Kematian Ibu

1065 Words
"Thomas, hentikan!" Seorang murid perempuan menegur tindakan Thomas yang datang dari kejauhan dan mendekat. "Kau, jangan ikut campur!" "Kuperingatkan ke padamu agar tak mengganggu para adik kelas, jaga kelakuanmu, atau aku akan menyeretmu ke hadapan Madam Elena," ancam anak perempuan itu. "Wah, Cathy si pemberani, baiklah, kau yang makan nasi ini!” seru Thomas mengancam Cathy saudara tirinya itu. “Thomas, aku bersungguh-sungguh akan melaporkanmu!” ancamnya. "Kali ini kau beruntung," ucap Thomas lalu pergi meninggalkan Jason. Gadis bernama Cathy itu lantas membantu Jason yang masih fokus membersihkan lantai. “Terima kasih,” ucap Jason. Gadis kecil itu tersenyum manis ke arahnya. Jason membalas senyuman gadis itu juga. * Jam sekolah telah usai, Jason tak sengaja menabrak Thomas. "Kau ini, mau mati, ya?" Thomas bersiap memukul Jason. "Thomas hentikan! Kali ini aku akan sungguh-sungguh mengadukanmu pada kepala sekolah!" ancam Cathy. Thomas melepaskan cengkeramannya dari Jason. "Kali ini kau selamat," bisik Thomas lalu mendorong anak itu dan pergi dengan kawanannya. Lagi-lagi Jason berterima kasih pada Cathy. Akhirnya pemuda itu dapat melalui hari pertama di sekolah itu dengan aman sampai pulang sekolah. Ia menaiki bus sekolah yang membawanya pulang. Bus itu berhenti tepat di halte tempat anak itu naik tadi. Saat ia turun dari bus tersebut, kedua matanya terperanjat kala melihat satu mobil polisi dan dua orang polisi berada di halaman rumahnya. Seorang wanita berusia sama seperti ibunya langsung menubruk anak kecil yang masih tersentak seraya menangis itu. "Jason... huhuhuhu... kau harus tabah ya, Nak..." ucap wanita itu. "Bibi Anie, apa yang terjadi dengan mommy?" tanya Jason ia masih tak mengerti dengan apa yang terjadi. Wanita itu menemani langkah Jason menuju ke dalam rumahnya melewati dua orang petugas polisi di depan rumahnya. “Tunggu, siapa anak ini?” tanya salah satu polisi itu. “Dia Jason, anak korban,” jawab Anie. Sang polisi akhirnya mempersilakan anak itu untu masuk. Saat berada di ruang tamu, Jason melihat tubuh ibunya masih tergantung. Jeratan di leher wanita itu jelas terlihat bahkan merobek lapisan kulitnya. Lebih mengenaskan dan menyedihkan lagi kala ia harus melihat dengan kedua bola matanya yang sedari tadi sudah tak bisa menahan laju aliran air mata kesedihan itu. Derai tangisannya makin menyeruak kala ia melihat kondisi kedua kaki ibunya tak utuh lagi. Cairan berwarna merah berbau anyir dan masih segar itu deras bercucuran dari potongan kedua kaki wanita tersebut menetes membasahi lantai rumah. Tercium bau anyir darah yang menusuk ke hidung. "Mommy....!" teriak Jason yang langsung ditahan oleh Bibi Anie dan seorang detektif muda dari kepolisian Kota Desire. Sementara petugas polisi satunya masih mengamati mayat yang tergantung itu dengan seksama. "Tenanglah Jason, relakan ibumu pergi," ucap Anie seraya memeluk anak laki-laki itu. Terdengar bunyi ambulans yang datang ke halaman rumah Jason. Lalu dua orang petugas medis datang ke dalam rumah untuk menurunkan mayat ibunya yang kemudian diletakkan di kantung jenazah. Lalu, jasad tersebut diamankan untuk diperiksa lebih lanjut kondisi jasadnya oleh petugas medis. "Saya Detektif Neil, dan ini rekan saya Detektif Jhonson, kami harus membawa mayat ibumu untuk kami autopsi, lalu untuk sementara ini kau harus ikut dengan kami untuk dititipkan di panti asuhan milik kota ini,” ucap Detektif Neil. “Pergilah, Nak, maaf aku tak bisa mengurusmu. Aku akan membantumu mempersiapkan segala pakaianmu,” ucap Anie. *** Dua bulan setelah kematian ibunya yang sampai saat ini belum menemui titik terang siapa pelakunya, Jason duduk termenung di beranda panti asuhan. Nyonya Polan si pemilik tempat itu datang menghampiri. “kau bisa ikut denganku, Nak? Ada yang ingin bertemu,” ucapnya. “Baik, Nyonya.” Jason mengikuti langkah wanita paruh baya itu. Ia memperkenalkan anak kecil itu dengan pedagang dari kota seberang bernama Tuan Redfield. Ia membawa sang istri yang bernama Dorothy bersamanya. Wajah keduanya tersenyum hangat menyambut kedatangan anak itu. “Akhirnya, demi karir suamiku yang didaulat sebagai pemimpin sebuah partai, aku bisa juga mengadopsi anak, apalagi anak ini sangat tampan,” ucap Dorothy. “Iya, kalau kau senang akupun senang,” jawab Redfield sambil tertawa. Ada rasa tak percaya di hati Jason kala melihat kedua orang itu, tetapi ia sudah sangat tidak betah bertahan di panti asuhan itu. Akhirnya anak itu menerima tawaran keluarga Redfield tersebut. Satu bulan berlalu tinggal bersama keluarga Redfield, awalnya mereka sangat baik. Akan tetapi, lama kelamaan sikap asli keduanya terlihat. Dorothy mulai menyiksa anak itu dan membuat Jason mengerjakan segala pekerjaan rumah. Bahkan ia berbohong pada ibu panti kalau ia akan menyekolahkan Jason di sekolah terbaik, nyatanya anak itu hanya dijadikan pembantu. *** Sinar mentari pagi menyapa melalui balik tirai memantulkan cahayanya membuat mata Jason mengerjap lalu terbangun. "Jason, lekas bangun!" seru Dorothy seraya menendang pelan kaki mungil anak itu. Anak kecil itu terbangun dan mengubah posisinya menjadi duduk seraya mengucek kedua matanya. "Aku akan pergi ke Kota Emerald, ada pameran lukisan yang harus aku kunjungi. Ayahmu masih tidur, jangan bangunkan dia, kau urus saja rumah dan masak makanan untuknya, mengerti?" "Baik, Bu," sahut Jason. Seperti biasa ia tidak dapat membantah karena jika ia membantah hukuman lebih berat akan datang kepadanya lebih kejam. Bahkan anak kecil itu tak akan mendapat jatah makan dan minum. Anak laki-laki itu makin terlihat kurus terlebih lagi tak terurus dan harus mengurusi dirinya sendiri dan terlebih keluarga itu. Sungguh keluarga yang menyebalkan. Orang-orang menganggap Tuan Redfield dan Dorothy adalah orang yang baik. Mereka selalu ada dalam setiap acar amal dan terlihat sangat menyukai anak kecil padahal yang mereka perlihatkan itu palsu. Jason hanya bisa menggerutu dalam hati dan terkadang ia mengutuk keluarga Redfield dengan kesal meski tanpa pernah terlampiaskan. Besok adalah hari ulang tahunnya yang ke delapan. Ia teringat akan kenangan bersama ibunya. Biasanya sang ibu sudah sibuk menyiapkan bahan-bahan untuk membuat kue bolu berbahan buah apel kesukaannya. Kue bolu paling enak yang pernah ia rasakan. Kini ia tak bisa lagi mencicipi. Tak terasa buliran bening jatuh di pipinya. Tiba-tiba, seseorang memeluk anak laki-laki itu dari belakang. Ia membelai rambut Jason dan mengecup pucuk kepalanya. Sontak saja anak itu terkejut dan mendorong tubuh pria yang ternyata Tuan Redfield. "Apa yang Ayah lakukan?" "Aku hanya ingin menunjukkan kasih sayang kepadamu, Nak." Laki-laki itu makin mendekat, tatapannya berbeda kali ini seperti singa lapar yang hendak menerkam mangsanya. Pria itu makin mendekat dan hendak memeluk Jason. Jason melempari pria itu dengan barang dapur yang bisa ia raih. "Menjauh dariku, jangan dekat-dekat!" ancam Jason. "Ayolah Jason sayang, aku tak akan bilang apa-apa pada ibumu," ucapnya. "Aku yang akan bilang pada ibu soal kelakuan Ayah," tukas Jason. * To be continue.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD