***
Suasana pagi ini benar-benar terlihat menyenangkan. Langit biru beserta kumpulan awan putih bak ribuan kapas berterbangan itu sangat memanjakan mata,
belum lagi embusan angin dan pancaran cahaya matahari pagi, yang seolah menyengat kulit untuk
segera melakukan aktivitas, dan kicauan burung-burung yang perlahan mulai lenyap itu kini
tergantikan oleh suara derum mesin berbagai kendaraan menandakan kalau kehidupan dibumi akan segera dimulai. Rasanya pagi yang terlihat menyenangkan ini tidak mampu membuat suasana hati Raina membaik. Hal itu terlihat jelas bagaimana garis kegelisahan terpahat jelas di wajah cantiknya. Sejak tiba di sekolah sekiranya sepuluh menit yang lalu, Raina
segera melangkah menuju parkiran, duduk di kursi
panjang yang terletak di pojok, menunggu seorang lelaki yang sejak tadi malam menjadi dalang dari kegelisahaannya sampai sekarang. Beberapa kali Raina merasa kecewa saat mendapati
suara derum mesin motor yang bukan milik calon suaminya
itu. Dia beranjak dari kursi, berjalan ke depan parkir supaya bisa lebih leluasa mengamati murid-murid yang masuk dari pintu gerbang. Mungkin saja hari ini Arman
tidak mengendarai motor melainkan pergi bersama sopirnya. Ah, ya, mungkin seperti itu. Setidaknya pemikiran itu bisa membuat Raina sejenak tenang.
Kira-kira tujuh menit menjelang bel masuk, Raina akhirnya mendapati sosok Arman muncul dari pintu
gerbang. Lelaki jangkung dengan gaya rambut spike itu berjalan bersama teman-temannya. Dalam beberapa saat senyum terukir di wajah Arman, tapi hanya
berselang kurang dari tiga detik, senyum itu lenyap, digantikan dengan wajah tanpa ekspresi yang
memandang penuh kebingungan pada sosok gadis yang berada dibelakang Arman.
Gadis itu—Raina mengenalnya, wajah gadis dengan sok cantik terus tersenyum tanpa sebab. Kira-kira apa yang terjadi? gadis yang terlihat senang dan seolah akrab dengan Arman itu? Dari tempatnya berpijak, Raina bisa melihat bagaimana gadis itu mengobrol sambil berjalan beriringan dengan
Arman, obrolan mereka terlihat seru sekali. Arman tertawa disusul oleh gadis itu, apa mereka balikan? Ah Raina Rasa itu tidak mungkin, mengingat perlakuan Arman yang seolah ingin menyatakan cinta pada Raina, tiba-tiba terbesit di hati Raina, rasa ingin melempar keranjang s****h yang terletak disisi kirinya pada gadis sok cantik itu semakin besar.
”Udah bel, apa lo nggak niat masuk?” Suara seseorang yang sama sekali tidak ingin Raina
perdulikan mengisi telinganya, tatapannya masih fokus
pada Arman dan gadis itu yang kini telah lenyap di koridor.
Lima detik berlalu. Raina mengerjapkan matanya, lalu
iris mata cokelatnya tertumbuk pada punggung lelaki, yang mungkin saja pemilik suara tadi, kini sudah melangkah menjauh.
Lelaki itu hanya basa-basi? Kenapa saat ini Raina merasa orang-orang terasa Asing?.
*
”Rainaaaaa.” Suara parau sekaligus hentakan di meja itu membuat Raina terperenjat dari lamunannya. Sosok wanita paruh bayah yang notabenenya adalah Guru Matematika yang sukses membuyarkan segala pikiran Raina
tentang Arman.
Ah, wanita itu...
”Maaf, buk,” seakan tahu apa kesahalannya, permintaan maaf itu tercetus begitu saja dari mulut
Rainaa. Guru Matematika itu kemudian menggeleng.
”Kamu tau kan, saya paling tidak suka seorang murid yang
mengabaikan materi saya barang sedikit pun. Meskipun kamu tidak suka dengan pelajaran saya, setidaknya kamu bersikap menghargai saya dengan duduk tegak dan tatapan fokus kedepan. Bukannya malah sibuk dengan dunia kamu sendiri,” kata Bu Linda panjang lebar seperti biasanya.
Setelah menatap lebih lama pada Raina, Bu Linda kemudian berjalan ke depan kelas. Menghela napas pendek, Raina meraih ponsel yang ada di tasnya, memastikan apakah benda itu menunjukan
tanda-tanda adanya pesan masuk. Setelah mengecek, nyatanya nihil, Raina tak mendapatkan apapun.
Kemana Arman? Kenapa sejak kemarin lelaki itu tidak memberikan kabar padanya? Meskipun baru kemarin, tapi nyatanya kegelisahaan langsung berhasil
menguasai diri Raina. Dia tahu kalau ini berlebihan, tapi
menghilang secara tiba-tiba tanpa sedikit pun memberitahu, yang pada kenyataanya Raina sudah
berkali-kali mengirim pesan ke Arman, yang sampai sekarang belum juga mendapatkan balasan. Telfon?
Raina sudah mencoba tapi juga tidak membuahkan hasil. Sang empunya tak menerima panggilan dari Raina. Fikirannya kini kembali membawanya pada 3 hari yang lalu, dimana Arman sangat memberikan senyal positif padanya, tapi nyatanya sekarang laki-laki itu telah berhasil membuatnya jengkel.
**
Raina merepet tidak jelas begitu dia tiba di kantin sekolah dan tidak menemukan sosok kevin
disana. Raina pikir kevin akan menunggunya disana, ternyata lelaki itu sudah hilang duluan. Kalau tidak mikir tentang rencananya yang sudah di sepakati
oleh kevin, Raina tidak akan mau satu meja dengan lelaki yang suka mengambil jatah makannya itu. Dan gara-gara memperhatikan kevin tadi, Raina jadi ketinggalan jauh oleh Arman. Lelaki itu entah sudah sampai mana, tapi saat Raina berlari berniat menyusul Arman, Raina mendapati Arman tidak berjalan seorang diri melainkan dengan...
Raina menghirup udara banyak banyak dan membuangnya dengan liar. Tidak menyangka gadis
murahan itu akan menyolong startnya, dan ini adalah bukan
kali pertamanya Raina keduluanan dengan gadis itu.
"Dasar cewek genit!" Raina menarik tangan gadis yang ingin bergelayut di tangan Arman itu dengan kasar. Gadis itu tersentak dan menatap Raina dengan garang. "Ngapain lo deket-deket sama Arman, terus nempel-nempel nggak jelas gitu kayak parasit tau nggak lo!"
"Apaan sih lo!" Gadis itu menepis tangan Raina.
"Lo tuh yang genit, dasar cewek nggak bener! Kerjannya gangguin orang pacaran mulu!"
Raina mendelik. Tangannya sudah gatal untuk menampol gadis di hadapannya ini.
"Ngomong lo tinggi amat awas kesamber pesawat, nyet, mana mau Arman sama cewek kayak lo! Lo bukan tipe Arman secuil pun!"
"Terus kalo gue bukan tipenya Arman, jadi yang lo maksud itu LO? Ngaca noh di comberan muka lo tuh kayak tukang penjual tempe!"
"Yee! Dari pada lo kayak neng begal!"
"Nyolot banget lo!"
"Ya, jadi lo maunya apa? Ribut aja nyok!"
"Ayok!" salsa melipat lengan baju sekolahnya yang memang sudah pendek, bersiap-siap akan melayangkan tonjokan terbaiknya ke wajah sok cantik Raina.
Raina yang melihat Salsa sudah mengambil ancang-ancang pun tidak tinggal diam. Dia langsung
menjatuhkan buku yang ada ditangannya, dan bergaya dengan sikap bertarung. Akan tetapi, baru saja mereka akan melayangkan tinju masing-masing seseorang dari kejauhan berteriak 'stop' dengan lantang, otomatis
membuat kepala Raina dan Salsa menoleh secara serentak.
"Kalian ngapain sih, setiap hari selalu berantem mulu, dan penyebabnya selalu cowok s****n it,"
Dugh!
Secara bersamaan Raina dan Salsa
melayangkan tinju mereka yang sempat tertahan tapi bukan ke arah orang yang ada di dekat mereka
melainkan seorang lelaki bodoh, yang berteriak-teriak tak jelas barusan. Lelaki itu meringis, sedikit
membungkuk menahan sakit akibat tonjokan dari kedua
gadis gila ini.
"Sekali lagi lo berani ngejelekin cowok gue, gue nggak
bakal segan-segan nampar lo pake kapak gede! Ngerti?"
Ancam Salsa hendak menerjang lelaki di hadapannya.
Cowok gue? Mantan kelles! Mata Raina menyipit ke arah Salsa, tapi dia mendelik saat menatap lelaki malang di hadapannya.
"Bener kata sih neng Begal! Awas aja lo berani ngejelekin suami gue, nasib lo bakalan sama kayak cabe yang udah diblender!"
Davin. Lelaki malang yang sudah fix menetapkan hatinya pada Raina dan Salsa, selalu saja mendapatkan perilaku yang kurang senonoh dari kedua gadis itu, tapi meskipun begitu, cintanya tak akan
pernah musnah pada keduanya, karena cintanya bak kuku tangan meskipun terpotong akan tetap tumbuh kembali.
"Sori, ye, gue lagi nggak ada waktu buat ngurusin cowok nggak jelas kayak lo," Raina menghentakan kakinya, berlalu meninggalkan dalsa dan Davin. "Ssh, gara-gara lo! Gue di tinggal suami gue!" Raina menggeram pada Salsa setelah mengedarkan pandangannya dan tidak mendapati sosok Arman.
"Kenapa lo nyalahin gue! Jelas-jelas lo itu yang udah ngerusak suasana romantis gue sama Arman," Salsa balas merempet, merasa tak terima dengan tuduhan
Raina
"Padahal tadi Arman hampir aja nyium gue," tambahnya dengan wajah menyesal yang sangat
membuat Raina jijik.
"Mulut lo bau pete, Arman mana mau!" Salsa reflek menutup mulut dengan sebelah tangannya, untuk kesekian kalinya Raina berkata seperti itu, tapi dia balas berteriak tiga detik kemudian.
"Mulut lo tuh bau tong s****h,"
"Iya iya! Kan gua udah bilang, gue tongnya, lo sampahnya. Impas?" Raina mendelik pada Salsa.
"Udah deh, kalian jangan ribut-ribut. Gue tongnya, gue juga sampahnya, biar kalian jadi tempat tutup tong
sampahnya biar kita saling melengkapi," suara Davin
membuat perdebatan Raina dan salsa yang hampir memasuki babak kedua terhenti, kedua gadis
itu menolehkan wajah mereka dengan sangar ke arah Davin.
Raina membungkuk siap mengambil batu bata yang ada di permukaan beraspal itu, sementara Salsa sudah mengepalkan kedua tangannya. Merasa sudah
membangunkan singa dalam diri kedua gadis itu, Davin langsung membenahi diri dan berlari
sekencang-kencangnya meninggalkan kedua gadis gila yang sudah kelewat over dosis itu.
***
"Tadi kenapa lo biasa sama si neng begal itu? Lo mau PHP'in gua?" wajah Raina seolah ingin mengintimidasi Arman,kedua tangannya terkepal diatas meja menatap Arman dengan Intens.
"Lo cemburu?" bukannya takut, Arman malah terus menggoda Raina, mencokek dagu runcing milik gadis itu membuat kebakaran parah dihatinya mendadak padam saat jari telunjuk Arman menyentuh area wajahnya layaknya tombol yang mendatangkan gumpalan Air sejuk.
"Gua tadi itu kebetulan bareng sama dia."
"Terus kenapa lo ngga balas sms gua? Katanya ada yang mau lo bicarain sama gua? Apaan?"
"Gua mau lo jadi ..." Ucap Arman terpotong saat merasakan kedua makhluk bersorak tepat di telinga Arman membuat Arman meringis menutup kupingnya dengan kedua tangannya, Arman nyaris terperanjat akibat kedua ulah kelaki yang selalu ada dimana Raina berada, Arman masih mengusap telinganya yang masih berdenyut takut-takut telinganya mendadak tuli.
"Heh! Lu mau gombalin temen gua ha? O tidak bisaaa!" Rafa dengan wajah sok bapak-bapak melemparkan senyum keterpaksaannya, kalau urusan begini ia harus ikut andil, tak mau sahabat tersayangnya nanti patah hati, karena bagaimanapun rafa tidak mau repot jika nanti Raina menangis-nangis kepadanya saat patah hati, 'lo kira gua bapak lo?'.
"Gu.." tanpa memberikan kesempatan untuk berbicara Rafa menyeret kursi duduk disekat Arman mencondongkan tubuhnya dan menatap Arman penuh tanda curiga, Raina yang sedari tadi geram benar-benar ingin menendang Rafa hingga terbang ke planet pluto _-. Padahal Raina yakin tadi pasti Arman akan menembaknya, tapi semua gagal karena kehadiran dua lelaki yang sok menurut Rain.
"Lo ngapain deketin sahabat gua ha? Lo mau PHP in? Lo kan udah balikan sama si Salsa! Ini lagi lo juga!" iris mata hitam itu kini menatap tajam pada Raina.
"Harga sembako lagi pada naik, masa harga diri lo turun cuma karna cwo ini?! Eh Rain! Noh dipasar kemarin pembantu gua belanja! Cabe! Bawang! Semua pada lagi naik-naik mahal banget! Lo malah kaya gini, masa ia sih harga diri lo turun drastis? Kalah ama Cabe?!" cerocos rafa panjang lebar, raina yang merasa terhina balas menatap tajam pada Rafa, berdiri dan bergaya siap memberikan tonjokan, lihatlah kevin yang ternyata sedari tadi sibuk makan kerupuk mengabailan kedua temannya, baginya perut ya perut teman ya teman jadi Ok ok saja -_.
"Vin vin! Ambil sendok vin! Gua bakal jitak ini kepada anak sinting!" tangan Rafa sibuk menekan bahu Arman agar laki-laki itu tetap duduk pada tempatnya, merasa tak ada jawaban, Rafa melihat kebelakang matanya dapat melihat jelas disana kevin santai dan asil pada makanannya pantas saja sedari tadi dia tidak mendengar suara laki-laki itu.
***
BERSAMBUNG