"Ky, menikah bukan perihal memiliki anak." Lian dengan tegas mengatakan definisi lain dari sebuah pernikahan. Namun, Kyra seolah bertahan dengan argumennya.
"Kalau menikah bukan perihal anak, terus perihal apa? Gini deh, kalian nikah, tapi fokus ke karir, kira-kira kalian ada waktu untuk membina rumah tangga kalian? I mean, kalian sibuk. Kenzo direktur, dan lo Lian, lo selalu sibuk dengan acara fashion yang lo buat dan gue bahkan nggak bisa ngitung berapa kali lo ke luar negeri hanya demi kerjaan. Jadi pertanyaan gue, perihal apa yang lo maksud selain anak? Mengikat tali supaya kalian nggak terpisah? Gue nggak bisa mikir kalau kayak gitu."
"Ky, udah...."
Kyra menoleh ke arah Arka yang berusaha menghentikkannya, tapi Kyra tidak peduli dan terus menatap Lian. "Gue cuma mau lo benar-benar ngerasain pernikahan, bukan sebatas tinggal bersama."
"Apa lo nggak keterlaluan?"
Kyra menoleh ke arah Kenzo yang memulai pembicaraan.
"Apa yang gue sama Lian bicarakan untuk ke depannya, itu urusan gue sama Lian. Lo nggak berhak untuk ngubah pemikiran dia dengan cara memikirkan perasaan Lian."
"Gue berhak, Lian sahabat gue dan gue mau yang terbaik untuk dia," balas Kyra.
Kenzo tertawa. "Jadi lo suka kalau nanti gue ngusik rumah tangga lo juga? Lo sadar nggak, Ky? Kalau lo udah bersikap nggak wajar. Kalau itu yang ada di pikiran lo, cukup lo jelasin, nggak usah ngubah pikiran Lian. Lo sama Lian beda. Apa yang lo benci, bisa apa yang Lian suka, begitu juga sebaliknya. Ingat Ky, otak kita beda-beda."
"Ky, gue tau niat lo baik, tapi ini keputusan gue sama Kenzo dan kita udah setuju. Seenggaknya gue sama Kenzo nggak ada masalah dengan itu. Gue tau lo khawatir, tapi gue bisa ngurus keluarga gue nantinya."
Kyra tidak tahu lagi harus berkomentar seperti apa. Dirinya diserang dan karena perkataan Lian, Kyra tidak bisa mengungkapkan kembali argumennya.
"Sorry," ucap Kyra akhirnya. Ia berdiri dari tempatnya dan berjalan menuju dapur untuk meminum segelas air putih yang dingin supaya pikirannya tenang dan dapat berpikir dengan jernih.
"Ky...."
Disaat Kyra akan mengambil segelas air, Arka datang dengan sebuah tangan yang siap memeluknya. Kyra menerima pelukan itu dan menenangkan diri dalam pelukan hangat Arka.
"Aku cuma nggak mau Tuhan marah karena mereka nunda anak dan akhirnya nggak ngasih mereka anak. Aku cuma takut hidup Lian bakalan tersiksa nantinya."
Kyra takut akan hal itu. Ia takut Lian akan merasakan apa yang orang-orang di sekitarnya rasakan.
"Sekarang banyak cara, Ky. Zaman udah modern, kalau apa yang kamu takutkan terjadi, mereka akan lakukan segala cara. Kamu pasti tahu itu."
"Aku tahu, tapi gimana kalau Tuhan benar-benar nggak---"
"Ky, kamu tahu ucapan adalah bagian dari doa, 'kan? Jadi aku mohon, jangan pikirkan dan katakan hal yang nggak baik. Kamu sayang Lian dan pengin dia bahagia, jadi aku mohon, jangan pikirkan hal itu."
Perkataan Arka seolah magic. Mampu membuat Kyra diam dan memikirkannya dengan baik. Kyra tahu bahwa apa yang dikatakannya membuat Lian dan Kenzo kecewa. Akan tetapi, Kyra tidak akan pernah menarik segala perkataannya.
Karena sesungguhnya Kyra tidak ingin nantinya Kenzo menyerah setelah bertahan selama ini.
Kyra segera melepaskan pelukan Arka dan meminta Arka kembali ke tempatnya. Sedangkan Kyra, ia masih berada di dapur untuk menjernihkan pikirannya dengan segelas air. Setelahnya, ia kembali lagi kepada mereka bertiga dan meminta maaf. Hanya meminta maaf, tidak bermaksud untuk menyalahkan segala perkataannya.
"Gue pikir, kita nggak usah bahas pernikahan. Gue mau nanya sesuatu nih ke Arka," ujar Lian yang mencoba untuk mencairkan suasana.
"Nanya apa?" tanya Arka.
"Gimana perasaan lo ke Kyra saat ini?" tanya Lian antusias.
"Gue harus jujur ya?" tanya Arka.
"Iyalah," balas Lian.
Lalu Arka menoleh ke arah Kyra dan dalam hitungan detik, Arka sudah mencium bibir Kyra dengan cepat dan berkata, "Rasa cinta dan sayang gue ke Kyra makin bertambah malah."
Respon Kyra hanya bisa diam. Ia sedikit terkejut.
"Nggak usah pakai cium segala kali," ujar Lian.
"Kalau lo?"
"Gue?"
Arka mengangguk. "Gimana perasaan lo ke Kenzo?"
"Kalau perasaan gue nggak berubah, gue nggak akan bisa sampai ke tahap ini sama dia," jawab Lian dengan bangga.
"Lo kok bisa sih suka sama Kenzo, Li?" tanya Kyra tanpa memikirkan apapun. Kyra sendiri tidak tahu mengapa ia mendadak berkata seperti itu.
"Lo udah tau jawabannya, Ky...."
"Gue butuh jawaban lain. Gue bosan dengar jawaban kalau lo cinta Kenzo karena dia pria pertama di hidup lo."
Atas perkataan Kyra, seluruh pasang mata menoleh ke arah Lian.
Lian yang menyadari dirinya sebagai pusat perhatian akhirnya segera menjawab, "Gue nggak bisa mikir alasan lain selain itu, Ky. Selama ini bahkan gue nggak bisa mikir hal lain. Yah, intinya gue cinta sama Kenzo."
Kyra tidak akan menanyakan hal lain lagi. Dirinya selalu saja mendapatkan jawaban yang tidak memuaskannya.
"Lo cinta sama Arka?"
Kyra yang tadi menyerah dengan obrolan ini segera mengalihkan pandangan kepada Kenzo yang menanyakan dengan mendadak perihal rasa cintanya kepada Arka.
Kyra menatap mata Kenzo, melihat apa maksud pria yang membuatnya stres akhir-akhir ini menanyakan pertanyaan semacam itu.
"Iya, gue cinta Arka," jawab Kyra akhirnya. "Bahkan saking cintanya, gue kayaknya nggak bisa ngelirik pria lain selain dia."
Saat kalimat itu terucap, Kyra melihat senyum mengejek di bibir Kenzo dan ia tahu maksudnya.
"Gue harap gitu," balas Kenzo.
Lalu, suasana kembali menjadi hening.