Sebelum membujuk Ayu, Nayra menceritakan pertemuan yang tidak dia sangka dengan Wita --sahabat Mila masa SMA di Jakarta-- kepada Guntur. Guntur bahkan tidak pernah mendengar nama itu dari mulut Mila.
Nayra menjelaskan dengan baik bahwa Mila sangat merindukan Ayu. Dia ingin sekali mendengar suara Ayu. Mila jauh berubah lebih baik dan tidak keras seperti dulu lagi.
Awalnya Guntur tidak langsung mempercayai apa yang diceritakan Nayra. Mila yang dia kenal adalah sosok perempuan yang licik dan egois, yang hanya mau menang sendiri tanpa memikirkan perasaan orang lain. Tapi Nayra berusaha meyakinkan suaminya bahwa tidak baik berlama-lama bermusuhan.
"Dia sudah menunjukkan niat baik saja sudah bagus, Yang. Nggak baik lama-lama musuhan. Yang sudah ya sudah. Lagipula, dia kan mama kandung Ayu. Sampai kapanpun dia tetap Mami Ayu. Nggak bisa kita dengan sengaja menjauhkan komunikasi antara Ayu dan Mami kandungnya."
"Kamu apa nggak mikir perasaan Ayu, trauma Ayu, pikiran Ayu yang pasti akan mengingat lagi apa yang pernah dia lalui? Nggak bisa, Nayra Sayang. Kita harus pertimbangkan itu. Ayu yang paling penting...." Guntur masih belum terima usulan Nayra yang ingin memperbaiki hubungan Ayu dan maminya.
"Justru itu yang harus kita pikirkan. Masa depan Ayu. Kita nggak tau apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Siapa tau dia mendengar kabar maminya tanpa sepengetahuan kita dan dia pasti bingung bagaimana bersikap," Nayra terus berusaha memberi pengertian ke suaminya agar mau memberi kesempatan kepada Mila untuk mendengar suara Ayu.
"Lima belas tahun Ayu hidup bersama maminya, diurus maminya, pasti nggak mudah bagi Ayu melupakannya. Dia pasti akan mengenangnya. Jika nggak sekarang, mungkin suatu saat nanti. Aku nggak mau dia bingung lagi, Yang."
Guntur terdiam mencerna apa yang dikatakan istrinya. Perlahan dia dekati Nayra yang memandangnya penuh harap. Tiba-tiba tenggorokannya tercekat ketika menatap wajah Nayra lekat-lekat.
"I am speechless, Honey. Nggak tau harus ngomong apa. Hati kamu terbuat dari apa, Nay?"
"Kamu mau, Yang? Aku ingin kebahagiaan Ayu sempurna. Aku nggak mau ada yang sedih memikirkan Ayu. Rindu Ayu. Aku bisa merasakan apa yang Mami Ayu rasakan. Aku yang berpisah beberapa hari dari Ayu saja sudah bikin perasaanku kacau tak menentu, apalagi Mami kandungnya?"
Guntur menggigit bibirnya menahan haru yang memuncak. Dia rengkuh dagu Nayra dengan dua tangan besanya, lalu mengecup bibirnya penuh rasa cinta yang sangat dalam. Istrinya memang luar biasa.
***
Akhirnya Guntur mendukung apa yang Nayra rencanakan, memberi kesempatan kepada Mila berkomunikasi dengan Ayu. Bahkan Guntur menyarankan berkomunikasi melalui video call. Jadi Mila tidak hanya bisa mendengar suara Ayu, tapi juga melihat wajah Ayu.
Dan Ayu sekarang tampak sudah siap mendengar dan berbicara dengan maminya.
"Udah siap, Yu?" tanya Nayra sambil memperbaiki letak ponsel Ayu di atas tripod agar Ayu bisa leluasa berbicara dengan maminya.
"Iya, Ma," jawab Ayu yang sedang duduk sambil mendekap bantal kecil SpongeBob di atas kasur agar perasaannya lebih relaks.
"Ok. Mama tinggal ya? Ayu bebas bicara apa saja dengan Mami. Sampaikan salam Mama untuk Mami."
"Mama nggak mau ikut ngobrol?"
Nayra tersenyum mendengar pertanyaan Ayu.
"Biarkan Mami lepaskan rindunya dulu sama Ayu. Ok?"
Ayu perlahan mengangguk.
Tak lama kemudian, Nayra pun pergi meninggalkan kamar Ayu. Sekejap perasaan Ayu mulai kacau ketika melihat punggung mama sambungnya itu, tapi kemudian dia kembali memahami nasihat Nayra semalam.
Ayu menyentuh layar ponselnya. Lalu mundur perlahan menunggu balasan dari Johor.
Setelahnya, tidak ada kata-kata yang ke luar dari Ayu, juga dari Mila. Keduanya terdiam ketika saling pandang. Tampak Ayu menutup mulutnya saat melihat wajah maminya.
Sesak dadanya melihat wajah maminya yang ada di layar ponselnya, sedang duduk di atas kursi makan. Sepertinya Mila sedang berada di dalam apartemennya.
"Mamiii!" teriak Ayu sedih. Tak sanggup melihat tubuh kurus yang tengah memandangnya dengan senyum tulus penuh kerinduan.
"Ayuuuu," balas Mila parau. Lalu dia anggukkan kepalanya seakan tahu apa yang ada di benak putrinya.
"Mami kurus," desah Ayu sambil menyeka kedua matanya yang berair.
"Sehat Ayu?"
Ayu mengangguk.
"Mami senang kamu sehat. Mami dengar kamu juga punya banyak teman di sekolah. Kamu juga punya keluarga yang semua sayang kamu. Mami bahagia sekali, Nak."
Ayu terisak.
"Mami apa kabar?" tanyanya. Ayu sudah mulai menguasai dirinya.
"Baik, Sayang."
"Mami sendirian?"
"Iya. Nggak papa, Nak. Kamu nggak perlu khawatir. Mami baik-baik saja."
"Maaf, Mami," ucap Ayu.
Kali ini Mila yang terisak hebat. "Mami yang minta maaf, Nak. Mami sadar kesalahan Mami. Maafkan Mami, Sayang."
"Ayu kangen Mami,"
"Mami juga, Sayang. Kangen kamu."
Tampak jari-jari tangan Mila mendekat ke layar ponsel seakan-akan ingin menyentuh wajah Ayu.
"Kamu cantik sekali, Ayu. Mami kangen ngomelin kamu,"
"Haha, Mamiiii."
"Ada yang ngomelin kamu di sana? Nggak ada ya? Semua sayang ya?"
Ayu tersenyum mengingat wajah maminya yang garang ketika memarahinya. Memang sangat menyebalkan. Hampir setiap hari ada saja yang menjadi bahan amarah Mami terhadapnya.
"Nggak ada, Ma," balas Ayu pendek.
"Mama Nayra mana?" tanya Mila tiba-tiba.
"Emang Mami mau ngobrol sama Mama?"
Mila mengangguk.
"Hm. Ada. Paling di kamar. Soalnya ada Papa di rumah. Papa kalo di rumah pasti beduaan sama Mama di kamar, Mi. Kecuali kalo Ayu ganggu."
Mila terkekeh mendengarnya. Guntur banyak berubah sekarang.
"Ya udah, kamu ganggu gih. Panggil Mama Naynya. Bilang sama Papa pinjam dulu,"
Ayu benar-benar lega sekarang. Dia bergegas ke luar dari kamarnya. Awalnya dia menduga maminya tidak mau berbincang dengan Mama Nay. Karena sebelumnya maminya pernah memendam benci terhadap Mama Nay.
***
Dan Mila kembali menangis untuk kedua kalinya. Nayra dengan sopan menyapanya. Mila tumpahkan keluh kesahnya di depan Nayra sepuas mungkin. Rasa bersalah sangat jelas terlihat dari wajahnya, juga jelas terdengar dari nada suaranya.
"Terima banyak, Nayra. Kamu sungguh berhati mulia. Teteh nggak bisa ngomong apa-apa lagi, Nayra. Ini sangat membahagiakan. Seakan-akan Teteh menemukan bayi Teteh yang hilang."
"Sama-sama, Teh Mila. Saya juga minta maaf jika ada salah."
Mila menggelengkan kepalanya. Seakan mengatakan bahwa Nayra sama sekali tidak bersalah.
"Duh. Senang Teteh liat Ayu sekarang. Jauh lebih bahagia. Wita juga bilang Ayu banyak temannya di sekolah. Ayu katanya sering diantar jemput sama om dan tantenya. Ayu disayang banyak orang. Berkat kamu, Nayraaaaa," raung Mila yang tidak sanggup menahan harunya. Dia seka matanya berulang-ulang.
"Mungkin kalo nggak ada kamu, Ayu sudah nggak ada lagi di dunia ini. Mungkin Ayu nggak semangat lagi. Teteh sadar selama sama Teteh, Ayu memang tertekan. Teteh putar ulang video Ayu dari kecil sampe gede ... memang beda sekali dibanding sekarang. Sekarang mah jauh lebih bahagia. Wajahnya lebih cerah. Ayu juga lebih sopan. Terima kasih banyak-banyak, Nayra."
"Sama-sama, Teh."
Tak lama kemudian. Muncul Guntur. Dia ikut menyapa Mila sambil merangkul anak dan istrinya.
Iri, haru dan rindu, bercampur baur dirasakan Mila ketika mantan suami dan keluarga kecilnya muncul di layar ponselnya. Tapi satu hal yang dia petik dari semua yang dia lalui, dia mampu menahan diri dari perasaan iri dengki serta ambisi yang tak terbendung.
Akhirnya senyum ikhlas itu pun mengembang dari sudut-sudut bibir Mila. Senyum ikhlas dari seseorang yang ambisius, yang hanya memikirkan kesuksesan sendiri tanpa memikirkan perasaan orang lain. Mila lega dengan kemampuannya menahan diri sekarang. Lega dan sangat bahagia.
"Apa kabar, Mil?" tanya Guntur santai.
"Baik, A. Maaf,"
"Baik. Aku juga minta maaf,"
Pandangan Mila tersita ke tangan Guntur yang tak berhenti mengusap-ngusap bahu Nayra. Sekilas dia mengenang kisah cintanya bersama Guntur. Tangan itulah yang biasanya mengusap bahunya dulu. Kini berpindah ke bahu perempuan lain.
"Makasih, A. Udah kasih kesempatan besar ini. Aku benar-benar minta maaf sama Aa, Nayra, juga Ayu."
"Ya. kita tetap keluarga, Mil. Selanjutnya, ya ... kita bisa tetap komunikasi," putus Guntur. Tampak raut wajahnya menyiratkan simpati yang mendalam kepada Mila, karena melihat fisik Mila yang sangat kurus serta wajahnya yang terlihat sangat tirus dan tidak segar.
Guntur tidak memberi komentar apapun mengenai itu. Dia merasa lebih baik diam saja, khawatir dengan perasaan Nayra. Namun Guntur berharap momen ini akan menjadikan Mila lebih semangat dan ceria kembali.
Bersambung