Belanja Rasa Kencan

1078 Words
Hari minggu, seharusnya menjadi saat santai bagi kebanyakan orang, tetapi tidak dengan Navia. Gadis itu tengah sibuk menata barang-barang dan mulai menghias kamar barunya. Menata baju di dalam lemari, meletakkan buku-buku di meja belajar. Beberapa buah foto di nakas. Meskipun tidak semua, ada beberapa buah boneka BT21 kesayangannya yang ada di dalam kardus. Gadis itu sangat senang mendapati teman bicaranya juga ikut pindah ke rumah Hiro, ia memeluk dan mencium boneka-boneka itu seakan-akan tengah melepas rindu. "Senang rasanya, kalian ikut pindah ke sini. Semoga kalian betah ya ...," Navia memandangi satu per satu bonekanya. Gadis itu lalu bergegas menata mereka di ruang yang masih tersedia di rak bukunya. "Perlu bantuan?" Hiro mendadak muncul dari pintu kamar Navia yang sengaja di biarkan terbuka. "Tidak perlu, Mas Hiro. Aku bisa membereskannya sendiri." sahutnya setelah menoleh ke arah Hiro sekilas. "Boleh minta tolong temani ke supermarket, nggak?" tanya Hiro lagi, tanpa masuk ke kamar Navia dan hanya bersandar ke salah satu sisi bingkai pintu. "Bukannya biasanya pergi sendiri? Kenapa Mas harus ajak aku?" Navia masih mondar-mandir menata beberapa barangnya yang belum tertata. "Sekarang kan kita tinggal berdua, siapa tahu ada barang yang kamu perlukan, aku ini kan cowok, tidak paham apa yang di perlukan cewek." Hiro berharap alasan yang ia berikan dapat meyakinkan Navia untuk ikut pergi belanja bersamanya. "Sepertinya belum ada yang aku perlukan." skakmat. Navia menolak ajakan Hiro mentah-mentah. Tetapi pria itu tidak menyerah, ia memutar otak agar tetap bisa mengajak Navia pergi. "Baiklah, kalau kamu tidak ingin membeli apapun, tapi aku ingin kamu tetap menemaniku pergi. Aku tunggu di bawah." Hiro segera berlalu dari hadapan Navia, sebelum gadis itu sempat menolak ajakannya. "Ck, bilang saja kalau mau pergi bersamaku. Pria memang suka berpura-pura."omel Navia kesal. Ia tidak punya pilihan lain, mau tidak mau ia menuruti keinginan Hiro. Gadis itu bergegas menyelesaikan acara beres-beresnya. *** "Bagus mana?" Hiro menunjukkan dua merek sabun cuci piring pada Navia untuk meminta pendapatnya. "Yang ini." Navia menunjuk salah satunya, Hiro langsung memasukkannya ke dalam keranjang. "Kalau ini, yang paling ampuh yang mana?" Hiro kembali menunjukkan dua merk racun serangga, Navia melihat dengan malas. "Ayah sering beli yang ini." Navia kembali menunjuk salah satu produk racun serangga yang di tunjukkan oleh Hiro. Lagi-lagi Hiro mengikuti intruksi Navia. "Kalau kecap yang ini sama yang ini enakan mana?" Hiro sekali lagi meminta pendapat Navia. "Mas Hiro biasanya beli yang mana? Selera orang kan beda-beda, Mas." Navia berusaha menanggapi Hiro dengan tenang. Meskipun sebenarnya dia tidak tertarik untuk belanja keperluan rumah seperti sekarang. Selama ini, di rumahnya, Navia tidak pernah ikut campur urusan belanja bulanan. Biasanya yang pergi ke supermarket ayah atau kakaknya. "Aku memang biasanya beli yang aku suka. Tapi, mulai sekarang, aku mau semua yang aku beli sesuai dengan kesukaanmu. Dilarang protes." Hiro memasukkan salah satu merek kecap manis ke dalam keranjang. "Oke. Kalau gitu sebutin apa yang mau di beli, biar aku yang pilih, biar cepat." Navia mengambil keputusan. Ia benar-benar ingin acara belanja ini cepat selesai. Tentu saja, berdasarkan hasil pengamatan Navia tentang barang-barang yang biasa dipakai di rumahnya. "Oke, setuju." Hiro tampak senang, tetapi Navia belum paham, apa yang membuat lelaki itu sebahagia itu. Mereka berdua berjalan beriringan sambil asyik berbelanja. Momen pertama belanja keperluan rumah ini ternyata tidak terlalu buruk. "Setelah ini, kamu mau makan?" Hiro bertanya pelan, sambil pura-pura melihat beberapa merek parfum. "Boleh." jawaban Navia yang sangat singkat sudah cukup untuk mengukir senyum di bibir Hiro. Sebenarnya, hari ini Hiro sedang memulai pendekatan dengan Navia. Meskipun cukup sulit, tapi trik tarik ulur adalah cara yang tepat untuk mendapatkan hati Navia. Hiro paham, dengan cara memaksa, gadisnya itu bisa pergi darinya kapan saja. "Kamu mau makan apa?" tanya Hiro lagi. Navia justru sibuk membalas pesan di ponselnya. "Terserah Mas Hiro."sahutnya asal. Hiro hanya memperhatikan Navia yang sibuk sendiri. "Oke, kalau begitu kita bayar dulu belanjaannya." Hiro mendorong keranjang belanjaan mereka ke kasir. Navia yang masih tidak memperhatikan jalan dan fokusnya terbagi dua tanpa sengaja menabrak seseorang. Karena kurang stabil, Navia hampir terjerembab ke depan, tetapi yang terjadi, ia justru menabrak punggung Hiro dan memeluk pria itu dari belakang tanpa sengaja. Hiro segera menghentikan langkahnya, sementara Navia secepat kilat melepaskan pelukannya dari lelaki itu. "Ma-maaf, Mas Hiro ... aku ...," "Makanya, kalau sedang berjalan itu jangan sibuk balas pesan di ponsel. Coba kalau tadi kamu jatuh, ponsel kamu bisa rusak, dan yang pasti malu karena menjadi pusat perhatian semua orang." oceh Hiro sedikit kesal. Navia hanya menunduk merasa bersalah. Hiro gemas pada tingkah Navia. Ingin rasanya ia mengacak rambut gadis yang ada di belakangnya itu. Tapi, tentu saja dia tidak akan menyentuh Navia sembarangan. Kalau gadis itu tidak nyaman, ia akan kembali menolak pernikahan mereka. "Maaf. Tidak akan mengulangi lagi." Navia merespon pelan. Dia takut akan membuat Hiro semakin kesal jika menyangkal. Kenyataannya, dia yang salah, gadis itu menyadarinya. "Sudah, tidak usah dibahas. Sekarang simpan ponselmu, ayo kita jalan lagi." Hiro kembali berjalan sambil mendorong keranjangnya, Navia memasukkan ponsel ke dalam tas kecilnya dan mengekori pria tampan itu dari belakang. *** "Terima kasih, Mas Hiro. Buat hari ini, buat traktiran makannya juga." Navia mengelap bibirnya dengan tissu untuk membuatnya terbebas dari minyak atau apapun yang menempel di wajahnya. "Sama-sama. Kalau setiap minggu kamu mau keluar denganku, aku pasti akan selalu mengajakmu pergi. Aku juga mau mengucapkan terima kasih karena hari ini sudah menemaniku belanja. Sekarang mau pulang atau pergi kemana dulu?" Hiro benar-benar ingin memutuskan semuanya sesuai dengan usulan Navia. "Pulang saja, Mas. Aku lelah." keluh Navia. Badannya memang terasa remuk. Ingin segera merasakan kasur empuknya di rumah. *** Di perjalanan, Navia hanya diam. Duduk bersebelahan dengan Hiro membuatnya sedikit kikuk. Bersama lelaki dalam satu mobil selain dengan kakak dan ayahnya cukup membuat gadis itu tidak tenang. "Kamu sudah pernah pacaran?" Hiro coba mengajak Navia berbicara untuk mengusir kesepian di antara mereka. "..." Navia tak mengatakan apapun, hanya menggeleng. "Serius?" Hiro belum cukup yakin dengan jawaban gadis itu. "..." lagi-lagi Navia diam dan hanya menganggukkan kepalanya lagi. "Kamu kenapa, Navia? Kamu sakit? Kok diem aja, sih?" Hiro mencecar Navia, ia harus memastikan gadis itu dalam keadaan yang baik. "Sebenarnya..." Navia tampak sangat ragu sambil meremat tas kecilnya. "Sebenarnya apa?" Hiro merasa Navia sedikit aneh. "Sebenarnya aku mau ke toilet." ungkap Navia malu-malu. Gadis itu sangat ingin buang air kecil karena kebanyakan minum. "Bilang saja, jangan malu-malu. Tahan sebentar, aku cari rest area terdekat." Hiro mempercepat laju kendaraannya. Navia senang, Hiro sangat peduli padanya. Tetapi ia tidak akan menunjukkan kebahagiaannya karena dapat membuat misinya gagal. Navia sangat ingin menaklukan hati lelaki itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD