When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
"Baik, saya mulai ya." Dokter pun menggerakan tangannya dengan perlahan melepas lilitan perban yang semakin lama semakin menipis dan memperlihatkan mata Syahir yang masih terpejam. Regina sudah gemetaran sendiri, sudah berdiri di sebelah dokter dengan antusias. Bahkan, wanita itu sudah mengeluarkan ponselnya untuk merekam. Alasannya juga ia tidak tahu. Seperti senang saja bisa menyaksikan Syahir yang akan bisa melihat lagi. Padahal Syahir hanya bertugas membantunya soal Firza, tapi kenapa ia mendadak melewati batas begini. Memperlakukan Syahir seperti anaknya sendiri. Dokter menghela pelan lalu meletakan perban di atas nakas yang sudah ada mangkok di sana. Pria botak itu pun menipiskan bibir dengan menyentuh pundak Syahir lembut. "Gimana, bagaimana penglihatan kamu sekarang?" Syahir te