Satu minggu setelah kematian ibu Arka, Kyra kembali merasakan sifat Arka yang seperti biasa. Arka tidak bersedih lagi. Bagi orang yang kehilangan, Arka seperti tipe lelaki yang tidak ingin larut dalam kesedihan meski itu adalah seseorang yang sangat disayanginya.
Hari ini Kyra berniat mengajak Arka ke vila milik Lian. Kebetulan hari ini adalah perayaan 7 tahun anniversary Lian dan Kenzo.
"Lo mikir nggak sih sebelumnya, Arka paling masih pengin sendiri, dan lo malah ajak dia ke sini."
Kyra memutar matanya jengah. Perkataan Kenzo selalu merusak mood-nya dalam hal apapun.
"Kayaknya sulit banget buat lo nggak ganggu mood gue sedetik doang."
"Gue cuma ngomong, ada yang salah dari perkataan gue?"
"Ada," jawab Kyra menatap Kenzo, "lo nggak tau apapun tentang Arka, Ken. Jujur aja, gue yang paling tau dia dibandingkan siapapun."
Kyra melihat senyum menyebalkan Kenzo.
"Lo berasa tau segala hal, apa karena lo seorang editor dan juga penulis?"
Kyra mengerutkan keningnya. "Nggak harus jadi penulis untuk tau segala hal. Apa karena gue penulis, gue juga harus tau semua hal tentang lo dan mereka-mereka yang nggak gue kenal? Nggak, kan. Gue ngomong fakta. Gue udah pacaran lama dengan Arka dan gue tahu dia kaya gimana."
"Pacaran lama nggak jamin kalian bakalan tahu segala hal, Ky..."
"Lo mau ngedikte gue?"
"Itu fakta, kan? Kalau kalian udah tahu semuanya, sekarang gue tanya, apa Arka tahu tentang rahasia lo yang sampai sekarang berusaha lo tutupin. Apa Arka tahu kalau pacar kesayangannya punya rahasia yang mungkin bakalan sulit dia percaya? Apa Arka tahu kalau lo---"
"Kalau lo nggak setuju dengan perkataan gue, lo nggak usah sampai ngebawa hal yang nggak gue pengin bahas lagi. Ini namanya pengecut."
"Gue selalu salah di mata lo, Ky. Lo masih marah sama gue? Hanya karena kesalahan yang pernah gue lakuin? Sekarang semuanya udah baik-baik aja, jadi kenapa lo masih marah? Dan juga ini nggak kebalik? Yang har---"
"Dengar, Ken, setiap lo ngomong, ada satu kata yang tanpa lo sadari malah ngebawa pikiran gue ke saat itu." Kyra merasa jengah jika berlama-lama di sini. Ia berdiri dari tempatnya duduk dan berniat untuk meninggalkan Kenzo.
Namun, Kenzo segera menahan tangannya dan membuat Kyra berhenti sembari menatap Kenzo.
"Lo juga nggak sadar, udah ngebuat gue sama kayak sampah." Setelah mengatakan itu, Kenzo langsung pergi meninggalkan Kyra yang kesal sembari menggigit bibirnya karena perkataan Kenzo.
Kyra membuang napasnya kasar dan mengumpati Kenzo dalam hatinya. Bahkan setelah beberapa tahun lamanya hal itu terjadi, Kyra masih saja merasakan perasaan marah, benci dan kesalnya dengan Kenzo. Bukan hanya itu Kyra bahkan dapat merasakan hal yang sama terhadap Kenzo setelah apa yang terjadi. Kyra pikir setelah bertahun-tahun, ia akan melupakan semuanya. Namun, dirinya salah.
Kenzo terlalu sulit untuk Kyra lupakan.
Begitu Kyra berhasil menenangkan dirinya, ia segera pergi menemui Lian di dapur dan membantu sahabatnya itu menyiapkan bahan untuk pesta barbeque di halaman belakang vila.
"Lo kenapa?" tanya Lian begitu melihat wajah masam Kyra.
Kyra hanya tersenyum dan menggeleng.
"Kenapa sih? Tengkar lagi lo sama Kenzo?"
Kyra hanya diam dan memulai mengupas wortel, kentang dan sayuran yang dibutuhkan untuk barbeque.
"Heran ya, kita bertiga udah sahabatan lama banget, sampai kita dewasa, udah punya kerjaan sendiri, tapi lo sama Kenzo kayak nggak pernah akur gitu. It's weird, Ky..."
Kyra hanya diam saja. Meskipun Lian nenyadari bagaimana hubungannya dengan Kenzo, Kyra tidak pernah mencoba atau bahkan memberikan satu petunjuk untuk Lian. Bersikap seolah-olah percekcokannya dengan Kenzo hanya sebatas gurauan.
"Lo sayang banget ya sama Kenzo?" tanya Kyra akhirnya, mengubah topik.
"Lo tau lah gimana perasaan gue. Everytime, gue selalu sayang sama dia."
"Disgusting..." canda Kyra.
"Hei, sadar diri ya. Gue tahu lo juga sayang banget sama Arka, sampai tiap saat ketemu, pelukan bahkan ciuman..."
"Apaan sih, Li," timpal Kyra sambil melempari Lian potongan wortel yang sudah ia kupas dengan gerakan yang bercanda.
"Lo sih, terlalu gengsi buat nunjukin kalau lo sayang banget sama Arka."
Kyra menghentikan gerakan tangannya.
"Lo tau nggak, sedari awal, sejak lo pacaran sama Arka, gue selalu lihat yang berjuang itu cuma Arka. Gue selalu pengin nanya lo, tapi gue mikir mungkin lo terlalu gengsi dan nggak mau nunjukin hal itu, jadi gue diam. So, gue berharap tebakan gue bener, Ky. Karena sekarang Arka seolah cuma punya lo..."
Kyra bergeming.