MDU 07

1424 Words
Semenjak kejadian malam itu, Tristan tak lagi menemui Jovanka. Bukan apa-apa, hanya saja gadis itu selalu menolak ajakannya. Bahkan Jovanka juga sengaja tak pulang ke kontraknya. Gadis itu lebih memilih menginap di mes pabrik bersama teman-temannya. Tristan kalang kabut, ia bingung. Rasanya ada yang hilang dari hidupnya, ia tak ingin melepaskan Jovanka begitu saja. Memang benar, gadis yang kini dekat dengannya bukan hanya Jovanka seorang. Namun di ibaratkan, cintanya untuk para gadis lain 30%, maka Jovanka menduduki angka tertinggi 50%. Karena itulah bisa dikatakan jika cintanya pada Jovanka lumayan tinggi. Meski, berawal dari taruhan. "Gue harus pindah kerja Fiq. Bisa gila gue, kalau gak ketemu sama dia." Tristan mengusak rambutnya kasar. "Gue gak nyangka, jika elo bakalan setres. Ampek segitunya elo, mau ngejar Jovanka." kekeh Rofiq tak habis pikir dengan pola pikir sahabatnya ini. "Elo tau sendirilah, pantang nyerah bagi gue, buat dapetin apa yang gue mau." sombongnya. Rofiq hanya manggut-manggut terlampau hafal dengan tabiat sahabatnya ini. Jovanka merentangkan tangannya lebar-lebar. Tinggal bersama teman-teman kerjanya ternyata tidak seburuk seperti yang ia pikirkan. "Tumben elo gak pulang," ucap salah satu teman kerjanya yang bernama Indah. "Gue bosen, pengen referensi baru." Sedang di dalam ruang kamar mes. Para gadis sudah berkerumun menggosipkan sosok anak baru yang akan kerja ke pabrik tersebut. Jovanka memilih masa bodoh akan hal itu, menurutnya sudah biasa. Dan lagi, bukan tipe nya. Tak tertarik dengan anak baru, yang jelas-jelas tidak punya uang. Jovanka berlanjut melanjutkan aktifitasnya, di dalam pabrik. Mengabaikan jeritan para gadis di luar sana. Yang berteriak heboh, meneriaki dua sosok pemuda di luar sana. Jovanka yang sedikit penasaran segera keluar, ingin melihat, seperti apa sih dua anak baru yang katanya tampan bak pangeran dongeng itu?. Betapa terkejutnya Jovanka saat melihat siapa sosok itu yang tak lain adalah Tristan dan Rofiq. Sontak gadis itu menjatuhkan rahangnya, menatap syok pemuda yang kini tengah mengedipkan sebelah matanya ke arahnya. Anjir bat dah, pen colok tuh mata. Gumam Jovanka kesal. Jovanka masih terdiam di tempat. Dengan mulut ternganga. Tristan berjalan mendekat, mengabaikan sapaan para gadis genit di sekitarnya. Tatapan matanya terfokus pada sosok gadis cantik yang berdiri mematung di depan sana. "Tutup bibirnya, mau aku cium ya?" bisiknya, saat melewati tubuh gadis tersebut. Rofiq berhenti sejenak, menatap aneh ke arah Jovanka. Pemuda itu tersenyum tipis, entah senyuman dalam arti apa, terlihat sekali jika pemuda itu menyimpan rasa terhadap Jovanka. Jovanka hanya diam, tak ingin merespon senyuman pemuda yang terbilang cukup tampan itu. Jangan tanyakan bagaimana keadaan ketiga cowok, trio playboy cap kaki buaya. Mereka sudah mengerang frustasi. "Gue mau pindah kerja aja kalau gini caranya." gerutu Yhosi kesal. "Gue mau merantau ke Malaysia, elo ikut gak Din?" tanya Mico pada Dino. "Gue nurut apa kata elo," lesunya, ketara sekali raut kekecewaan yang tergambar di wajah pemuda tersebut. Ini hari terakhir buat para ketiga playboy cap kaki buaya, bekerja bersama Jovanka. Lantaran kedatangan sosok pangeran curut yang tak lain adalah Tristan. Membuat mereka bertiga mundur teratur tanpa syarat. Entah apa yang membuat mereka bertiga takut pada sosok pemuda kelebihan tingkat kebucinan itu. Sebelum pergi, Dino memanggil Jovanka. Mengajaknya untuk berbicara empat mata. Namun Jovanka enggan untuk memenuhi permintaan pemuda itu, ia takut. Takut jika sampai Dino berani macam-macam padanya. DINO Si cowok anggora. "Jov, naik ke loteng gih! Gue pen ngomong sama lo, bentar aja."                          JOVANKA.                             "Kagak, mau ngapain emang?!" DINO Si cowok anggora. "Bentar aja Jov, gue serius. Sebelum gue pergi."                        JOVANKA. "Ngomong aja cepet! Gag usah ketemu." DINO Si cowok anggora. "Gue cinta sama lo. Tapi napa elo sukanya sama adek gue. Gue sakit Jov! Elo tega, Tristan adek gue. Elo gak tau betapa hancurnya hidup gue. Gue gak sanggup liat elo pacaran sama Tristan. Gue cuma mau pamit ama elo, gue mau merantau ke Malaysia. Semoga elo cepet putus sama adek gue." Buru-buru Jovanka mematikan ponselnya, setelah membaca pesan terakhir dari Dino. Gadis itu bergerak gusar seraya menggigit jemari kukunya. "Sial! Gua gak ngerti, kenapa Dino bisa kakak adek sama Tristan. Anjim bat dah!" gerutunya kesal. Semakin ilfil saja setelah mengetahui hal mengejutkan ini. Sewaktu jam istirahat. "Ehem, Ayangnya aku ...," Tristan berdehem, berdiri dengan bersender di daun pintu kamar istirahat para pegawai wanita. Jovanka hanya menatap sekilas pemuda yang berdiri di sana. Hah! Terlampau malas, hanya melihat setiap pagi saja sudah membuatnya muak. Apa lagi harus setiap detik, menit, jam. Astaga ... Jovanka bisa gila jika begini. Tristan memasuki ruangan di mana Jovanka berada. Sebenarnya sudah ada larangan untuk para pegawai lelaki dan pegawai wanita, agar tidak melewati batas. Karena mereka sudah diberikan tempat tersendiri. Namanya juga Tristan, lautan krikil saja dia lewati, jangankan cuma penghalang daun pintu, pastinya sangat mudah baginya. Semua orang juga bisa kali Tan!. "Napa sih lo kesini?! Gue capek mau tidur. Elo gak bisa baca ya, noh peraturan kagak boleh ada yang masuk ruang istirahat cewek. Atau elo mau dapet sanksi dari bos?!" ancam Jovanka, berharap jika pemuda gila di hadapannya ini pergi. Namun tidak, justru Tristan dengan beraninya memeluk tubuh Jovanka, memitingnya di tempat tidur. Hingga membuat Jovanka kesulitan bergerak, ia tak menyangka jika pemuda ini sangat berani padanya. "Hei! Brenggsek! Lepasin gak?! Atau gue bakal teriak biar elo dipecat ama bos!" ancamnya, seraya memberontak. Tristan justru tersenyum. "Teriak saja. Paling-paling nanti kita berdua yang akan dipecat, Babee ...," bisiknya sensual. Membuat bulu kuduk gadis itu meremang. "Woe!! Jaga sikap dong! Jangan buat messum di tempat ini." cerca salah satu pegawai wanita yang kini tengah bersedekap dadi si ambang pintu. Dia muak melihat Jovanka selalu dipuja para pemuda di sana. Dengan malas Tristan melepaskan pelukannya dari tubuh sang kekasih. Menatap kesal pada sosok wanita di sana. "Napa sih lo, sirik aja!" ketusnya. Yang mana membuat Jovanka terdiam seribu bahasa. Kenapa Tristan bersikap kasar pada wanita lain? Sedang dengan dirinya saja, dia bersikap begitu manis. Tanpa sadar kedua pipi gadis itu merona. Sosok wanita yang diketahui bernama happy itu berdecih, ia tak suka melihat keromantisan Jovanka. Karena dirinya sendiri masih jomblo hingga saat ini, padahal umurnya sudah mendekati kepala tiga. Hah! Gadis ini begitu egois, hingga tega menghancurkan kebahagiaan orang lain. Happy bahkan tega melaporkan perihal hubungan Jovanka dengan Tristan. Sedang dirinya tau betul jika di dalam pabrik itu terdapat larangan keras untuk tidak saling berpacaran. Guna menghindari sesuatu hal yang tidak-tidak. Jovanka semakin tidak nyaman dibuatnya, semua orang seakan menjauhi dirinya. Lantaran ia selalu berduaan dengan Tristan. Padahal pemuda itu yang selalu mendekatinya. "Tan, gue gak nyaman. Elo bisa jauhin gue, gak?" "Enggak," sahutnya, sembari tersenyum. Menopang dagunya dengan kedua telapak tangannya, menatap penuh puja pada sosok gadis cantik di hadapannya. "Heh! Lo tuh anak baru. Kerja sana! Jangan pacaran mulu. Gak guna tau nggak!" sindir salah satu pegawai wanita di sana. Jovanka terdiam, jujur ia tak ingin seperti ini. Dulu mereka bersikap baik terhadapnya. Tapi sekarang, semenjak kedatangan Tristan, semua berubah. Tak ada lagi tawa di antara teman-temannya. Semua bersikap dingin padanya. Tristan tak menjawab, ia hanya pergi berlalu begitu saja. Jovanka mengikuti arah di mana Tristan pergi. "Tan, bisa nggak sih, elo hargai ucapan temen-temen gue. Elo cuma anak baru, jangan kerja seenak jidat lo! Elo di sini sama-sama di gaji. Tapi, elo malah enak-enakan ngerokok di sini." emosinya. Tristan membuang puntung rokoknya ke segala arah. "Jov! Kamu tau kan, aku kerja ke sini cuma buat deket sama kamu. Aku nggak bisa jauh dari kamu, Jov!" "Basi tau nggak. Gue gak butuh ucapan manis dari lo!" Jovanka bergegas pergi meninggalkan Tristan sendirian. Rofiq datang dan menepuk pundak sahabatnya. "Sabar Bro! Cinta butuh perjuangan. Turutin aja apa kata cewek elo!" Tristan kembali melanjutkan pekerjaannya. "Nih kerjain! Elo cuma enak-enakan dari tadi!" gadis yang bernama Happy itu melempar sebuah kardus pada Tristan. "Iya Mbak," ucapnya pelan. Jovanka yang melihat itu hanya menunduk, ia tak menyangka jika Tristan akan menuruti semua kemauannya. Dia rela dipermalukan demi mendapat cintanya. "Biar gue bantu!" tiba-tiba Jovanka berdiri di samping Tristan. Yang mana membuat mood booster pemuda itu kembali terisi 100%. "Calon istri idaman," kekehnya. Yang mana membuat Jovanka menyesal telah menawarkan dirinya. "Nggak jadi bantu!" ketusnya akan beranjak pergi. Namun Tristan segera meraih pergelangan tangan gadis tersebut. Hingga membuat sang empu tersentak, naas terpeleset. Hingga kini mereka berdua terjatuh dengan tidak elitnya. Dalam posisi sang gadis berada dipelukan sang pemuda. Wow! So sexy!. Tristan menatap lekat wajah cantik gadis di hadapannya. Tanpa menunggu lama ia menyambar bibir merah muda gadis tersebut. CUPPP!!! "So sexy." Kata andalan dari Tristan. "Anjir, napa lo nyosor bibir gue, hah? Mau gue kebiri burung lo!" frontal Jovanka. "Jangan dong, masa depan kita terancam punah, Babee!" syok Tristan, reflek menutup area privasinya. "Bodo amat! Siapa juga yang mau punya masa depan sama elo!" muak Jovanka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD