Bab 2

1533 Words
*** "Aaahh.. Armaaannnn." Raina berlari tanpa hambatan menuju lapangan volli saat bersamaan juga bola itu mengarah pada Raina, sebelumnya Arman sudah berteriak agar Raina tidak masuk ke lapangan tapi sayang gadis itu tak mengindahkan teriakannya dan tetap berlari dan setengah melompat-lompat menuju lapangan layaknya orang gila hingga akirnya bola itu mendarat keras tepat di kepala Raina, raina terhuyung hebat pandangannya mulai mengabur tapi ia tetap memberikan senyum tertololnya ala-ala kartun tom&jerry pada Arman dan sedikit tertawa miring sebelum akhirnya ia benar-benar pingsan, menjatuhkan tubuhnya begitu saja ditengah lapangan volli. * Raina membuka matanya pelan sedikit memijat kepelanya yang masih terasa berdenyut-denyut, Raina segera menormalkan pandangan matanya melempar kesana kemari dengan kepala yang ikut bergerak ke kiri dan ke kanan, ia tidak mendapati sosok siapapun yang berada di ruangan ini padahal sedari tadi ia berharap jika ia bagun pujaan hatinya ada di depan matanya, bahkan untuk sekedar mencium keningnya bukan? Sebagai pertanda tuan putri disambut oleh pangerannya. Raina berdecak kesal, menggeser posisinya hingga kaki itu terjuntai di atas brangkar UKS , Raina melonpat hingga kakinya menyentuh lantai keramik, Raina sedikit mengerutkan bibirnya sebelum akhirnya menyeret langkah kakinya meninggalkan ruangan UKS. Raina menarik ganggang pintu ingin keluar dari ruangan UKS tapi matanya tanpa sengaja menangkap sosok yang berhasil mendidihkan darahnya keatas ubun-ubun kepalanya, urat-urat leher Raina mulai mengeras seakan ingin keluar dari dalam kulitnya. Raina melangkahkan kakinya lebar-lebar tapi baru saja ia melangkah 2 kali Raina merasa tangannya ditarik oleh seseorang hingga secara tidak sengaja tangannya ia layangkan secara bebas dipipi lelaki itu, dia telah mendapatkan tamparan terbaik dari Raina. "Sshh! s****n lo sinting amat sih Rain! Lu mau rusak muka ganteng gua?" Rafa mendelik dengan Tingkat PD kelas Axis. Raina serasa ingin mengeluarkan seluruh isi perutnya, menatap kedua lelaki dihadapannya secara bergantian. "Lu agak setres ya kena bola tadi?" Kevin berjalan mendekati Raina menjitak kepala Raina dengan mudah karena memang tinggi Raina hanya sebahu darinya jadi dengan gampang Kevin bisa melakulannya. Jitakan Kevin barusan berhasil kembali membuat kepala Raina kembali berdenyut di bagian merah yang tidak terlalu kentara itu, Raina dibuat semakin kesal dengan kelakuan kedua sahabatnya itu terlebih wanita sinting yang tengah mencoba mendekati suaminya itu, maksudnya calon suaminya itu. "Kevin curut! Bulet! Sakit tau nggak lo mau bunuh gue ha!" ucap Raina lantang, ingin sekali rasanya Raina menebas leher Kevin dengan pedang hingga nyawa laki-laki itu segera melayang. "Baru juga dijitak." jawab Kevin yang tak mau kalah, memang dalam beragrument seperti ini Kevin tidak pernah mau mengalah. Rafa yang masih shock atas Tamparan terbaik Raina hanya memilih bungkam tanpa ada nafsu untuk berdebat dengan gadis setengah gila seperti Raina. "Ighhh! Kalian berdua pergi atau gua kempar kalian pakai itu." Telunjuk lentik Raina mengarah pada vas bunga yang ada disamping bangku diluar ruangan UKS, Raina berjongkok dan mengangkat vas bunga itu dengan enteng, Kevin dan Rafa yang menyaksikan amukan Raina yang akan meledak langsung berlari bebas meninggalkan gadis sinting itu. Raina kembali meletakkan vas bunga yang ada di tangannya kembali mengarahkan pandangannya perempuan begal yang berusaha mencuri hati calon suaminya. Raina bergedik jijik melihat gadis yang kini berusaha nembelai leher Arman, meski lelaki itu berusaha menghindar tapi perempuan itu malah mencium pipi mulus Arman dan memfotonya, apakah gadis itu tidak bisa lebih m***m lagi? Bahkan Raina saja belum pernah menyentuh pipi calon suaminya itu apalagi menciumnya. Raina merasa sekarang emosinya benar-benar ingin meledak, kedua tangannya terkepal disisi tubuhnya meremas rok putih abu-abu miliknya hingga rok itu sedikit berkerut disisi kiri dan kanan, rasanya raina ingin menjenggut rambut gadis yang tidak terlalu cantik itu, menariknya sekuat-kuatnya hingga rambut itu lepas dari kepalanya (¬_¬"). "DASAR CEWEK MURAHAN!" Raina tidak sabar ingin berteriak ini bener-bener sangat menjijikan gadis itu bener-benar sok cantik kelas najis tingkat atas bagi Raina. Raina melangkah mundur tidak tahan jika nengikuti keduanya hingga kantin bisa-bisa seluruh cabe yang ada di kantin akan masuk ke dalam mulut Raina. *** Raina berteriak histeris memasuki kelas 11 IPA 3, menghempaskan pantatnya dengan kasar di atas bangku, Rafa dan Kevin saling melempar pandangan dan kode mengkode atas kehadiran sosok sahabat mereka, terlebih dengan ocehan-ocehan yang tak berbobot keluar bertubi-tubi dari mulutnya. "Aaaahhhh Armaaaannnnnnn, " uara Raina semakin melengking membuat seisi penghuni kelas yang tersisa menutup telinganya terlebih Rafa yang terkaget setengah mati, Rafa terjengkang dan nyaris terjerambab dari atas kursinya, sebisa mungkin Lelaki itu berusaha menetralisirkan posisi tubuhnya agar tidak tumbang karena gadis itu, apakah dia tidak bisa lebih gila lagi? "Raina sinting! Gua itu nggak b***t! Lu jangan teriak didepan gua dong!" Rafa mendelikan matanya kesal sementara dibelakang mereka kevin tertawa terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya tak tahan melihat tingkah raina yang gila dan Rafa yang selalu saja menjadi korban. Raina menghiraukan kedua mahkluk di dekatnya menganggap keduanya adalah setan yang berusaha memaksanya untuk makan kala bulan ramadhan. Raina mengeyampingkan rasa ingin mencakar keduanya, Otaknya mulai berputar, berfikir harusnya ia tidak membiarkan Arman dan gadis yang berstatuskan mantannya berduaan menuju kantin sekolah, gadis itu akan senang menghabiskan waktunya berdua dengan Arman. Raina menegakkan tubuhnya kembali, melangkahkan kakinya lebar-lebar menuju kantin sekolah, jangan sampai calon suaminya CLBK dengan gadis gila itu, sama sekali Raina tidak ingin hal itu. Raina menggeleng-gelengkan kepalanya tak mau dan tidak merelakan calon suaminya di gerendong oleh tante girang itu. Sebelun sampai di kantin Raina menemukan sebongkah batu, berjongkok dan mengambil batu yang ukurannya 2 kali genggamannya, Raina kembali melanglahkan kakinya dan mencari sosok kedua mahkluk itu, lemparan terbaiknya kali ini akan mendarat di kepala gadis setan itu raina tak perduli kalau sampai kepalanya akan bocor dan raina alan masuk ruang BK. Seperti orang kesetanan Raina melempar batu yang ada digenggan hingga mendarat masuk pada mangkok bakso milik Salsa hingga mangkok itu pecah dan berhasil membuat seluruh seragam milik Salsa kotor hingga basah, Raina tertawa terbahak-bahak tanpa rasa takut. Arman yang sempat kaget mengarahkan pandangannya pada Raina dan juga ikut tertawa kecil gadis itu benar-benar lawak dengan begitu ia bisa menghindari Salsa. Salsa melempar iris mata hitam miliknya menatap sangar pada raina, lagi-lagi gadis sinting itu. Jujur saja ini kali pertamanya ia mendapatkan perlakuan tidak senonoh seperti ini apalagi ini terjadi karena gadis kampungan seperti Raina, gadis yang heboh seperti ibu rempong dan gadis yang tidak memiliki teman perempuan, aneh. seperti memacu adrenalinnya Salsa mengambil botol kecap yang ada dihadapannya menyanbarnya dengan kasar dan sipai dilayangkan kewajah Raina, tapi dalam beberapa detik Salsa bisa merasakan tangannya dicekal paksa tetapi tidak kasar, membuat aksi gilanya sedikit mengalami gangguan. "Sayaaang kamu kenapa larang aku?" Raina yang mendengarnya benar-benar merasa jijik, bagaimana gadis itu dengan agresif memegang lengan kokoh Arman, tapi hanya berlangsung beberapa detik kini ia kembali fokus pada Raina yang menurutnya tak pernah terjadi masalah apa-apa. ''Lo ada masalah sama gua ha?'' Raina kelimpungan mencari ide yang masuk akal untuk alasan aksi gilanya barusan, terapi tidak! Raina tidak menemukan ide apa-apa setelah berusaha mengajak otaknya berfikir keras tetap saja tak menemukan alasan yang jelas dan masuk akal, kalau dia mengaku marah karena cemburu sama saja itu memalukan mengakui ketololannya didepan mata Arman. "Jadi gini, gue lagi nyari tikus gua yang ilang. Larinya kesini kalau ngga salah ke meja lo makanya gua lempar batu biar tikus gue ketangkap." Jawab Raina dengan tololnya, seolah dengan begitu Salsa bisa menerima alasannya. Tapi raina tidak perduli yang jelas ia telah berhasil merusak kecan salsa dan calon suaminya itu yang terjadi di perkarangan sekolah, tanpa raut bersalah Raina memutar tubuhnya dan berlaku seolah mencari tikusnya. "Cewek sinting," amuk Salsa, gadis itu segera meninggalkan kanti. Mungkin ia akan pulang lebih awal mengingat baju seragamnya yang sangat kotor tak memungkinkan untuk terus berada disini. * Hujan sudah mengguyur kota Jakarta satu setengah jam yang lalu, dalam sekejap saja jalanan sudah basah oleh air, dan hujan juga membuat beberapa orang menepi ke pinggiran toko. Sedangkan salah satu sekolah menengah Atas dimana Raina bersekolah itu, bel tanda di bubarkannya sekolah sudah berdering setengah jam yang lalu. Mereka yang merasa tidak membawa perlengkapan untuk menghindari hujan pun terpaksa harus menunggu di koridor atau di dalam kelas, menunggu agar hujan sedikit mereda. Sama dengan beberapa murid yang lainnya, Raina terpaksa harus terjebak di sekolah karena tidak memiliki perlengkapan berupa payung atau sekedar jaket. Raina masih duduk di dalam kelas, menatap hampa pada lantai kelas yang tak bergerak itu, dia sesekali menghela napas pendek, melemparkan pandangan ke arah luar jendela dengan sebal, kedua sahabatnya sudah enyah dari pandangannya sejak dari tadi, mungkin keduanya sebal dengan tingkah Raina yang berlebihan. Raina kembali nengeluh. Lebih baik basah sekalian daripada harus berlarut lama di tempat ini, jadi Raina langsung menyambar tasnya, dan berjalan meninggalkan kelas. Koridor di penuhi oleh murid-murid, Raina berjalan tergesa-gesah heboh sendiri. Raina bisa mendengar beberapa murid lelaki berdesis ke arahnya. Ketika Raina berada di ujung koridor, Raina menghentikan langkahnya, mengangkat wajahnya untuk menerawang ke langit gelap yang terus menurunkan butiran basah itu dengan kentara. Tiba-tiba saja seseorang menepuk pundaknya, membuat Raina segera memutar badannya. Tak bisa dipungkiri, Raina hampir berteriak kegirangan saat matanya menangkap sosok Arman, Raina menangkup dadanya sealan dengan begitu bisa menyuruh jantungnya itu berdetak baik-baik saja. Ahh Raina sekaku ini, bisahkan dia sedikit bersikap normal ?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD