Devian and His Prize (1)

1873 Words
Hal yang paling mengerikan bagi Syahquita ialah saat ia sedang terlelap dalam tertidurnya tiba-tiba saja seisi kamarnya menjadi gelap dan pengap karena Ac di kamarnya mati. Jika sudah seperti itu Syahquita akan menjadi panik, sepanik-paniknya orang panik. Ia pasti akan langsung membuka matanya dan berusaha mencari ponsel agar ada sedikit penerangan. "Surprise, Happy Birthday Syahquita." teriak semua anggota keluarganya yang membuatnya terkejut luar biasa. Syahquita menutup mulutnya dengan kedua tangannya sebab ia nyaris tidak bisa menutup mulutnya karena terkejut luar biasa. Semua anggota keluarganya bernyanyi untuknya, tepat pukul 00.01 dini hari di tanggal 24 November Syahquita berulang tahun. Kamarnya sedikit agak terang karena cahaya dari lilin yang ada di atas kue ulang tahunnya. Ia beranjak dari tempat tidurnya dan menghampiri semua keluarganya. "Ayo, tiup lilinya." pinta Jessie penuh semangat. "No! Make a wish dulu, Syah." sahut Martha saat Syahquita akan meniup lilin ulang tahunnya. Syahquita menutup matanya lalu memohon segala keinginannya yang ingin didapatkan di usia barunya ini. Setelah membuat permohonan ia meniup lilinnya secara cepat. "Yeayyyyy.." "Selamat ulang tahun ya, nak." Sharon mencium kedua pipi Syahquita. "Terima kasih, Mom." "Selamat ulang tahun putri, Dad." kali ini Charlie angkat bicara, Syahquita memeluknya sangat erat. Charlie mencium kening Syahquita penuh kasih sayang. "Thank you, Daddy." "Selamat ulang tahun, anakku." ucap Margareth. Syahquita tersenyum kepada Granny lalu memeluknya sangat erat, "Thank you, Granny. Kau masih mengingat ulang tahunku." Syahquita melepaskan pelukannya. "Happy birthday, Syah." ucap Jessie dan Martha secara bersamaan. Syahquita memeluk kedua sepupunya dengan hangat. "Thank you, twins. Kalian memang yang terbaik." lirih Syahquita dalam pelukkan kedua sepupunya. "Hanya mereka berdua yang terbaik?" ledek Alfaz. Syahquita melepaskan pelukkannya dari Jessie dan Martha, ia berpindah pelukan dengan Alfaz. "Happy birthday, my little sister." ucap Alfaz. "Thank you, Alf." lirih Syahquita dengan haru. Alfaz mencium kening Syahquita sebagai tanda sayangnya kepada adiknya ini. Meskipun terkadang ia suka bersikap menyebalkan kepada Syahquita namun dibalik itu semua ia sangat menyayangi Syahquita dan kedua adiknya yang lain yaitu Jessie dan Martha. "Terima kasih Dad, Mom, Jessie, Martha, Granny dan kau Alfaz yang menyebalkan. Thank you so much." ucap Syahquita menitikkan air mata karena terharu sekaligus bahagia yang luar biasa. "Apa kami hanya akan mengucapkan dan mendapatkan terima kasih saja?" tanya Jessie. "Baiklah, aku mengerti apa yang kau maksud." ucap Syahquita dengan tersenyum jahil. Margareth memberikan pisau kue kepada Syahquita, secara perlahan Syahquita memotong kue yang dipegang oleh Sharon. Potongan pertama ia berikan untuk Sharon, kedua untuk Charlie, ketiga untuk Granny. "Kalian bertiga ambil saja, aku tidak akan menyuapi kalian kue." desis Syahquita dengan tersenyum evil. "Baiklah, kalau begitu." kata Alfaz. Mereka semua secara bersama-sama menikmati tengah malam dengan memakan kue dan beberapa makanan kecil lainnya yang memang sudah disiapkan oleh Sharon dan Granny sejak jam 10 malam. Kebersamaan ini jarang terjadi, sekalipun terjadi hanya di waktu-waktu tertentu saat sekarang ini. Mereka berkumpul hingga pukul 01.30 waktu setempat. Setelah semua kebahagian ini mereka kembali ke kamar mereka masing-masing karena mereka akan beraktivitas seperti biasa pagi nanti.                                                                                            *** Di hari yang bahagia ini Syahquita menginginkan seseorang yang paling dekat dengan hatinya akan mengucapkan selamat dan memberikannya hadiah. Namun, itu semua hanya khayalan dari Syahquita. Pasalnya sejak tadi tiba di kampus Devian terlihat biasa saja seakan tak mengingat hari special bagi Syahquita. Syahquita menatap dalam-dalam pria di sampingnya, pikirannya terus tertuju pada isi dari pemikiran Devian. Apa dia lupa dengan ulang tahunku? Mengapa ia terlihat biasa saja, batin Syahquita. Syahquita menghela nafas bosan lalu kembali menyantap makanan yang sudah dibelikan oleh Devian, belum sampai habis makanan itu ia sudah meminggirkannya karena tak selera. Hmm tidak, mungkin lebih tepatnya nafsu makanannya sudah hilang karena ia geram dengan Devian yang tak mengucapkan apapun kepadanya. Syahquita bangkit dari duduknya, ia menghela nafas jenuh "Aku akan ke kelas sekarang." Devian yang sedang asik makan tiba-tiba saja terlihat bingung atas sikap Syahquita yang membuatnya terherankan, "Ada apa?" "Hmm, tidak ada." ucap Syahquita lalu pergi begitu saja meninggalkan Devian yang masih bertanya-tanya ada apa dengan wanitanya. Syahquita kembali ke dalam kelasnya, ia memasangkan headset-nya ke telinganya agar bisa menghilangkan sejenak kegeramannya dengan alunan lagu. Oh, maybe I came on too strong Maybe I waited too long Maybe I played my cards wrong Oh, just a little bit wrong Baby I apologize for it I could fall or I could fly Here in your aeroplane And I Could live, I Could die Hanging on the words you say And I've been known to give my all And Jumping in harder than Ten Thousand rocks on the lake So don't call me baby Unless you mean it Don't tell me you need me If you don't believe it So let me know the truth Before I dive right into you  Alunan lagu yang begitu selowly membuat Syahquita terbawa akan suasana dari lagu tersebut, ia ikut larut dalam alunan tersebut. Perasaannya yang semula biasa menjadi sedikit sedih setelah mendengarkan lagu ini. Perasaannya berubah drastis karena lagu ini. Syahquita melihati beberapa temannya yang mulai memasuki kelas. Ketika mereka memasuki kelas Syahquita mendengar kabar jika Mrs. Jill tidak bisa masuk kelas karena ada urusan lain. Sebelum kelasnya dipenuhi oleh temannya ia sudah lebih dulu meninggalkan kelasnya menuju perpustakaan yang ada di kampus. Syahquita akan berlama-lamaan di perpustakaan sampai Alfaz datang menjemputnya nanti. Keberadaan Syahquita tak diketahui oleh Jessie, Martha bahkan Devian sehingga membuat kedua sepupunya kalang kabut mencari Syahquita ke sana kemari tapi tak juga ditemukan. Tentu Syahquita tak memperdulikan hal itu toh dia tidak dalam masalah dan dia juga masih berada di area kampus. Sudah dua jam, Syahquita menghabiskan waktu di perpustakaan dengan membaca beberapa buku sejarah yang ada di perpustakaan tersebut. "Hiii." sapa seseorang di depan Syahquita. Syahquita menaikkan pandangannya untuk melihat siapa orang berusaha menyapanya di saat ia tak ingin bicara sedikitpun dengan siapapun. Syahquita tersenyum kepada orang itu, "Hi." "Kau di sini sedari tadi?" tanya orang tersebut. Syahquita mengangguk mantap, "Yaph, memangnya mengapa Drake?" "Kedua saudaramu menanyakan seisi kelas mengenai keberadaanmu dan tak ada satupun dari mereka yang tahu termasuk aku tapi akhirnya aku bisa menemukanmu." ucap Drake tersenyum kecil. Syahquita tertawa kecil saat Drake mengatakan Jessie dan Martha menanyakan seisi kelas tentang keberadaannya. Otak polosnya tanpa merasa bersalah memikirkan bagaimana ekspresi mereka berdua saat ini. "Apa yang sedang kau pikirkan? Mengapa kau tersenyum seperti itu?" tanya Drake. "Hmm, aku hanya memikirkan bagaimana reaksi kedua sepupuku saat ini mungkin mereka sedang panik mencariku." kata Syahquita seraya tertawa jahil saat berbicara. Drake pun ikut tertawa ia tak menyangka ternyata Syahquita juga bisa berpikiran jahil mengenai kedua sepupunya. Padahal selama ini ia selalu melihat mereka bertiga selalu bersama dan sangat akrab tanpa pernah mengira jika merekapun suka bersikap jahil satu sama lain. "Sungguh, aku tak menyangka jika kau sejahil itu." ledek Drake. Syahquita tertawa kecil, "Jika kami biasa-biasa saja maka tidak akan menarik terkadang aku atau mereka saling menjahili satu sama lain." "Kau tahu ekspresi mereka benar-benar khawatir sekali." ucap Drake. Syahquita tertawa saat Drake mengatakan itu karena otaknya tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana keadaan mereka berdua saat ini. Tanpa disadari Drake berhasil melupakan segala kegalauannya karena Devian. Syahquita tertawa lepas saat berbincang-bincang padahal di perpustakaan manapun dilarang berisik. Tapi saat Syahquita tertawa Drake mengingatkannya bahwa di sini tidak boleh berisik, Syahquita akan tertawa tanpa suara namun itu tidak bertahan lama karena ia akan kembali bersuara lagi kemudian diingatkan kembali oleh Drake sampai ia benar-benar lelah tertawa. "Thank you, Drake. Kau membuatku tertawa dan melupakan segala kejenuhanku dengan cerita-cerita menggelitikmu tentang kedua sepupuku." ucap Syahquita dengan nada bersahabat. "Dengan senang hati, kau partner-ku. Anggaplah ini sebagai salah satu cara membangun chemistry di antara kita." ujar Drake. Syahquita mengangguk pelan, "Yahh, semoga project kita akan sukses ya. Sungguh  aku amat sangat gugup karena waktunya yang semakin dekat." "Syah, kau di sini rupanya." marah Devian yang mendadak datang entah dari mana yang jelas Syahquita tak melihatnya. Syahquita menatap datar ke arah pria itu, secara mendadak pula ekspresinya berubah karena kedatangan Devian. "Ayo, kita harus pergi." Devian menarik tangan kanan Syahquita. Syahquita tak ingin membuat keributan di dalam perpustakaan sehingga ia menurut saja dengan sikap Devian. "Syahquita, happy birthday." ucap Drake setelah Syahquita menjauh 3 langkah darinya. Syahquita berhenti melangkah lalu tersenyum kepada Drake, "Thank you  Drake." Seketika Devian menjadi cemburu karena Syahquita tersenyum kepada Drake, ia menarik tangan Syahquita lagi, "Come on, Syah." "Bye, Drake." kata Syahquita sebelum dirinya benar-benar menjauh dari Drake. "Bye, see you letter." ujar Drake yang membuat Devian semakin panas. Devian membawa Syahquita ke parkiran motor, tanpa berbicara Devian langsung memberikan helm kepada Syahquita. Dan tanpa bertanya sedikitpun Syahquita segera naik ke atas motor Devian. Yang Syahquita pikirkan bagaimana dengan Alfaz dan kemana kedua sepupunya. Apa mereka sudah pulang lebih dulu? Devian mengarahkan motornya ke salah satu pusat perbelanjaan, entah apa yang menyebabkan dirinya membawa Syahquita ke sana. Ketika tiba di sana Syahquita baru menyadari ada yang tak beres. "Mengapa kita ke sini?" tanya Syahquita. Namun Devian hanya diam seribu kata sambil menggandeng tangan Syahquita memasuki mall tersebut. "Dev." erang Syahquita berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Devian tapi sayangnya Devian menggenggamnya sangat kuat. Devian berhenti di salah satu toko sepatu yang amat terkenal karena barangnya yang bagus begitupun dengan harganya yang sangat fantastic. "Pilihlah." kata Devian datar. Syahquita bingung ada apa dengan Devian, ia bertanya namun pria itu hanya diam dan sekarang ia meminta Syahquita untuk memilih salah satu sepatu hak tinggi yang tertata rapi pada tempatnya. "Aku tidak membutuhkan ini."sahut Syahquita lalu berusaha untuk keluar dari toko tersebut. Namun, Devian menahannya dengan menarik tangann kanannya. "Aku memintamu untuk memilih satu sepatu itu." ujar Devian lagi kali ini dengan penuh keramahtamahan. "Aku tidak mau." tolak Syahquita. Devian menghela nafas pelan, ia membetulkan posisi Syahquita agar mereka saling berhadapan , "Aku tahu kau kesal padaku anggaplah ini sebagai permohonan maafku kepadamu." "Aku bilang aku tidak mau." bantah Syahquita tetap pada keputusannya. Devian kembali menghela nafas pelan, "Baiklah, Happy Birthday sayang. Itukan yang membuatmu kesal? Aku tidak pernah lupa akan hari spesial ini." Syahquita tercengang, dalam hatinya ia sangat senang karena Devian tidak lupa akan hari ini. Tetapi, ia sudah terlanjur kesal dengan pria itu. Syahquita berpura-pura tak terpengaruh dengan ucapan selamat itu. Syahquita melipat kedua tangannya di depan dadanya lalu mengalihkan pandangannya ke sisi lain agar ia terlihat kesal dengan Devian. "Please, aku mohon jangan marah padaku. Aku sengaja melakukan ini karena aku sudah menyiapkan surprise besar untukmu. Please, pilihlah sepatu manapun yang kau sukai." pinta Devian tetapi Syahquita masih tak begitu memperdulikan. "Please, demi aku." lanjut Devian. Sungguh dalam hati Syahquita amat bahagia dan tersenyum lebar karena berhasil membuat Devian memohon kepadanya dan berusaha membaik-baikinya agar ia tak lagi kesal dengan Devian. Syahquita menatap datar wajah Devian, ia memutar tubuhnya dan mulai mencari-cari sepatu manakah yang akan menjadi pilihannya. Mata Syahquita terpesona dengan sepatu kulit berwarna hitam mengkilap licin bening apapun itulah. Sepatu yang ditaruh dalam lemari kaca yang sepertinya harga sepatu itu luar biasa dan yang pasti sepatu itu sangat spesial dari yang lainnya. "Aku mau itu." seru Syahquita sambil menunjuk ke arah sepatu yang luar biasa itu. "Baiklah, aku akan meminta pelayan itu membungkusnya dan memberikannya kepadamu." ucap Devian. Salah seorang pelayang toko itu datang menghampiri mereka, Devian memerintahkan kepada pelayan itu untuk membawakan sepatu yang Syahquita tunjuk. Wanita itu mencocokkan sepatu pilihannya di kaki putihnya. Sepatu itu terlihat bagus di kaki Syahquita. Devian meminta pelayan membungkusnya secara rapih dan indah karena sepatu ini untuk wanita spesial dalam hidupnya. Setelah mendapatkan sepatu untuk Syahquita, Devian mengajaknya keluar dari mall itu. Mengarahkan motornya ke suatu tempat yang tak pernah terpikirkan oleh Syahquita. Motor Devian terhenti di salah satu restoran ala Perancis, Syahquita sulit mengerti mengapa dan apa alasan dibalik ini semua. Devian menggandeng tangan Syahquita memasuki restaurant tersebut. "Welcome to our restaurant. Do you have reservation before, Sir?" tanya seorang Gretter penuh keramahan. "Yaph, atas nama Devian Costa Barclay." jawab Devian. "Okee, Sir. Follow me." ujar Gretter itu menunjukkan di mana meja yang sudah dipesan oleh Devian sebelumnya. Setelah Gretter itu menunjukkan meja mereka, Devian ijin untuk ke kamar kecil. Syahquita menunggu hingga pria itu kembali lagi. Di saat Syahquita sedang menunggu tiba-tiba salah seorang waiter menghampirinya lalu memberikan sebuah kotak berwarna ungu kepada Syahquita.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD