Syekh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata :
"Memandang wanita yang dilamar hanya untuk kebutuhan saja. Jika dia telah melihat sekali dan itu sudah cukup baginya, apakah dia suka atau tidak suka, hendaklah dia ambil tindakan. Ketika itu tidak perlu dia mengulang pandangan, karena dia sudah tahu, apakah akan meneruskan atau membatalkan. Adapun jika dia mengulang pandangan tanpa kebutuhan, maka hal itu tidak dibolehkan baginya, karena dia adalah orang asing baginya."
__
Aku begitu gugup saat ini ketika menunggu sesuatu yang membuatku bertanya-tanya. Malam ini, sebuah malam yang tanpa diduga wanita sepertiku akan merasakan hal gugup sekaligus deg-degan sebagai calon istri yang akan di pinang oleh seorang pria.
Aku memang menyukai Pak Fikri. Aku mamang menganguminya dalam diam selama ini. Kabar bahwa dia akan melamarku membuatku bersyukur dan bahagia atas nikmat Allah melalui doa-doa yang aku ucapkan padaNya.
Tapi, kedatangan Pak Fikri secara dadakan memberi tanda tanya besar padaku. Melihat dari situasi dan kondisi saja bukankah beliau sedang dekat dengan Fara.
Apakah keduanya sedang berada dalam masalah sehingga mengakhiri hubungan mereka? Aku hanya menghela napas panjang. Segala sesuatunya aku bertawakal saja pada Allah. Aku tidak ingin berpikir yang aneh-aneh pada mereka agar aku tidak seudzon sehingga meningkatkan dosa. Nauzubillah min dzalik.
Pintu terbuka. Aku menoleh kebelakang. Seketika aku berdiri dengan gugup. Kedua kakiku rasanya melemas. Ini pertama kalinya ada pria yang bukan mahramku memasuki kamarku meskipun tidak sendiri.
Ada Ayah dan Bundaku. Kedua orang tua Pak Fikri dan.. Pak Fikri yang kini menatapku dengan serius.
"Nak.. malam ini Pak Fikri berniat mengkhitbahmu. Katanya dia ingin mengenal lebih dekat denganmu melalui hubungan serius ke jenjang pernikahan." ucap Bunda dan tersenyum kearahku.
Aku melirik Ayah yang kini terlihat bahagia di wajahnya. Ya aku sangat mengerti. Orang tua mana yang tidak suka bila putrinya di lamar dengan pria setampan dan semapan Pak Fikri?
"Iya nak Afrah. Bundamu benar. Malam ini Fikri meminta izin sama Ayah dan Bunda untuk melihat wajah dan rupa kamu sebelum melanjutkan pernikahannya." ucap Ayah yang terdengar meyakini diriku.
Aku hanya mengangguk meskipun rasanya gugup setengah mati. Aku menyalurkan rasa kegelisahan ini dengan saling mengaitkan kedua jari tanganku. Aku merasa telapak tanganku kali ini berkeringat dingin.
"Kalau begitu silahkan Nak Fikri. Kamu boleh melihat wajah dan rupa Afrah. Kalau merasa cocok, kamu boleh melanjutkan lamaran ini hingga menuju pernikahan." ucap Ayah lagi.
"Terima kasih Pak."
Aku mendengar suara Pak Fikri berucap terima kasih. Tapi kedua mataku menunduk kebawah. Suara derap langkah kaki mendekat, kini.. Pak Fikri sudah berdiri didepanku.
"Ya Allah.. segala sesuatunya hamba serahkan semuanya pada Allah. Jika kami berjodoh, maka satukan kami dalam ikatan pernikahan." ucapku dalam hati.
Dengan perlahan aku membuka ikatan cadar yang aku kenakan. Sedikit demi sedikit aku menurunkan cadarku hingga nampak lah seluruh wajah dan rupakku.
Aku memberanikan diri menatap Pak Fikri. Hanya 3 detik menghitung dalam hati setelah itu aku kembali menuduk malu-malu. Aku merasa wajahku memanas dan merona merah. Ini pertama kalinya ada seorang pria yang bukan siapa-siapa bagiku melihat wajah dibalik cadar yang aku kenakan.
Aku juga tidak tahu apa yang di pikirkan Pak Fikri saat ini. Terutama hatinya yang akan menerimaku atau-
"Cantik."
DEG.
Jantungku berpacu secara cepat. Hatiku deg-degan. Rasanya aku ingin merosot kelantai sambil memegang dadaku. Aku yakin aku tidak salah dengar.
"Terima kasih." ucapku pelan.
"Dipipi mendekati dagu, ada bekas luka jahitan yang mengecil. Kalau boleh tahu luka apa itu?"
"Em Nak Fikri.." tiba-tiba suara Ayah terdengar. "Luka jahitan di pipi dekat dagu Afrah itu adalah luka bekas operasi. Em maafkan kami, putri kami dulu pernah mengalami kecelakaan dan berakhir dengan tindakan operasi."
Tiba-tiba suara Ayah terdengar. Aku hanya bisa terdiam tanpa harus berucap hal apapun. Pak Fikri membalikkan badannya dan meninggalkanku. Seketika aku bernapas lega.
Ya Allah, hamba tidak boleh terlalu senang berlebihan. Hamba takut rasa kesenangan ini membuat Allah cemburu. Tanpa Allah, hamba ini tidak ada apa-apanya.
"Alhamdulillah. Putri Bapak cantik. Saya akan meneruskan lamaran ini."
"Masya Allah Bunda senang Fik."
"Alhamdulillah. Iya nak. Ayah juga bersyukur."
"Bagaimana denganmu sendiri Afrah? Kamu menerima Nak Fikri melamarmu?"
Aku menatap Ayah yang kini tersenyum kearahku. Tentu saja aku mengangguk karena Pak Fikri salah satu pria kriteria yang aku sukai.
Suara ucapan bahagia dan rasa syukur terdengar dari kedua orang tua Pak Firki tadi. Begitupun denganku. Kedua mataku berkaca-kaca. Aku tidak tahu harus apa selain rasa kebahagian ini yang aku rasakan.
Begitu nikmat rasa syukur dari Allah yang terjadi padaku. Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang aku harapkan selama ini. Di pasangkan dengan pria yang aku sukai sejak pertama kalinya bertemu denganku di kota Aceh beberapa bulan yang lalu.
"Insya Allah, kalau Bapak mengizinkannya. Bulan depan saya ingin mengadakan acara akad nikah dan resepsinya." ucap Fikri tiba-tiba kepada Ayah.
Dan hal itu semakin membuatku gugup saja.
"Saya sih terserah Nak Fikri saja. Lebih cepat lebih baik."
"Iya Pak. Saya juga akan berusaha mengurus semua pekerjaan saya hingga tuntas agar bisa memiliki waktu berbulan madu dengan calon istri saya."
Aku sudah tidak bisa mendengar semua ucapan mereka lain selain menitikkan air mataku tanpa siapapun sadari selain Allah. Air mata ini.. adalah air mata kebahagiaan.
Sebuah jalan dan takdir yang akan dimulai padaku. Surgaku sebentar lagi akan berpindah dengan calon suamiku. Dan menikah nanti adalah ibadah terlama yang harus aku jalani penuh cinta dengan dia.. Pak Fikri yang membuatku jatuh cinta.
Beberapa menit kemudian Pak Fikri dan lainnya keluar kamar dan menutup pintunya. Aku bernapas lega. Tanpa membuang waktu aku membuka cadarku dan aku melakukan sujud syukur menghadap kiblat.
Deraian air mata ini kembali mengalir. Rasa cinta pada Allah membuatku mengerti bahwa Allah sudah mendatangkan Pak Fikri untukku.
Terima kasih Ya Allah. Terima kasih. Sungguh hamba bersyukur bahwa hamba mencintai Pak Fikri karena Allah.
****
Kalau boleh jujur, hati author jadi haru dengan segala ucapan Afrah
Memakai sudut pandang 'AKU' begini seolah-olah, Afrah ini author. Ikut ngerasain juga