Kematian Wayne

1707 Words
"Wayne... di mana kamu sayang…? Ayo, kita main!" Suara misterius itu berbisik memanggil nama anak lelaki itu lagi. "Kemari kucing kecil, ayo bermain denganku?" Suara sosok misterius itu terdengar sama dengan suara Wayne dan membuatnya terperanjat. Anak lelaki itu berusaha membekap mulutnya agar suara deru napas yang ketakutan itu tak dapat didengar oleh si sosok misterius itu. Namun, bunyi detak jantungnya yang makin cepat, berdegup tak mau tenang, rasanya terdengar kencang di pendengaran melebihi detak suara jam dinding. Bulir bening tak terasa mengalir dari matanya itu terus jatuh tak terbendung. Meski ia berusaha menahannya, tetap tak bisa ia lakukan. Sesekali ia menyeka air matanya. Akan tetapi, isak tangisnya terlempar begitu saja dari bibirnya. "Wayne, apa kau di sini?" tanya sosok misterius itu yang menempelkan wajahnya di depan pintu lemari besar itu. Gesekan mantel tebal itu menyeruak saat ia membuka pintu lemari itu perlahan. Ruangan di sekitarnya hening dan hanya menimbulkan bunyi detak jam dinding yang menyambutnya dengan jelas sekali. Sementara itu, Wayne yang ketakutan sampai ia tak sengaja mengompol masih berusaha untuk bersembunyi. Tekadnya hanya satu kala itu, bertahan hidup. Anak laki-laki itu menundukkan kepalanya dan menurunkan tubuhnya perlahan untuk menghindar. Sosok itu merasa tak menemukan apapun di dalam lemari, tetapi ia mengendus sesuatu. Bau pesing itu sebenarnya tercium, tetapi si misterius itu sengaja dan dia putuskan untuk menutup pintu lemari itu kembali, lalu pergi perlahan. Merasa sudah aman, Wayne lalu mulai membuka pintu lemari mantel itu perlahan-lahan. Setelah dia merasa aman, lalu ia putuskan untuk ke luar dari tempat persembunyiannya secara diam-diam. Ia berusaha untuk tenang seperti bulu burung halus yang bertentangan menyentuh lantai tanpa mengeluarkan suara. Namun, anak itu salah. Si pemburu misterius itu masih menunggunya dan muncul tiba-tiba. "Aku menemukanmu," ucap sosok misterius itu mengejutkan Wayne yang sudah tak bisa lagi berteriak dan memanggil siapapun yang ada di asrama itu. Tenggorokannya terasa tercekat. Tiba-tiba sebilah pisau yang bergerak dengan cepat menebas pergelangan tangan kiri milik anak lelaki itu karena pergelangan tangan kirinya muncul dari balik lemari mantel. Tangan yang terpotong itu langsung menggelepar di lantai. Semburan darah segar terpancar dari tangan anak itu yang baru saja kehilangan pergelangan tangannya. Sosok itu lalu menarik rambut Wayne dan menyeretnya menuruni tangga. Lantas sosok misterius itu menyayat leher anak laki-laki itu dan merobeknya. Darah segar bercucuran di lantai. Tak butuh waktu lama, Anak itu tewas seketika. Sosok itu menjerat kaki milik Wayne dan menggantung tubuh itu terbalik. Anak laki-laki yang angkuh itu tewas secara mengenaskan saat itu juga di dalam asrama. * Di gedung aula tempat anak-anak berlatih. "Di mana Wayne, aku tak melihatnya datang sama sekali?" tanya Jhon seraya berkeliling di dalam aula. Ia sadar teman sekamarnya itu tak kunjung datang ke aula. Jhon segera menanyakan hal tersebut pada Nyonya Martha. "Nyonya Martha, apa kau melihat Wayne?" "Bukankah ia bersamamu, bahkan selalu bersamamu, memangnya dia ke mana?" tanya wanita itu sampai mengernyitkan dahi. "Dia tadi bilang kalau mau mengambil sesuatu di asrama dan menyusul kemudian." "Hmmm… kalau begitu kita cari dulu temanmu itu." Mendengar penuturan Jhon wanita itu juga ikut berkeliling memastikan kalau memang tak ada Wayne di aula itu. "Kita temui Tuan Blast, mungkin dia tau di mana Wayne berada," ucap Nyonya Martha seraya membawa Jhon menemui Tuan Blast. Jason yang tak sengaja mencuri dengar pertanyaan Jhon jadi menyimak pembicaraan anak itu dan Nyonya Martha sampai ia tak sadar menginjak kaki Elthon. "Hei, kau buta, ya?" hardiknya seraya mendorong Jason jatuh. "Maaf, Kak. Aku tak melihatnya," ucap Jason seraya menundukkan kepalanya ia mencoba bangkit untuk berdiri kembali. Tony menarik tangan Elthon untuk menghentikan aksinya. Anak itu membawa rekannya agar kembali fokus untuk latihan seraya mendengar pengarahan Nyonya Harvey dan beberapa guru lainnya. Setelah semua pengarahan mengenai pembukaan pentas seni dan bazaar di Sekolah Asrama Harvey selesai dilaksanakan, akhirnya semua murid dibubarkan. Mereka kembali ke rumah masing-masing. Kecuali anak-anak yang tinggal di asrama. Hal yang menyebalkan terjadi, para murid ke luar ruangan aula secara berdesakkan bahkan ada yang sembari berkelakar dan mendorong satu sama lain. Elthon dengan sengaja mendorong punggung Jason sampai jatuh tersungkur. Lututnya terantuk bebatuan di tepi jalan setapak. Anak itu tanpa rasa bersalah dan meminta maaf pada Jason malah hanya tertawa di samping Tony saat melihat Jason yang meringis kesakitan ketika lututnya memar dan ada bercak darah. "Apa kau baik-baik saja?" Lagi-lagi Cathy mengulurkan tangannya pada Jason agar bangkit dan berdiri kembali. "Kembalilah ke asrama dengan selamat, jangan hiraukan mereka," ucap Cathy. Mata biru itu berkilauan membuat Jason terpana dan tak bisa berkata-kata apapun selain ucapan, "Terima kasih, Kak." "Sedang apa kau di sini? Ayo, lekas kita pulang!" Anak laki-laki bernama Thomas menarik tangan Cathy untuk menjauh dari Jason. "Thomas, lepaskan ini sakit!" pekik Cathy. Thomas menyeringai menatap ke arah Jason. "Aku jadi menyesal waktu menolongmu kala itu, harusnya ayahku membiarkanmu menggelepar di jalan hahahaha…" ucap Thomas. Jason hanya terdiam menunduk lalu pamit dan melambaikan tangannya pada Cathy. Anak-anak itu sudah dijemput ibunya di halaman parkir sekolah. Thomas dan Cathy lantas beranjak pergi dan masuk ke dalam mobil sedan tersebut. Jason kembali menapaki tanah berumput hijau itu dengan langkah gontai menuju asrama sendirian. Sesekali ia melirik ke arah taman labirin. Langkahnya terhenti, ia ingin masuk kembali ke dalam sana. Ia ingin mencoba berhasil keluar kali ini. Namun, saat ia ingin melangkah ke dalam taman labirin suara teriakan seorang anak laki-laki bergema sampai ke luar dan ke telinga Jason. Anak itu langsung penasaran dan berlari untuk menghampiri suara tersebut. Sebelum Jason masuk ke dalam asrama, langkah gadis itu terhenti saat melihat Tony menangkap seekor tikus rumah dan menarik ekornya sampai terlepas. Parahnya lagi Tony terlihat mematahkan leher tikus kecil itu kemudian. "Kak Tony, apa yang kau lakukan?" tanya Jason. "Umm... aku hanya sedang bermain hehehe ini menggemaskan," ucap Tony. "Menggemaskan? Bukankah itu menjijikkan dan mengerikan, apa ada yang salah dengan otak dan pikiran anak itu?" batin Jason yang makin jijik mengamati Tony yang begitu senangnya tertawa saat menyiksa seekor tikus. Tiba-tiba Elthon berlari dari dalam asrama seraya berseru. "Wayne, dia, dia mati!" Elthon menunjukkan wajah yang panik saat menghampiri Tony. "Wayne, si anak sombong itu mati?" Tony berusaha memastikan kembali. Elthon menjawab dengan menganggukkan kepala. Ketiga anak lelaki itu lalu masuk ke dalam asrama dan melihat tubuh Wayne yang masih tergantung mengenaskan. "Amankan semua anak-anak, keluarkan mereka dari sini, dan hubungi polisi sekarang!" pekik Nyonya Harvey yang sudah hadir di sana. Wanita paruh baya itu rambutnya sudah tergerai sebatas punggung. Rambut putihnya juga mulai banyak terlihat. Rupanya Nyonya Harvey sudah bersiap untuk berganti pakaian dan istirahat sebelum mendengar teriakan Jhon. Jhon sendiri masih menangis memandangi Wayne di pelukan Nyonya Martha. Tuan Blast lantas saja langsung mengamankan para murid asrama agar kembali ke kamarnya masing-masing dan memerintahkan mereka untuk tidak keluar ruangan jika pihak kepolisian nanti datang. Mereka semua menurut, meskipun bola mata mereka tak bisa berbohong karena masih memandangi jasad Wayne yang masih menggantung dengan kondisi mengenaskan itu. *** Pagi itu semua siswa Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama Harvey's School berkumpul di pemakaman Wayne. Tampak para keluarga dan kerabat anak-anak asrama datang untuk berbela sungkawa pada keluarga Wayne. Sementara Jason datang bersama Nyonya Harvey. Ibunya Wayne langsung memeluk Nyonya Harvey dan menangis penuh rasa sedih. "Aku benar-benar menyesal dan meminta maaf atas nama sekolah, aku berjanji akan mengusut tuntas kematian putramu," ucap Nyonya Harvey seraya memeluk Ibunya Wayne. Jason masih menggenggam lengan Nyonya Harvey saat berdiri di barisan para keluarga dan kerabat yang mengiringi pemakaman Wayne sampai peti mati anak itu diturunkan ke liang lahat. Terdengar para murid saling berbisik menuduh Tuan Blast karena dialah yang tinggal lebih lama di asrama saat yang lain pergi ke aula. Dan untuk sementara ini pihak polisi membawa Tuan Blast untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Masih teringat tawa sinis Wayne yang membuat Jason takut saat anak lelaki itu melihat foto Wayne di pemakaman. Namun, ia juga merasa sedih melihat mayat Wayne begitu mengenaskan menggantung di asrama. Elthon dan Toby ikut berbisik-bisik membicarakan Wayne saat mereka melihat foto mendiang korban pembunuhan itu di sebuah figura yang ada di tangan ibunya. Betapa mereka sikap korban semasa hidup. Wayne yang berasal dari keluarga kaya selalu bersikap sombong dan semena-mena. Apalagi semenjak ia berada di tingkat akhir sekolah dasar, sikap kasarnya semakin menjadi-jadi. Wajar jika banyak anak murid yang sebenarnya senang mendengar kematian Wayne ketimbang mereka berduka dengan tulus. Kini, jasad Wayne sudah berbaring tenang di dalam peti mati berukir emas. Anak itu masih memendam berjuta misteri di balik kematiannya yang belum terungkap dan terpecahkan. Kemudian, setelah gundukan tanah itu tertutup rapat dan ditutup dengan rumput sintetis, para keluarga terdekat memberikan sepatah dua patah kata sambutan untuk mengenang mendiang Wayne yang selalu memukau bagi keluarganya. Menurut ibu dan keluarganya, anak itu adalah anak yang baik yang selalu berbuat baik pada setiap temannya itu, dan kini ia telah pergi. Beberapa murid tampak saling berbisik dengan mencibir sinis. Pasalnya Wayne tak pernah berbuat baik sama sekali terhadap teman-temannya. Hanya Jhon yang bisa bertahan menjadi temannya karena ia memanfaatkan uang dari temannya itu. Sisanya malah selalu menjadi bahan olokan, rundungan, dan terkadang disakiti oleh Wayne. Nyonya Harvey juga memberikan sepatah dua patah kata terkait kematian salah satu siswa terbaik di Harvey's School. Ia juga sangat menyenangkan peristiwa pembunuhan ini terjadi di sekolahnya. Wanita itu berjanji untuk mengusut tentang mengenai pembunuhan yang terjadi pada Wayne. Setelah proses pemakaman selesai, satu persatu para keluarga dan sahabat yang hadir pergi meninggalkan area pemakaman. Jason juga melangkahkan kakinya di samping Nyonya Harvey. Pemandangan yang membuat Elthon dan Tony merasa iri. "Lihat itu, sejak kapan ia jadi anak kesayangan Nyonya Harvey," bisik Elthon. "Sudahlah, namanya juga anak baru. Lagipula usianya lebih muda dari kita," sahut Tony. "Lihat saja kalau dia sampai memanfaatkan kedekatannya dengan Nyonya Harvey, aku akan membuatnya tersiksa." Elthon menatap ke arah Jason penuh ancaman. Jason sempat melihat ke arah Elthon, akan tetapi pandangannya malah terarah pada seorang pria yang berlari dari luar pemakaman. Pria yang merupakan ayah dari Wayne itu baru saja datang mendekati makam dengan menggenggam seikat bunga mawar di tangannya. Ia taruh seikat bunga itu di atas pemakaman putranya. Sang istri menatap sinis ke arah pria yang wajahnya mirip dengan Wayne. Pria itu berjongkok di samping makam putranya seraya menangis. "Selamat jalan anak manis, semoga kau tenang di alam sana, dan ku pastikan pembunuh mu nanti akan jauh lebih menderita seperti dirimu sebelum mati," gumam Tuan Wade Robin, ayahnya Wayne. * To be continue.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD