Bab 16

1543 Words
*** Setelah paksaan dari Salsa dan Kevin, akhirnya Raina menyerah, mengenyampingkan keinginan untuk pulang, dan melanjutkan perjalanan menuju Malioboro. Percuma ia menolak dengan alasan apa pun, itu semua tidak akan merubah keinginan keras mereka berdua, semua kendali ada pada Kevin, Ia tidak mungkin melompat sungguhan dari mobil, sama saja dia terjun bebas dari atas pesawat, mengerikan. "Pokoknya, nggak ada yang boleh pulang diantara kita." "Jangan sampai semuanya beda karna salah satu diantara kalian itu mendam cinta. Jangan sampai cinta itu ngerusak semua yang ada, gua tau ini emang mustahil, tapi kalau memang mau membuka jalan itu semua nggak akan sia-sia, kebahagiaan itu bakal ada." kata Salsa tiba-tiba. Ucapan yang tercetus dari bibirnya seolah mengintimidasi Raina, telak gadis itu merubah air mukanya menjadi malas, seolah benar-benar sensitif mendengarnya. Ia sendiri tidak tahu, kenapa sulit baginya membuka celah untuk membiarkan lelaki lain menempati hatinya, apa itu semua masih berhubungan dengan orang masalalunya? Yang ia tahu, sangat mustahil kalau harus kembali menjalin cinta dengan pria yang sama. "Maksud lo?" "Lo nggak usah pura-pura b**o. Gua sama Kevin pun tau, apa masalah lo sama Rafa. Seenggaknya, lo jangan biarin Rafa sakit, karna sebuah penantiannya sama lo, Rain." Raina tertawa sarkastis, menggelengkan kepalanya dengan wajah tak habis fikir. Perempuan itu berkata begitu mudah. Gadis itu tidak pernah merasakan tekanan yang teramat di hatinya. "Gua udah buang jauh-jauh cinta gua sama Raina!" penggal Rafa tiba-tiba. Sebenarnya berat baginya untuk mengucapkan kata-kata itu. Tapi ia tidak punya pilihan, melepaskan adalah cara terbaik untuknya, karena ia tahu sampai kapan pun, ia tidak akan pernah memiliki hati Raina, dan mungkin ini saatnya Rafa menyerah dan percaya jika tuhan pasti akan memberika Raina untuknya, karena ia yakin akan berjodoh dengan Raina, karna Rafa hanya untuk Raina, dan begitupun sebaliknya. Kevin masih terkejut, tidak menyangka kalau Rafa begitu mudah untuk melepaskan cinta? Suasana kembali diam, semuanya terkepung pada kekikukan, larut dalam pikiran masing-masing, sesuatu yang dipaksakan tidak akan pernah membuahkan hasil yang baik, yang hanya akan menimbulkan kekecewaan yang dituai. "Harusnya, dengan kita ngadain acara ini, kita semakin dekat, tapi di sini kalian seolah-olah bikin gua jadi orang yang paling jahat dan nggak punya hati!" "Rain, Sori. Maksud gua juga nggak gitu. Oke-oke, gua minta maaf. Gua tau ini berat buat lo, meski sekali pun kita ini sahabat lo, gua sadar, gua udah terlalu ikut campur dalam urusan pribadi lo." Salsa berekspresi menyesal, ia sadar, apa yang ia lakukan bersama Kevin sudah melampaui batas, memaksakan keinginan yang tidak Raina inginkan, padahal ia melakukan ini hanya ingin menyatukan Rafa dan Raina, tidak lebih dan tidak bermaksud apa-apa. "Hmm.." *** Arman melangkahkan kakinya memasuki rumah mewah bertingkat itu, kakinya menginjak teras rumah yang dulu sering ia singgahi, menjebak wanita pemilik rumah itu hingga meninggalkannya secara serta merta. Jantungnya berdetak tidak karuan, tangannya pun ikut bergetar di selimuti rasa takut dan bersalah. Tapi, ia tidak perduli, tujuannya datang kesini hanya ingin mengobati hati yang pernah terluka, ia percaya perempuan itu berbohong, karena tidak mungkin ia bisa melepaskannya begitu saja. Lelaki itu sadar, kesalahannya memang tak bisa di maafkan, ia rela melakukan apapun agar perempuan itu menarik kembali ucapannya. Arman berdiri tepat di depan pintu rumah Raina, saat itu pula pintu rumah itu terbuka, menampilkan sosok lelaki paruh baya, pandangan mereka beradu, Arman sempat mati kutu saat menatap wajah sangar di depannya yang menatapnya dengan tatapan antipati, seolah kedatangannya bagaikan kaum yang sangat tidak diinginkan. "O..om," "Kamu...!" Dengan susah payah, Arman berusaha merekahkan senyumnya, meneguk air liur yang sangat sulit ditelan. "Ada urusan apa kamu kesini!" "Saya mau cari Raina om," Om Rudi memandang Arman dengan kening yang berkerut, lalu merubah air mukanya menjadi ekspresi datar. "Dia tidak ada di sini." "Maksud, Om?" "Ada urusan apa kamu mencari anak saya? Bukannya kamu sudah memilih pergi meninggalkan anak saya?" Kedua tangannya terlipat di atas d**a, untuk saat ini Om Rudi akan mendengarkan penjelasan lelaki itu, jika alasan ia pergi masuk akal, Om Rudi dengan senang hati akan memaafkannya, tapi jika hanya karena sebua penyesalan atas kesalahan dan kebohongan, Om Rudi tidak akan pernah sudi membiarkan Raina bertemu dengan laki-laki itu. "Sa..saya tau om, saya emang salah, saya akuin itu om. Tapi saya nggak punya kendali dan pilihan apa pun. Saya hanya bisa menunjukan bakti saya sama orangtua saya, dengan menyetujui permintaan mereka untuk pindah keluar negri. Saya nggak sanggup bilang sama Raina om, karna saya tau Raina pasti tidak akan membiarkan saya pergi. Awalnya, saya berfkir jika saya pergi dengan tiba-tiba akan menimbulka rasa benci di hati Raina, dan itu lebih baik buat saya, dan..." rasanya Arman sudah tidak bisa berkata-kata lagi, ia sangat-sangat menyesal. "Saya sadar, apa yang saya lakuin itu justru lebih menyakitkan. Selama 3 tahun itu saya selalu dihantui rasa bersalah, belum pernah saya merasakan cinta sedalam ini, sampai membuat saya terluka begitu sakit, dan itu semua karena salah saya. Saya berusaha mengejar materi agar saya bisa diwisuda dalam jangka 2 tahun, akhirnya saya bisa, karna tujuan saya kesini cuman untuk Raina om..." Arman sudah menangis, membiarkan air matanya mengalir begitu deras, sesuai dengan luka yang ia rasakan, om Rudi hanya diam, memandang Arman dengan intens, tidak ada kebohongan yang ia lihat di mata Arman, seorang laki-laki sampai mnangis karena seorang perempuan berarti dia mempunyai ketulusan yang sangat luar biasa. "Apalagi saat saya tahu, di surat yang dikirim Raina, di sana dia bilang, kalau Ibunya meninggal, saya benar-benar merasa semakin bersalah karena saya nggak ada di samping dia om, saya minta tolong om, tolong izinin sama ketemu sama Raina, tolong sampaiin maaf saya buat Raina om, saya nggak pingin dia akhirin hubungan kami om, saya nggak pingin Raina ninggalin saya om, saya mohon om, saya minta maaf, saya benar-benar minta maaf." Arman mulai menggelugut, tangisannya semakin kencang, tubuhnya gemetar, ia menjatuhkan tubuhnya di atas lantai, ia bergerak memeluk kaki om Rudi yang masih terkejut, Pria paruh baya itu sendiri tidak menyangka, diam-diam putrinya menulis surat seperti itu, yang ia tahu selama ini, Raina tetap berusaha menunggu Arman. "Om, saya mohon om, saya mohon, saya cinta sama dia om, kasih saya petunjuk, apa yang harus saya lakuin supaya Raina bisa maafin saya om, supaya dia mau nerima saya lagi om, saya nggak pingin putus sama dia om, saya kesini pingin nikahin dia om..." Arman sampai terisak, ulu hatinya terasa sangat nyeri, ketakutan mulai melanda, ia tidak ingin semuanya akan berakhir begitu saja, apapun akan dia lakukan agar Raina mau kembali. Om Rudi memungut lengan Arman, membawa laki-laki itu untuk berdiri dari tempatnya. Om Rudi semakin yakin, Arman memang benar-benar menyesal, dan itu merubah cara pandang Om Rudi kepadanya. "Baiklah. Saya pun tau, anak saya sangat mencintai kamu. Saya nggak bisa berbuat apa-apa, semua keputusan ada pada Raina. Kalau memang Raina tidak bisa menerima kamu kembali, maaf, saya tidak mungkin bisa memaksa dia." "Tapi Om, gimana kalau dia menolak saya? Apa yang harus saya lakukan..." Suara parau Arman mulai melamban, tubuhnya serasa kehilangan fungsi, ketakutan luar biasa itu benar-benar sudah membuatnya lemah. "Lebih baik, kamu datang besok kesini, karna memang, saat ini Raina tidak ada disini." "Kasih tau saya, dia dimana. Hari ini juga, saya akan susul dia." "Saya sendiri nggak tau. Mereka bilang pingin refreshing, dan tidak mengatakan ketempat mana mereka pergi, yang jelas untuk malam ini dia tidak akan pulang kesini." "Biarin saya nginap disini om, saya harus ketemu sama Raina secepatnya, saya mohon." wajah Arman melas, penuh permohonan. Kedua tangannya menyatu sangat-sangat memohon. "Baiklah..." "Terimakasih banyak om. Saya janji, setelah ini saya nggak aka pernah lagi nyia-nyiain Raina, saya janji saya nggak akan pernah ninggalin dia lagi," "Oke, saya pegang janji kamu, Arman. Kalau kamu masih mengulangi hal yang sama, saya tidak akan pernah merestui hubungan kalian. Kamu itu seorang laki-laki yang harus punya pendirian, keputusan yang harus kamu ambil tidak boleh hanya melibatkan diri kamu sendiri, karna jika kamu salah mengambil keputusan, penyesalan tidak akan pernah bisa untuk merubah hidup kamu." Arman mengangguk mengerti, ia berjanji tidak akan pernah lagi melakukan kesalahan yang sama. Mengambil keputusan tanpa pertimbanhan yang matang adalah kesalahan terbesar sepanjang hidupnya, hingga menimbulkan luka yang begitu dalam di hatinya sendiri. *** Pelan-pelan Raina berjalan, berdiri sendu di atas jembatan. Matanya menayap nanar air yang bergerak riuk di bawah sana. Pikirannya sendiri bingung, tidak dapat di jelaskan, seperti merasakan sesuatu yang akan terjadi, bahkan ia sendiri tidak mengerti apa yang ia alami. Sekelebat bayangan laki-laki itu kembali muncul di hadapannya membuat Raina mengatup kedua giginya rapat, menyimpan emosi yang menimbulkan kecewa terberat, ia terkepung pada dua sisi yang berbeda seperti melihat jalur jalan menuju timur dan barat, sanhat mustahil jika harus menyatu, disisi lain ia membenci pria itu namun disisi lain ia tidak bisa memungkiri, ia membutuhkan sosok itu dan menginginkannya kembali, meminta maaf dan membawa obat sebagai penawar sakitnya. "Lo ngapain berdiri disani?" Salsa tiba di belakang Raina, "Nggak apa-apa. Gua males aja didalam mobil, gimana? Mobilnya masih mogok?" "Udah beres kok, makanya gua kesini manggil lo. Kita lanjut perjalanan, lo nggak takut apa? Berdiri disini, barang kali ini jembatannya angker!" Salsa bergedik ngeri, bulu kuduknya berdiri, membuat Raina tertawa. Perempuan itu terlalu percaya pada hal-hal berbau mistis, padahal sedaro tadi Raina tidak merasakan apa-apa. "Udah, ayok!" "Oke," *** Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD