ini.” Lanjut Savier. Benda persegi itu sudah mulai bergerak menuju ke lantai atas. “Manager Geo juga memintaku untuk memprioritaskan Jack Roshel. Apakah ia seterkenal itu?” Nika bertanya dengan raut penasaran yang amat kentara. Klik! Savier menepuk kedua telapak tangannya secara bersamaan, lalu disusul dengan ekspresi hebohnya. “Tentu saja, asal kau tahu selain karena cemerlang di bidang balap, Jack juga tipe lelaki yang setia. Bahkan saking setianya, ia tak pernah menjalin hubungan dengan wanita mana pun.” Nika mengerutkan dahinya bingung. “Bagaimana bisa disimpulkan kalau ia tipe lelaki setia, padahal belum pernah menjalin hubungan?” “Nah itu dia, jika ia diwawancarai perihal wanita, Jack akan bilang kalau dia sudah memiliki tambatan hati sejak dulu. Namun, bertahun-tahun ia berkecimpung di peraspalan, sampai sekarang belum pernah aku melihat dia dekat dengan wanita.” Savier juga heran dengan temannya itu, gadis mana yang disukai Jack. Nika mengangguk-anggukkan kepala samar. Seharusnya ini bukan pekerjaannya, Nika bukan pencari berita, ia hanya seorang fotografer. Tak terasa keduanya sudah sampai di lantai lima, Savier masih setia menarik koper gadis itu. Nika menjadi tidak enak hati karena terus dilayani seperti ini. “Emm Savie, biarkan aku yang membawa koper.” Savier langsung menolak. “Santai saja, ini sudah pekerjaanku.” Mereka berjalan menuju ke salah satu kamar, lorong hotel itu cukup ramai oleh lalu lalang pengunjung. Sepertinya mereka juga antusias dengan pertandingan balap kali ini, bisa dilihat kebanyakan dari mereka menggunakan jersey dan menenteng bendera nomor kendaraan sang idola masing-masing. “Kau bisa melihatnya, yang membawa bendera bernomor 51 adalah fans Martin de Camrige, sedangkan yang nomor 93 adalah nomor motor Jack Roshel.” Nika sedikit banyak tahu tentang nomor motor Jack Roshel. Jack selalu menggunakan nomor 93, ia pun belum mengetahui alasan dibalik pemilihan nomor itu. “Okey gurl, kau sudah sampai. Ini kamarmu dan ini juga kuncinya, semoga betah di sini. Kalau butuh apapun langsung kabari aku, aku berada di bawah, mau PDKT sama Nona resepsionis dulu.” Savier mengedipkan sebelah matanya, ia sedang melakukan pendekatan dengan salah satu resepsionis hotel ini. Nika terkekeh geli, Savier benar-benar menghibur. “Terimakasih banyak dan semangat pendekatannya, Savie.” Savier mengacungkan jari jempolnya, lalu setelah itu ia berbalik badan dan kembali menaiki lift tadi. Nika menerima kunci pemberian Savier, bentuknya seperti kartu atm yang tipis. Ia menggesekkan keycard itu pada bagian pintu, seketika pintu itu otomatis terbuka dengan sendirinya. Nika memasuki ruang kamar tersebut, aroma harum ruangan langsung merasuk ke dalam indra penciumannya. Ini adalah wangi kesukaannya, greentea yang menenangkan. Ruang kamar ini benar-benar bagus, luasnya duapuluh meter kali duapuluh enam meter. Ranjang berukuran kingsize langsung memanjakan mata gadis itu ketika memasukinya, ia menyentuh ranjang itu dengan perlahan. Spreinya sangat halus, bak dibuat oleh bahan terbaik di negeri itu. Dua bantal di atasnya, lalu selimut yang tebal dan menghangatkan. Melirik ke dinding, ada lukisan bunga mawar merah yang sangat indah. Ada pula dua pendingin ruangan, dan juga pernak-pernik lainnya. “Wow, aku akan betah berada di sini.” Gumamnya terperangah. Tak membutuhkan waktu lama lagi, Nika langsung membanting tubuhnya ke ranjang itu. Punggungnya terasa nyaman saat membentur benda lembut tersebut, ia meraih remot AC yang berada di atas nakas lalu menekan tombol ON. “Nikmat sekali, pemirsa.” Ia terkekeh pelan. Tubuhnya terasa pegal karena perjalanan yang menghabiskan banyak tenaga, belum lagi tatkala ia menahan rasa gelisah akibat baru pertama kali menaiki burung besi. Tingg… Terdengar suara notifikasi dari pesan masuk, Nika bangkit dari rebahannya dan merogoh tas untuk mengambil ponselnya. Ia membaca pesan itu dengan senyuman merekah, itu adalah pesan dari Hannah, sang ibu rupanya tak sabar menunggu kabar dari anaknya. Nika mengetikkan kalimat panjang yang berisi tentang dirinya sudah sampai di hotel dengan selamat tanpa kekurangan apapun. Setelah membalas pesan itu tiba-tiba ia merasakan kantuk, matanya mengerjap dengan perlahan. Bibirnya terbuka ketika menguap, matanya ingin diistirahatkan beberapa waktu. Menatap jam dinding, ternyata pukul tiga sore. Tidur sekitar dua jam tidak ada salahnya bukan? Baru setelahnya ia akan mencari makan nantinya. Pertama-tama ia membuka sepatunya lalu melempar dengan asal, disusul dengan meregangkan otot-otot tubuhnya. Baru setelah itu Nika mengambil posisi tidur nyenyak, tak berselang lama mata indah itu tertutup dan benar-benar tidur amat nyaman. *** Sementara itu di tempat lain, seorang lelaki tampan dengan tubuh tinggi tegap disertai otot mengetat kuat sedang berjalan dengan ekspresi datarnya. Keringat membanjiri tubuhnya, di leher terdapat handuk kecil yang mengalung. Satu jam yang lalu ia berlatih gym di tempat yang sudah disiapkan panitia balap, ketika sudah menyelesaikannya ia langsung melenggang pergi. Laki-laki itu adalah Jack Roshel, seorang pembalap MotoRace yang namanya sedang diperbincangkan karena prestasi cemerlangnya. Ia mendudukkan dirinya pada sofa, meraih botol air mineral yang berada di depannya dan meneguknya hingga tandas. Ruangan ini adalah bagian dari apartemen, tempat persinggahannya selama menjalani balapan. Ia sudah berada di sini sejak kemarin, Jack akan menggunakan waktu luangnya untuk latihan gym. Besok ia sudah harus melakukan Free Practice dan Qualification, ini adalah babak penentuan di start ke berapa ia memulai pertandingan balap. Ada seorang rival berat baginya, ia dalah Martin de Camrige. Ketika ia mengingat nama itu, tangannya terkepal dengan sempurna. Jack dan Martin sudah terkenal akan perselisihannya, orang awam tidak ada yang tahu bagaimana awal mula perseteruan keduanya dimulai. Masalah ini hanya diketahui oleh crew serta petinggi-petinggi MotoRace saja, sehingga para penonton hanya bisa menebak-nebak sebenarnya ada apa dengan dua pembalap ini. Dari arah pintu terdengar ketukan langkah kaki, ia mengabaikan saja karena tahu siapa pemilik langkah tersebut. Hanya orang-orang kepercayaan serta kru balapnya saja yang tahu password apartemennya. “Jack!” Seorang pria berusia sekitar dua puluh lima tahun terlihat amat tergesa-gesa, deru napasnya naik turun karena ia berlari dari lantai pertama sampai lantai ke tiga ini. “Ada apa, Zen?” Jack melirik sekilas sembari menaikkan alisnya. “Di luar ada yang menunggumu, ia berkata ingin bertemu denganmu.” Jack langsung menghentikan aktivitas meneguk airnya, ia terdiam beberapa saat membuat partner obrolannya menjadi merasa tidak enak hati. Zenseva, asisten pribadi yang mengetahui seluk betul serta detail dari seorang Jack Roshel. Satu hal yang perlu dicatat oleh Zenseva, majikannya ini tidak suka menjalin hubungan dengan wanita mana pun, karena Jack beralasan sudah mencintai orang lain. Sialnya yang hari ini datang ke apartemen dan ingin menemui Jack adalah seorang wanita yang mengagumi sosok Jack Roshel sejak berbulan-bulan lalu. Zenseva sudah berusaha mengusir wanita itu, tapi malang sekali nasibnya karena wanita itu menolak untuk pergi. Jack mengambil napas dalam-dalam lalu mengembuskannya. “Sudah berapa kali ku bilang padamu, Zen?” Ia berkata dengan nada terkesan ramah, amat kontras dengan ekspresi yang ditunjukkan. Zenseva langsung menegapkan badan. Jack berpesan untuk mengusir setiap wanita yang ingin mendekatinya, tapi kali ini Zenseva gagal melakukan tugas itu. “Dia wanita yang sama seperti bulan-bulan lalu, seorang umbrella girl?” tanya Jack. Zenseva mengangguk kaku. “Y-ya, dia Sintia Nowdik, pembawa payung untukmu saat di sirkuit.” Jack mengangguk pelan, sudah beberapa bulan ini Sintia mengejar-ngejar dirinya. Padahal Sintia baru tiga kali menjadi gadis pembawa payung, tapi saat itu juga ia langsung jatuh cinta terhadap sosok Roshel ini. “Usir saja, aku tidak berminat pendekatan dengan wanita.” Balas Jack dengan nada datarnya. Zenseva melemaskan bahunya. Sintia sulit untuk diusir, sedangkan Jack juga sulit untuk menerima pertemuan ini. Jack hanya mau bertemu dengan wanita yang merupakan fans sejatinya. Jack mengharap agar wanita-wanita itu menyukai dirinya karena prestasi saat di atas lintasan, bukan karena rupa dan juga materinya. Sedangkan Sintia Nowdik, wanita itu menyukai Jack karena rupanya yang tampan dan juga nama yang bersinar, sehingga bisa dimanfaatkan untuk panjat sosial. Jack membenci tipe wanita seperti itu! “Jack, aku minta maaf sebelumnya. Apakah kau benar-benar tidak mau dekat dengan wanita? Ehem, maksudku aku—“ Bahkan Zenseva yang merupakan asisten pribadi selama delapan tahun ini masih terbata-bata saat berhadapan dengan sang majikan. “Apa aku masih normal, itu yang ingin kau tanyakan ‘bukan?” Jack meletakkan botol air mineralnya, ia bangkit berdiri dan menatap tajam asistennya itu. Zenseva meneguk ludahnya dengan susah payah. Nyalinya langsung menciut saat melihat Jack dengan tatapan tajam dan mengintimidasinya, meski wajah itu tampan, tapi ketika Jack marah maka akan mengerikan. Jack memiliki tubuh tinggi tegap nan atletis, di balik kaos pendeknya itu tersembunyi enam kotak-kotak diperutnya. Matanya berwarna cokelat keemasan, hidungnya mancung, terdapat bulu-bulu halus sekitar rahangnya. Ohh jangan lupakan lengan kekar itu, lengan yang membantunya untuk menggeber motor disetiap aspal. “A-aku t-tidak bermaksud.” Zenseva meringis pelan. Apa-apaan dia ini, tentu saja Jack masih normal dan amat normal. “Aku masih normal, jika itu yang ingin kau tanyakan. Ku katakan sekali lagi, aku sudah memiliki tambatan hati, hanya dia yang ku inginkan, bukan wanita lain.” Mata Jack menerawang ke depan. Meski ia belum pernah melihatnya secara langsung, tapi Jack tetap setia menunggu ‘seseorang’ itu dengan sabar. Dalam hati Jack sangat yakin, di waktu dekat ini ia akan bertemu dengan gadis pujaannya. Feeling seorang Roshel tak pernah meleset, lihat saja nanti. “Siapa gadis itu dan kenapa kau tak pernah kencan dengannya?” Zenseva tanpa sadar berani bertanya, reflek ia langsung membungkam bibirnya dan merutuki ucapannya. Sial sekali, ia terlalu lancang! “Kau akan mengertahuinya nanti, sekarang tugasmu adalah mengusir wanita bernama Sintia Nowdik itu. Dan ya, katakan pada Frederick untuk mengganti Umbrella Girl di balapanku mulai besok sampai seterusnya.” Tukasnya dengan final, Frederick adalah petinggi di MotoRace yang mengatur jalannya balapan. Zenseva langsung mengangguk patuh, ia beranjak ingin melaksanakan tugas pentingnya. “Baik, aku akan melaksanakannya, Bos!” Zenseva undur diri, ia buru-buru pergi dari ruang pribadi milik atasannya. Jack menatap kepergian asistennya dengan tatapan datar khas miliknya, selanjutnya ia menghembuskan napas kasar. Ini bukan kali pertama ia mendapat kunjungan dari wanita-wanita pengagumnya. Jujur saja Jack justru risih, mereka seolah-olah ingin mencari perhatiannya dengan menghalalkan cara apapun. Bukan rahasia lagi, Umbrella Girl identik dengan wanita-wanita seksi yang bisa memuaskan hasrat napsu yang berkobar. Termasuk Sintia Nowdik, ia sengaja datang ke sini tuk menemui Jack dan menawarkan tubuhnya untuk dicicipi pembalap tampan ini. Jack hanya bisa menolak mereka terus menerus, ia sama sekali tidak berminat bermain ranjang dengan mereka. Kesetiaannya masih terjaga dengan murni hanya untuk seorang gadis, mengingat gadis itu membuat Jack tersenyum kecil. Ia menyentuh bagian jantungnya, ada degupan luar biasa kala ia mendengarkan detakannya. Ini adalah pertanda, gadis itu ada di sekitarnya dan keduanya akan bertemu tak lama lagi. Jack selalu berhasil menebak sesuatu. Jack merekahkan senyumnya, tangannya mengambil dompet di atas meja. Di sana terdapat foto gadis itu, foto masa kecil yang sangat menggemaskan. "Aku ingin melihatmu dengan mata kepalaku sendiri, segera lah kita bertemu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD