"Apa sih?!" seru Jane kesal pada Sandra yang sejak tadi tidak berhenti menggodanya.
"Ciee.. dapat gebetan baru.. uhuy.. pengacara lagi," ledek Sandra, dia menjawil dagu Jane dan membuat sahabatnya itu semakin kesal.
"Liat dah tuh, anak lo aja udah lulut ama dia, sikat aja lah!"
"Ndasmu!" maki Jane seraya menoyor kepala Sandra.
Dan Sandra hanya tertawa melihat Jane cemberut karena sejak tadi dia ledeki soal Denis, pria yang bertemu mereka tadi dan berbicara dengan Jane soal surat hasil pemeriksaan yang salah. Jane sudah menceritakan itu pada Sandra, tapi sahabatnya itu justru fokus pada cerita Jane yang mengatakan bahwa Denis tertarik padanya.
"Gue tadi sempet mau ngakuin Panji anak gue biar lo tetep single di mata bapak pengacara itu.. tapi ternyata Denis trima-trima aja waktu bilang Panji anak elo," ujar Sandra.
Setelah mereka berbicara tadi di dalam restoran, dengan drama Jane yang menangis di depan Denis karena terharu juga merasakan beban hidupnya berkurang, karena akhirnya dia tahu bahwa dirinya tidak mandul. Denis yang melihat wanita yang membuatnya tertarik itu menangis pun menepuk lembut tangan Jane yang ada di atas meja dan memberikan semangat untuk Jane dengan suara yang pasti mampu membuat semua wanita bertekuk lutut.
Dan setelah dia berhenti menangis, Jane sudah akan menyusul Sandra yang sedang ada di time zone, tapi Denis justru mengikutinya. Lalu ketika mereka bertemu dengan Sandra yang sedang menggendong Panji sambil bermain lempar bola basket, mereka menghampiri Sandra. Mulanya suasana menjadi canggung, dia sendiri tidak mengerti kenapa Denis malah mengikutinya. kemudian karena tidak ada bahan obrolan, Jane akhirnya memperkenalkan Sandra dan juga Panji pada Denis.
Jane sudah waspada dengan reaksi Denis ketika dia memperkenalkan bocah kecilnya, Panji pada Denis. Tapi dia dibuat terkejut ketika melihat Denis justru tersenyum.
"Kenalin juga, ini Panji.. anak saya," kata Jane memperkenalkan Panji ke hadapan Denis.
Kemudian Denis tersenyum mendengarnya, lalu pria itu mengulurkan tangannya menyentuh Panji yang menatap Denis dengan mata bulatnya yang polos. Namun tiba-tiba bocah itu terkikik karena Denis menjawil pipi bulatnya, Panji juga kemudian menggapai-gapai tangannya untuk meminta gendong pada Denis, yang langsung dituruti oleh pria itu.
Jane dan Sandra langsung berpandangan melihat Panji yang begitu saja mau berpindah pada orang lain tanpa menangis histeris lebih dulu karena takut dengan orang asing seperti biasanya. Tapi kemudian Jane dibuat tersedak ketika Denis menyeletuk bertanya padanya.
"Jane.. jika boleh tahu.. apa Kamu sudah—menikah?" tanya Denis dengan matanya sekilas melihat jari tangan Jane, mencari benda yang mungkin melingkari jari indah wanita itu. Dan dia tidak menemukannya.
UHUK
Jane terbatuk-batuk mendengarnya. Denis frontal sekali!
"Belum! Jane belum menikah dengan siapa pun! Masih banyak peluang, tenang saja!" jawab Sandra dengan bersemangat seraya menepuk-nepuk punggung Jane yang masih belum reda batuknya.
Jane mendelik mendengar kalimat Sandra, dia mencubit pinggang sahabatnya itu.
Denis terlihat tersenyum dengan wajah yang menunjukkan bahwa dia merasa... lega? Lalu pria itu meminta izin membawa Panji berkeliling time zone pada Jane.
"Saya bawa Panji, ya.. biar Panji bisa terbiasa sama saya," izin Denis, kemudian sudah membawa Panji untuk melihat remaja yang sedang memainkan balap mobil.
Jane dan Sandra tentu dibuat melongo karena itu. Denis sepertinya tipe pria yang to the point. Pria itu langsung gerak cepat begitu mengetahui bahwa Jane masih lajang dan kesempatan yang terbuka sangat besar, padahal Jane belum pernah memikirkan soal pasangan atau pun pernikahan beberapa tahun ini.
"Kasih dia kesempatan, Jane.. gue rasa Denis ini bener suka sama lo.. buktinya dia aja langsung ngenalin elo, padahal 5 tahun nggak ketemu. Penampilan elo juga udah beda dengan potong rambut elo jadi sebahu, ditambah tubuh yang makin montok," usul Sandra.
Jane menatap sinis pada sahabatnya itu. "Ngawur.. elo sih ngomongnya gampang.. guenya yang masih takut kalo ada cowok yang ngedeketin gue tapi ternyata Cuma manfaatin gue aja," timpal Jane.
Sandra menghela nafasnya, dia sudah berkali-kali mengatakan pada Jane bahwa semua pria tidaklah demikian. Sandra pernah memiliki pacar yang sama sekali tidak mau menyentuhnya, cowok yang menghargai cewek kata Sandra, tapi Sandra yang tidak bisa bersama cowok itu, karena cowok itu haruslah dapat yang lebih baik dari dia. Dan Jane pun harus mendapat yang lebih baik dari Tomy yang mengkhianati Jane sampai membuat hati wanita itu hancur, karena menyembuhkan luka akibat jatuh cinta ya harus jatuh cinta lagi.
"Ya mana Lo bisa tahu, kalo elo nggak ngasih kesempatan Denis buat deket ama elo.. kasih dia kesempatan, baru Lo bisa nilai dia itu patut untuk elo perjuangin juga atau enggak, simple."
Jane terdiam mendengarkan itu seraya memutar otaknya untuk mempertimbangkan lagi Denis. pria yang pernah muncul sekelebat di masa lalunya dan kembali di masa depannya dengan menawarkan harapan indah pada Jane.
***
Satya bersama Jasmine sudah berada di restoran keluarga di sebuah mall. Keduanya akan menemui Marsha yang sudah menunggu di sana sejak setengah jam yang lalu. Mereka janjian untuk makan siang, namun terlambat karena jalanan macet setelah Satya menjemput Jasmine di sekolahnya.
"Tante Masha!" pekik Jasmine dan langsung menubruk tubuh Marsha yang sudah berdiri menyambut kedatangan Jasmine dan Satya.
Marsha berjongkok menyamakan tingginya dengan Jasmine yang mungil. "Halo, sayang... baru pulang sekolah?"
"Iya, Papa jemput," kata Jasmine seraya tangannya menunjuk Satya yang berdiri di belakangnya. "Papa bilang tante Masha datang."
Marsha dengan gemas mengacak poni Jasmine. "Iya, tante kangen sama Jasmine, jadi tante dateng."
Mereka bertiga kemudian duduk di sebuah meja dengan makanan yang sudah tersaji di sana, karena Marsha sudah memesankan lebih dulu makanan sembari menunggu kedatangan sepasang ayah dan anak itu.
"Apa kabar?" sapa Satya pada Marsha begitu mereka sudah duduk. Jasmine duduk di sebelah Marsha sesuai permintaan bocah kecil itu, lalu mulai menyantap sup telur campur mie di dalamnya dengan tenang, karena itu adalah makanan kesukaan Jasmine.
Marsha tersenyum. "Baik.. kamu sendiri?"
"Baik juga," balas Satya.
Setelah itu tidak ada percakapan apa pun lagi antara Satya dan Marsha. Di antara mereka justru Jasmine yang mendominasi percakapan dan lebih banyak mengobrol dengan Marsha. Satya hanya sesekali menyahut saja dan lebih terfokus pada ponselnya yang beberapa kali bergetar tanda pesan masuk.
Setelah makan, mereka berencana pergi ke Timezone seperti permintaan Jasmine. Di sepanjang lorong lantai 5, saat mereka bertiga berjalan melewati banyak orang, mereka menjadi perhatian banyak orang karena sangat serasi. Mereka mendengar bisikan dan gumaman orang-orang yang melewati atau mereka lewati yang mengatakan bahwa Satya dan Marsha adalah pasangan yang serasi. Namun itu justru membuat Satya dan Marsha kurang nyaman.
Begitu masuk ke time zone, Jasmine dan Satya membeli tiket berdua karena Marsha permisi ke toilet. Setelah mendapatkan tiketnya, Jasmine meminta bermain pada Satya untuk mengambilkannya boneka yang ada di dalam kotak kaca dimana dia harus memainkan capit yang ada di dalam kotak kaca itu untuk mengambil boneka.
Satya meringis karena sejak dia remaja saat pertama kali mengenal permainan ini, dia tidak pernah bisa mendapatkan boneka di dalam permainan ini. Tidak Prita tidak Jasmine, mereka menyuruh Satya memainkan permainan yang menurutnya selalu membuat naik darah karena kesal tidak bisa mendapatkan satu saja boneka.
Tapi karena Jasmine merengek, Satya pun tidak bis berbuat apa-apa selain menuruti permintaan putrinya itu dan siap bertempur untuk mendapatkan boneka dari dalam kotak kaca di hadapannya.
"Ayo, Papa! Ayo.. dikit lagi Papa, ayo! Yahhh...."
Sudah 3 kali mencoba dan Satya belum bisa membawa boneka satu pun mendekat pada lubang dimana boneka itu akan jatuh kesana dan keluar dari kotak kaca. Jasmine sudah merengut karena itu. Tapi Satya yang juga kesal akhirnya terpecut untuk mencoba lagi sampai tidak memperhatikan Jamine yang sudah berjalan menuju kotak kaca berisi boneka yang satunya. Dimana di sana ada seorang pria dengan anak kecil yang digendongnya. Dan anak kecil itu sedang memegang boneka panda kecil seukuran kepala anak kecil itu.
"Wah...," gumam Jasmine, dia melihat betapa lihainya pria itu memainkan permainan ini ketimbang papanya. Bahkan sudah mendapat boneka ke 2 yaitu boneka beruang kutub.
Dengan mata polosnya Jasmine memperhatikan itu dengan iri, anak kecil yang ada di gendongan pria itu sudah mendapat dua boneka, sedangkan dia belum mendapatkan apapun karena papanya sejak tadi tidak bisa memainkan permainan ini.
Satya yang kembali kalah untuk ke 5 kalinya mendesah gusar. Dan dia langsung panik ketika melihat Jasmine tidak ada disebelahnya. Namun ketika dia menoleh ke kanan, dia langsung lega karena putrinya itu sedang berdiri menatap seorang pria yang sedang memainkan permainan yang sama dengannya dengan santai dan sekali percobaan langsung mendapat boneka lagi yaitu boneka beruang madu.
Satya meringis menadapati dirinya yang tidak bisa memberikan Jasmine boneka. Jasmine pasti iri.
"Jasmine, kenapa disini?" tanya Satya menghampiri putrinya.
"Papa.. lihat... adek itu punya 3 boneka.. aku mana?" Jasmine sudah berkaca-kaca matanya mengadukan itu pada Satya.
Satya kebingungan. "Kita bisa beli boneka saja kalo gitu, yuk.. Jasmine boleh beli yang banyak," bujuk Satya.
"Nggak mau...." Jasmine menggelengkan kepalanya. "Mau yang di sini," tunjuknya pada kotak kaca. Bocak kecil ini sudah bersiap menangis.
Disaat Satya akan menggendong Jasmine karena takut anaknya menangis, sebuah boneka terulur di dekat mereka. dan ketika ditelusuri, pria yang tadi sedang memainkan permainan itu sudah di sebelah mereka.
"Ini untuk kamu," kata pria itu pada Jasmine yang sudah menghentikan aksi merengeknya namun ragu-ragu untuk menerima pemberian dari orang lain. Dia menoleh pada papanya.
Satya membawa Jasmine ke gendongannya dan berdiri berhadapan dengan pria yang juga sedang menggendong anak kecil yang sekiranya berumur 2 tahun.
"Nggak usah, mas.. nanti merepotkan," kata Satya, menolak halus pemberian pria itu.
"No problem, bro.. Panji juga udah punya dua boneka," kata pria itu sembari menunjuk anak kecil di gendongannya, yang kedua tangannya memegang boneka dan memainkannya dengan suara-suara dari mulutnya yang tidak jelas bergumam apa.
"Jasmine mau?" tanya Satya pada akhirnya. Dan dijawab anggukan kepala oleh putrinya. "Makasih banget, saya nggak bisa main ambil boneka kaya gini.. dari dulu nggak pernah jago," kata Satya dan menerima boneka beruang madu dari pria di hadapannya.
"Hahaha... Cuma main beruntung aja ini. Saya Denis." Pria itu mengulurkan tangannya pada Satya.
Satya pun mengulurkan tangannya menyambut, lalu berjabat tangan dengan Denis. "Satya, dan ini anak saya Jasmine."
"Oh.. halo Princess Jamine.. ini kenalin.. ada adek Panji," kata Denis menyapa Jasmine yang tampak tertarik dengan Panji, karena bocah perempuan itu menatap Panji dengan penuh minat.
Jasmine dengan malu-malu mengulurkan tangannya untuk menyentuh Panji, bocah kecil dengan pipi bulat dan bibir yang tak berhenti bergumam lucu sejak tadi menarik perhatiannya. Dia teringat pada Romi, temannya yang punya adik lucu.
"Papa, aku mau adek ini," celetuk Jasmine tiba-tiba setelah tangannya menyentuh pipi bulat Panji yang dibalas tawa kecil dari Panji.
Satya membeliakan matanya pada Jasmine yang masih saja ingin mempunyai adik. "Nggak boleh sayang... Adek ini kan punya mama sama papa.. nanti mamanya cari-cari," kata Satya memberi pengertian.
Sedangkan Denis terkekeh mendengar celetukan Jasmine. "Tinggal bikin lagi aja, bro," seloroh Denis.
"Kudu ada lawannya kalo mau bikin lagi," balas Satya.
"Oh, duda?" tanya Denis terkejut.
Satya mengangguk. "Single parrent."
Denis manggung-manggut. "Cari aja lagi kalo gitu.. gue juga lagi berjuang dapetin mamanya ini bocah cilik," kata Denis sambil membenarkan posisi Panji yang sepertinya sudah mengantuk.
"Hahaha.. berat cari yang pas.. Semangat aja, semoga bisa dapet mamanya!" ujar Satya menyemangati Denis.
Lalu pertemuan dua pria itu berakhir saat Panji mulai rewel sebab sudah mengantuk. Sebelum mereka berpisah, Jasmine berhasil mencium pipi bulat Panji, yang ajaibnya berhenti merengek dan membalas memeluk Jasmine dengan tangan mungilnya.
Satya dan Jasmine kemudian berpindah memainkan permainan lain. Saat ini mereka menuju permainan mandi bola dan Satya meninggalkan Jasmine di dalam bermain di sana sendiri dengan diawasi petugas. Dia menuggu diluar dan duduk di kursi dengan beberapa orang lain di sana.
Beberapa menit kemudian Marsha muncul dan ikut duduk di sebelahnya. Dia mengatakan maaf karena terlalu lama di toilet, alasannya karena toilet ramai orang hingga harus mengantri.
***
Jane duduk memangku Panji yang sudah terlelap dengan dua boneka yang masih dipegang oleh anaknya itu. Dengan protektif, anaknya itu akan langsung terbangun jika boneka itu diambil. Jane kesusahan karena posisi Panji jadi kurang nyaman di pangkuannya. Apalagi hotel tempatnya menginap masih jauh.
Dia sedang berada di mobil dengan seorang pria tampan menjalankan peran sebagai driver yang mengantar mereka berdua kembali ke hotel. Pria itu Denis, tadi saat mereka akan pulang, Denis langsung saja menawari mengantarkan Jane kembali ke hotel. Padahal jika sesuai rencana, saat ini dia harusnya berada di mobil Sandra. Tapi sahabatnya itu justru mengumpankan Jane dengan berpura-pura mendapatkan telfon mendadak dari manajer semprulnya, kalau ada pekerjaan mendadak yang Jane yakin itu hanya akal-akalan sahabat durhakanya itu.
Awas saja nanti! Ancam Jane.
Alhasil sekarang dia diantar Denis menaiki mobil pajeronya, membelah jalanan Jakarta yang ramai tapi tidak macet siang menuju sore ini. Meskipun sudah mencoba menolak, pria tampan yang berprofesi sebagai pengacara ini kekeh menawarinya tumpangan. Membuat Jane berfikir, apa Denis tidak sibuk?
"Ingin mampir membeli camilan?" tanya Denis, menoleh sekilas pada Jane.
Di depan sana memang ada pusat jajanan di kiri jalan. Namun Jane tidak berminat.
"Tidak usah, saya jarang makan camilan," jawab Jane.
Dan sekitar 25 menit kemudian, mereka akhirnya sampai. Jane sempat heran saat Denis justru memasuki basement bukan men-dropnya di lobi, sehingga pria itu tidak perlu repot mencari parkir dan membayar biaya parkirnya juga.
Dan ketika mesin mobil sudah mati, Jane hendak turun namun kakinya terasa kesemutan, sehingga dia tak sengaja meringis. Dia menoleh ke arah pintu mobil di sampingnya yang tiba-tiba terbuka dan tampak Denis sudah berdiri di sana.
"Panji biar saya yang bawa.. kaki kamu pasti kesemutan," tawar Denis, yang tanpa mendapat persetujuan Jane sudah membawa Panji di dekapan pria itu dan dengan satu lengan menggendong Panji.
"Maaf merepotkan," sesal Jane, kakinya ini memang sering mudah kesemutan, dia sudah memeriksakan keadaan ini dan dokter tidak mengatakan ada masalah serius.
Tubuh Jane langsung menegang ketika tiba-tiba saja tangan Denis sudah menyentuh kakinya dan menggerakannya menjadi posisi lurus. Bermaksud untuk melancarkan peredaran darah dan memijatnya lembut.
"Eh.. sudah tidak apa-apa," kata Jane yang selama beberapa saat melamun karena terkesima dengan sikap lembut Denis.
Denis pun menghentikannya sesuai permintaan Jane lalu mundur untuk memberi Jane ruang saat wanita itu turun dari mobilnya.
"Biar aku saja, pimpin saja jalan menuju kamar kalian menginap," kata Denis saat Jane meminta Panji.
"Tapi saya tidak enak. Kamu sudah menemani Panji sejak tadi, mengantar kami, dan saat ini kamu juga menggendong dia lagi," jelas Jane.
"Anggap saja latihan kalau nanti saya harus gantian menjaga Panji," ujar Denis yang langsung membuat Jane keki.
Jane heran pada Denis yang tidak segan melancarkan kode-kodenya pada dirinya.
Maka kemudian Jane memimpin jalan menuju kamar hotel tempatnya menginap, lalu membukakan pintu. Mempersilakan Denis masuk ke dalam kamarnya untuk membaringkan Panji di atas kasur. Setelah membaringkan Panji yang langsung kembali terlelap setelah sempat merengek karena pindah tempat, namun dengan mudah Denis menenangkan putra Jane itu dan sekali lagi membuat Jane terkesima.
"Terima kasih.. kamu mau sekali direpotkan oleh Panji. Pasti lelah sekali."
Saat ini mereka berdiri berhadapan di dekat pintu kamar hotel.
"No problem, Jane.. saya 'kan sudah bilang anggap saja ini latihan," ujar Denis. “Bolehkan sekarang pake ‘Aku-Kamu’ supaya lebih dekat?”
Pipi Jane memanas karena sekali lagi Denis melancarkan kodenya.
"Ekhm.. ya.. mm.. baiklah...." Jane berdehem menormalkan suaranya. "Pokoknya terima kasih sudah mau direpotkan."
Denis tersenyum karena berhasil membuat Jane tersipu. "Sama-sama.. jangan sungkan meminta bantuanku, Kamu sudah punya nomorku, kan?"
Jane menganggukan kepalanya. Mereka memang sudah saling bertukar nomor ponsel tadi setelah mengobrol di restoran.
"Jane...," panggil Denis lembut. Jane mendongak menatap Denis yang tengah menatapnya lekat, membuat dadanya merasa berdebar.
CUP
Mata Jane membola ketika satu kecupan mampir di pipi kirinya, dan itu dari bibir Denis yang saat ini masih belum menjauhkan wajahnya. Wajah keduanya kini berjarak kurang dari 10cm.
"Aku sudah tidak tahan ingin melakukannya, maaf jika lancang. Selamat malam, jaga dirimu," kata Denis, disertai tepukan lembut di puncak kelapa Jane, lalu pergi dari kamar hotel Jane menginap.
Ketika suara pintu tertutup terdengar di telinganya, Jane baru bisa bernafas lagi. secara tidak sadar dia menahan nafas saat Denis mengecupnya dan pamit padanya dengan jarak mereka yang sangat dekat. Oksigen seolah terenggut entah kemana saat itu.
Dia mengusap pipinya yang masih jelas terasa bekas kecupan bibir Denis di sana. Dan satu tangannya lagi memegangi dadanya yang berdebar untuk pertama kalinya, setelah sekian lama.
"Please deh, Jane.. bisa-bisanya elo baper sama cowok yang baru sehari elo kenal?!" Jane bergumam heran pada dirinya sendiri.
Mengenyahkan pikiran itu, dia kemudian berjalan menuju kopernya dan mengambil baju tidur untuk Panji.
"Sayang.. mama harus gimana?" gumamnya lalu mengecup pipi bulat Panji dan ikut berbaring di sebelah putranya.
***
Mulai part 10 ceritanya akan di kunci, bisa beli koinnya dengan cara pulsa, credit card dan sebagainya.
Novel ini dijual, sehingga menggunakan koin