Letty membulatkan matanya. Gadis itu sungguh tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dia mendorong tubuh Alex dengan kasar.
"What are you f**k-" ucapan Letty kembali terhenti saat Alex kembali menyumbat bibir Letty dengan bibirnya. Mata Letty benar-benar membulat. Dia sampai harus menahan napasnya sendiri. Setelah mendapat kesadaran, Letty kembali mendorong tubuh Alex.
"No!" Alex menggeleng di depan wajah Letty. Dia mengunci semua pergerakan gadis itu dengan tanganya.
Sebenarnya Letty bisa saja melawan. Dia bisa langsung mematahkan tangan Alex. Tapi, entah mengapa Letty jadi tidak bisa melakukannya. Dia tidak bisa bohong jika jantungnya berdebar-debar. Napasnya tersenggal. Mungkin karena dia syok. Entahlah, yang jelas Letty benar-benar tidak menyangka Alex akan melakukan ini dengan tiba-tiba.
Di sisi lain, Alex begitu frustasi dengan perasaanya. Bukan salahnya jika dia ingin sekali mengecup bibir wanita yang sejak tadi sudah membuatnya gemas. Sedetik yang lalu, Alex seolah kehilangan kontrol atas dirinya dan membuatnya melakukan tindakan yang akhirnya membuat Letty kesal.
"I'm sorry," gumam Alex. Dia menempelkan dahinya pada Letty sedangkan gadis itu menutup rapat-rapat matanya sambil terus mengatur pernapasannya. Mereka bertahan di posisi itu selama beberapa saat. Sampai akhirnya Alex meraih kedua tangan Letty. Dia menutup mata. Tak ada yang berani untuk saling menatap dan memilih bungkam sambil merasakan napas masing-masing.
Alex membawa tangan Letty menyentuh dadanya higga membuat Letty bisa merasakan debaran di d**a Alex. Letty menelan ludah saat merasakan degup jantung Alex yang berdetak sangat kencang. Napas kasar Alex menyapu kulit wajah Letty dan itu cukup untuk menggambarkan bagaimana kondisi pria itu sekarang.
"Apakah semua ini masih belum cukup?" tanya Alex. Mereka kompak membuka mata dan langsung mencari manik mata lawan.
"Alex," panggil Letty hampir terdengar seperti bergumam.
"Aku tidak pernah bergetar hebat saat di dekat wanita seperti aku berada di dekatmu. Mungkin akan terdengar klise dan ini sangat konyol tapi ...." Alex menjeda kalimatnya. Dia meraih kedua sisi wajah Letty dengan tangannya. "Aku benar-benar mencintaimu, Letty Murphy."
Letty menarik napas panjang. Dia meraih kedua sisi tangan Alex yang berada di wajahnya. "Aku ...."
"Apakah wanita-wanita itu menjadi alasanmu? Kau akan gunakan mereka untuk menyangkal perasaanmu padaku?" tanya Alex.
Letty menutup mata lalu menggeleng.
"Tidak. Letty, buka matamu dan tatap aku," ucap Alex.
Letty benar-benar tidak bisa melakukan ini. Selama ini dia sadar jika ada sesuatu dalam dirinya yang sering kali memuji Alex dan bisa di bilang dia menyukai Alex tapi, Letty memang selalu terbayangi perilaku Alex kepada semua wanita dan itu yang membuat Letty ragu dan memilih untuk memendam perasaannya.
"Aku tidak pernah mengencani mereka, sungguh."
Letty akhirnya membuka matanya. Dia menatap Alex yang berada dua inci di depan hidung mancungnya. "Tapi aku jelas-jelas melihat kau bersama mereka. Maksudku gadis-gadis di kampus," ucap Letty.
"Mereka sendiri yang datang padaku. Hanya sebatas kesenangan-"
"Apakah semua gadis harus seperti itu dimatamu?" sergah Letty. Dia menarik tangan Alex dengan kasar lalu menghempaskannya.
"Kalau begitu mengapa kau harus datang, hah?" Alex mulai menaikkan nada bicaranya. Letty mengertukan dahi. Dia masih berdiri di depan Alex. "Mengapa kau harus datang dalam hidupku dan mengganggu tidurku dengan bayangan wajahmu, hah? Mengapa aku hanya ingin melihatmu di saat semua gadis cantik tengah berkerumun di sampingku dan kenapa ...."
Alex kembali menjeda kalimatnya. Sepertinya butuh keberanian lagi untuk bisa meneruskan kalimat barusan. Letty terdiam. Dia bisa melihat betapa pria di hadapannya sedang berucap serius. Tidak ada kebohongan di sana dan itu semakin membuat Letty takut.
"Aku hanya ingin kau. Gadis tomboy dari Northampton yang mencuri hatiku sejak pertama bertemu. Sekarang kau berdiri di depanku." Alex kembali meraih tangan Letty dan menggenggemanya dengan sangat erat.
Letty membuka matanya menatap manik berwarna coklat di depannya. Jantungnya masih berdetak meningkat.
"Aku menyukaimu, mungkin terlalu dini untuk bilang jika aku cinta padamu. Tapi, percayalah, aku ingin menghabiskan waktuku bersamamu."
Letty memalingkan wajahnya lagi. Dia tidak tahu harus berbicara apa.
"Jadilah kekasihku," lanjut Alex.
Letty mengerutkan dahi. Ini pertama kalinya dia mendengar kalimat itu dari lawan jenisnya. Jika sebelumnya seseorang bernama Marshal pernah menyatakan cintanya pada Letty tapi sekarang, Alex meminta gadis itu untuk menjadi kekasihnya.
Letty menggeleng sambil memejamkan matanya. Dia hanya perlu bilang iya atau tidak tapi, kenapa semuanya seolah begitu sulit baginya.
"Kau tidak perlu menjawabnya sekarang. Aku akan menunggu, hingga kau siap," ucap Alex. Dia meraih dagu Letty dengan jari telunjuknya kemudian mengangkatnya perlahan. Alex suka sekali menatap manik abu-abu biru milik gadis di depannya. Letty hanya diam sambil terus mengusahakan dirinya untuk terus bernapas. Well, sepertinya Letty mulai lupa caranya bernapas.
Mereka bertatapan. Saling meneliti manik lawan seolah mencari-cari keseriusan di sana.
"Tapi ... bisakah kau tidak menjauh dariku?" ucap Alex lagi.
Letty hanya menggeleng tapi dia tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Alex tersenyum dia hendak memajukan wajahnya dan meraih bibir Letty, namun dengan cepat gadis itu berpindah. Terlalu berbahaya jika dia membiarkan kejadian tadi terulang lagi.
"Ki- kita ha-harus kembali, Alex." Letty menggagap.
Sementara di belakang Letty, Alex tersenyum kecut lalu dia memutar lutut kemudian menghampiri Letty. Letty mengangkat wajahny dan dengan ragu-ragu menatap pria di depannya. Dia sangat gugup. "A-ayo," ucap Letty lagi lalu dia bergegas menuruni anak tangga.
'Sialan Alexander Oliver.' Gerutu Letty dalam hatinya. Pipinya benar-benar terasa panas dan jantungnya masih berdebar-debar dengan kencang.
"Darling," panggil Emery. Dia berada di ruang tamu saat melihat Letty turun dengan terburu-buru dari lantai dua.
"Oh, ehem!" Letty sangat gugup. Dia berusaha melarikan tatapan dari Emery sambil tangannya mulai meraih ujung bajunya. "Ha-hai, nyonya Oliver." Letty menggagap. Terlebih saat Emery mulai berdiri dari duduknya dan berjalan menghampiri Letty. Gadis itu jadi bingung, bagaimana caranya menyembunyikan wajah blush-nya dari Emery.
"You okay?" tanya Emery. Dia semakin dekat dengan Letty.
"Y-ya," ucap Letty. Dia berusaha keras memperbaiki mimik wajahnya. Memaksakan untuk menarik senyum simpul.
Emery mendongak. Dia melihat putranya turun dari lantai dua.
"Alex," panggil Emery. Dia menatap Alex dan Letty bergantian dengan tatapan menyelidik.
"Mom, kami harus pergi," ucap Alex. Dia berdiri tepat di belakang Letty.
Emery memanyunkan bibirnya. "Tidak bisakah kalian menginap untuk malam ini saja," pintah Emery sambil memasang wajah memelas.
"Mom ...."
"Kumohon," bujuk Emery lagi. Kali ini dia memegang tangan Letty.
Letty melirik kebelakang. Dia bingung. Gadis itu ingin menolak tapi, dia tidak enak pada Emery. Wanita itu sudah sangat menunggu putranya untuk berkunjung ke rumah. Sangat egois rasanya jika Letty bersih keras mengajak Alex untuk segera kembali.
"Pelase ...." Emery terus memohon.
"Ba-baiklah," gumam Letty. Akhirnya dia menyerah.
"Kau setuju untuk menginap?" tanya Emery dengan wajah berseri.
Letty tersenyum kaku sambil perlahan mulai menganggukan kepala.
"Oh darling, thank you," Emery meraih kedua sisi lengan Letty dan menariknya lalu mengecup pipi gadis di depannya dengan gemas. "Aku akan menyiapkan makan malam spesial untukmu," lanjut Emery. Dia sangat antusias.
"Ah, tidak perlu repot-repot, Nyonya Oliver."
"Oh tidak, aku tidak repot sama sekali. Lagi pula aku suka memasak." ucap Emery. Dia tersenyum sumringah. "Alex, tolong buat tamuku senyaman mungkin." Emery menatap Alex dengan tatapan awas. Alex hanya memanyunkan bibir sambil menganggukan kepala. "Aku akan kembali," ucap Emery untuk terakhir kalinya.
Dia pergi dari sana dengan wajah berserih membuat Letty tersenyum. Dia tidak menyangka dia akan sangat di sambut di rumah ini. Ibunya Alex sangat ramah. Bahkan setelah Letty menjelaskan hubungannya dengan Alex. Emery tetap memperlakukan Letty layaknya menantu.
"Well ...." Alex mulai berjalan mendekati Letty. Dia sengaja menyelipkan tangannya di pinggul Letty. Itu membuat Letty memejamkan mata. "Sepertinya ini akan menjadi malam yang panjang untuk kita," bisik Alex di depan telinga Letty.
Letty melirik kecil kesamping. Dia bisa melihat seringaian kecil itu di wajah Alex.
"Tapi terima kasih," ucap Alex buru-buru. Dia semakin menarik pinggul Letty untuk lebih dekat padanya. "Kau sudah membuat ibuku tersenyum seharian ini. Jujur saja dia sangat jarang tersenyum,"
Letty akhirnya memutar tubuhnya menghadap Alex. Dia seolah melupakan kejadian tadi yang sempat membuat pipinya seperti terbakar. Tanpa sadar, Letty pun mulai mengikuti Alex. Mereka lanjut berkeliling di rumah mewah milik Oliver.
"Ohya?" tanya Letty,
Alex mengangguk. "Kau mau dengar sebuah kisah?" tanya Alex. Pria itu berjalan dan kembali membawa Letty mengelilingi rumahnya tanpa melepas rangkulan tangannya.
Alex membawa Letty ke halaman belakang rumahnya. Mata Letty melebar, mulutnya menganga saat melihat deretan bunga yang tertata dengan sangat rapi. Air mancur besar di tengah halaman. Pohon besar di sudut belakang lalu sebuah ayunan yang menggantung di sana. Letty tidak bisa menyembunyikan senyum di wajahnya. Dia benar-benar terpukau pada pemandangan di depannya.
"Kau suka?" tanya Alex. Letty mengangguk sambil terus tersenyum. "Ibuku suka sekali menanam bunga. Dia merawat semua ini sendirian," ucap Alex. Dia menarik pinggang Letty lagi dan membawanya ke sana.
Letty menarik napas sambil memejamkan mata menikmati harum semerbak dari bunga-bunga yang bermekaran di halaman pribadi milik nyonya Oliver. Alex terus tersenyum. Dia suka sekali melihat Letty tersenyum. Mereka terus berjalan sampai tiba di pohon besar.
"Kau mau duduk di sana?" tanya Alex.
Letty terkekeh kecil saat melihat ayunan itu. Namun, akhirnya dia berjalan kesana dan duduk di ayunan itu. Alex menyusul. Dia berjalan dan berhenti di belakang Letty. Alex menaruh tangannya di dua sisi tali lalu mulai mendorong pelan ayunan itu.
"Kenapa disini ada ayunan?" tanya Letty.
"Aku yang membuatnya," ucap Alex. Letty mendongak dia tersenyum pada Alex.
"Sejak dulu aku sering melihat ibuku murung. Dia suka duduk sendirian di taman sambil berhayal. Lalu, aku terpirkan untuk membuatkan dia ayunan. Dia selalu tersenyum saat duduk disini dan aku menemaninya," tutur Alex.
"Kau anak yang penyayang, Alexander." Sanjung Letty.
"Tidak. Sebenarnya akulah yang membuat dia menjadi seorang pemurung. Aku merenggut semua kebahagiannya dan membuatnya menjadi ibu paling malang di dunia."
Letty mendongak lagi. Alex menatap lurus kedepan sambil terus mendorong ayunan itu.
"Aku anak tidak berbakat. Tidak bisa apa-apa sejak dulu. Ayahku hampir tidak menerima keberadaanku, untuk itulah dia selalu menyalahkan ibuku karena telah melahirkan anak tidak berguna seperti aku."
"Tapi kau seorang CEO, Alex. Itu pencapaian yang luar biasa," ucap Letty.
Alex tersenyum. Dengan cepat dia berjalan dan lansging berjongkok di depan Letty. Dia menatap gadis di depannya dengan mata berbinar.
"Apa kau juga memuji betapa hebatnya aku ini?" ucap Alex.
Letty menggelengkan kepala sambil memutar bola mata. "Wow, sepertinya aku sudah salah bicara," ucap Letty.
Alex tertawa kecil. "Ayolah, barusan kau memuji aku kan?" ucap Alex. Dia terus berusaha mengincar bola mata Letty.
"Iya, iya. Aku memujimu Alexander," ucap Letty. "Lalu? lanjutkan kisahmu."
"Jadi seperti itulah. Ayahku sangat ingin aku hidup seperti dia. Bahkan dia mengejar obesesi dengan sia-sia,"
"Obesi?" tanya Letty.
Alex mengangguk. "Hem, dia berencana meruntuhkan seorang pengusaha."
"Ohya? Siapa?"
"Fredrick Van Der Lyn," jawab Alex.
Letty membulatkan matanya. Dia sudah tahu halnini tapi, sepertinya rencana Marthin sangat besar hingga Alex yang tidak akrab dengan ayahnya bisa tahu obesesi ayahnya itu.
"Siapa dia?" Letty pura-pura bertanya.
Alex berdiri. Dia berjalan lagi ke belakang untuk mendorong ayunan.
"Dia seorang pengusaha. Dia terkenal di Amerika. Perusahaannya sedang melejit tapi, sepertinya dia menyimpan sesuatu di balik perusahaan permata termahal di dunia itu."
"Ohya? Rahasia seperti apa?" tanya Letty lagi.
Alex menurunkan wajahnya ke sisi kiri wajah Letty.
"Katanya dia seorang mafia," ucap Alex.
Letty membulatkan mata. Sepertinya Alex sudah tahu banyak soal Fredrick.
"Ma-mafia?" Letty pura-pura terkejut.
"Hmm ... ayahku sedang menyelidikinya. Tapi tahukah kau?" Alex kembali memutar tubuhnya dan berjalan ke depan. Dia berjongkok lagi di depan lutut Letty. "Aku jadi kasihan pada ayahku. Dia sangat terobsesi untuk menguak sisi misterius dari Fredrick Van Der Lyn. Sayangnya semua obsesi itu membuatnya mencampakkan keluarganya. Seolah dia hidup hanya untuk memburu nama itu. Makanya aku sangat membenci Marthin Oliver tapi aku juga benci Fredricksen Van Der Lyn."
"Kenapa kau harus membencinya? Lagi pula seperti katamu, belum tentu jika dia seorang mafia."
"Ya, kau benar. Belum tentu dia seorang mafia tapi, seberapa pun aku mencoba untuk berpikir tetap saja dia salah dan aku membencinya. Dia telah mengusik ayahku dan membuat pria tua itu memburu nanya seumur hidup. Jika saja Fredrick tidak ada ...."
Alex memutar wajahnya menatap Letty.
"Kenapa?" tanya Letty.
Alex menggeleng pelan lalu merapatkan wajahnya pada Letty. Gadis itu kembali di buat gugup.
"Jika saja pria itu tidak ada, sudah pasti ibuku tidak akan merasa kesepian dan ayahku tidak akan terus menyalahkan aku."