2. My Daugther is My World

1025 Words
FLORIDA, Amerika.     “Kau lihat rusa itu nak?” ucap seorang pria berumur tiga puluh tahun tetapi masih terlihat layaknya bujangan dua puluh tahun kepada seorang gadis berumur tujuh tahun yang merupakan puteri sulungnya. Lelaki itu menunjuk seekor rusa yang sedang bersembunyi dari balik pohon dengan jarak lima ratus meter dari tempat mereka.     “Ya, aku melihatnya Dad," ucap gadis kecil itu.     “Dia akan menjadi makan malam kita nak, bidik dia dan tembak dengan satu anak panahmu. Kau mengerti?” ucap ayahnya yang di jawab dengan anggukan dari sang anak.     "Kau dengar itu Gangga? Dia akan menjadi makan malam kita, aku akan menjatuhkannya dengan satu anak panah. Aku butuh kerja samamu.” Gadis itu mengelus wajah kuda betina berwarna putih yang sedang di tungganginya itu.     “Ayo, Gangga, Hiyaa ...!” teriak gadis itu kemudian menarik tali kendali lalu memacu kudanya mendekati sang mangsa. Rusa yang tadinya berdiam diri, langsung berlari sebab dia tau nyawanya sedang dalam bahaya.     “Kau tidak bisa lari dari mata ini sayang,” gumam gadis itu sambil menarik busur dari balik punggungnya.     “Ayo Gangga, lebih cepat. Hiyaa... !” teriaknya lagi. Gadis itu begitu antusiasnya dia. Kudanya meringkik nyaring, seolah mengerti apa yang di ucapkan majikannya. Gadis itu menarik busurnya sambil menyipitkan matanya dia berusaha mengimbangi kudanya dan konsentrasi pada mangsanya. Dia menarik busurnya semakin kuat, dan sambil menghela napas, dia membuang napasnya bersamaan dengan melepaskan busur panahnya.         TAK     “Yeah ...,” teriaknya, kemudian melanjutkan, "kita berhasil Gangga." Dia tertawa dengan lantang sambil mengelus kepala kudanya.     “Kau selalu hembat Gangga, kau akan mendapat bagian dua kali lipat.” Gadis itu masih memuji kehebatan kuda betina berwarna putih yang dia beri nama Gangga itu. Betapa senangnya gadis mungil itu ketika mengelus puncak kepala kudanya. Dia seoalh memberi apresiasi terbaiknya sebab kudanya telah bekerja sama dengan baik hingga dia bisa menembakan busurnya ke arah mangsanya.     “Wow, kelihatan lebih besar jika di lihat dari dekat.” Fredrick berdecak kagum saat melihat hasil tangkapan puterinya.     Sang gadis menghampri sang ayah yang tampak sibuk memindahkan rusa hasil tangkapannya. Ayahnya tersenyum bangga saat memindahkan rusa hasil berburuh mereka ke atas kudanya.     “Kau hebat nak, kau selalu hebat, kau seorang Van Der Lyn dan kau penerusku," ucap Fredrick menyanjung puterinya.     “Ayo, kita kembali Dad. Akan ku tunjukan pada Leonard betapa hebat kakaknya ini.”     “Of course you are," ucap ayahnya. Hari hampir malam saat ayah dan puteri itu tiba di halaman belakang mansion mewah yang di bangun di tengah hutan milik keluarga Van Der Lyn. Para pelayan langsung membuka gerbang pintu saat melihat dua majikan mereka. Mereka pun membungkuk menyambut dua orang yang sedang menunggangi kuda itu.     “Fredrick… Letty…," seru seorang wanita sambil melambaikan tangannya.     “Mommy, lihat ini," sahut gadis kecil bernama Letty itu sambil menunjuk rusa di belakang tubuh ayahnya.     “Aku yang menembak ini, dan kau tahu, aku melumpuhkannya dengan satu busur saja.”     “Lihat anakmu Elena, dia hebat," ucap Fredrick sambil mengangkat tubuh puterinya dan memutar tubuh gadis kecil itu ke udara. Sementara ibu gadis itu hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepala.     “Fred, dia wanita. Tidak seharusnya kau mengajaknya berburu.”     “Oh ayolah, kau tahu Leonard masih kecil, dia tidak bisa menemaniku berburu dan aku benci berburu dengan Lucas dia payah." Elena hanya berdecak kesal pada suaminya. Dia diam dan cemberut seakan malas berdebat dengan suaminya itu. Fredrick yang melihat ekspresi isterinya langsung memeluk tubuh isterinya kemudian memberi kecupan kilat di bibir isterinya kemudian beralih ke bawah tepat di depan perut buncit Elena.     “Lihat ibumu sayang, dia begitu cerewet.”     “Oh ayolah Fred, lihat tingkah puterimu. Bahkan sekarang dia sedang berbicara dengan kuda betina.” Elena menunjuk kepada Letty yang sedang mengelus wajah kudanya dengan penuh kasih sayang. Fredrick berdiri kemudian melihat tingkah puterinya.     “Ayo Gangga, kau sudah bekerja keras hari ini. Aku janji akan membawakan makanan dari rumput terbaik untukmu. Sayang sekali kau tidak makan daging, padahal aku ingin sekali memberimu daging rusa hasil tangkapan kita.” Letty kembali mengelus kepala kudanya.     Elena menggeleng sambil bergumam, "Oh, tidak." Dia memutar mata sambil melayangkan tangannya ke udara.     "Mommy, Daddy ... ” Seorang bocah lelaki muncul sambil mengucek matanya, dia meraih ujung baju ibunya sambil berkata, “Dimana kakak?”     “Aku di sini Leo,” sahut Letty dari balik kandang kuda. Dia berlari menghampiri adiknya.     “Leo, malam ini kita akan makan daging. Kau lihat rusa itu?” Letty menunjuk seekor rusa berlumuran darah yang sedang dia angkut oleh pelayan.     "Itu hasil tangkapanku," ucapnya sambil tersenyum angkuh, Berbeda dengan kakaknya, Leo tampak mengernyit saat melihat rusa berlumuran darah yang tengah di angkut oleh para pelayan.     "Euw ... menjijikan," ucap Leo. Elena seolah masih tidak terima jika puterinya melakukan hal yang tidak sesuai dengan kodrat wanita. Dia terus berdecak kesal sambil menatap suaminya dengan tatapan tidak bersahabat.     “Mulai besok Letty dilarang berburu!" kecam Elena.     “Mom ...," rengek Letty.     “Tidak Letty, kau seorang gadis. Seorang gadis harus bersikap anggun dan sopan. Berburu itu pekerjaan laki-laki," tukas Elena.  Letty memayunkan bibirnya lalu melempar tatapan kepada ayahnya.     “Elena, sayangku,” bujuk Fredrick dengan wajah memelas.     “Tidak Fred.” Elena menatap tajam suaminya. “Sebaiknya kalian berdua segera mandi, bau kalian seperti bau kotoran kuda,” kata Elena kemudian dia meraih tangan Leonard, membawanya masuk  dan meninggalkan puteri dan suaminya di halaman belakang. Fredrick berjongkok untuk menyejajarkan posisi tubuhnya dengan puterinya yang tampak sedih dengan mengulum bibir sambil memainkan jari telunjuk dan jari tengahnya.     “Hei nak,  jangan sedih, kita akan melakukannya tanpa sepengetahuan ibumu,” bujuk Fredrick. Mendengar ucapan ayahnya gadis itu langsung mendongak, seketika ekspresinya berubah.     “Benarkah?” ucapnya hampir berteriak. Fredrick tersenyum. Dia meraih kedua pundak puterinya.     “Ya, tentu. Tapi besok kau akan berlatih cara menembak dengan paman Lucas. Dia juga akan mengajarimu bela diri.”     “Benarkah?” tanya Letty kelewat antusias. “Oh, aku tidak sabar untuk besok.”     “Baiklah, sekarang kita masuk, kita harus mandi. Ibumu berkata kita bau kotoran kuda, sayang.” Ucapan Fredrick membuat Letty tergelitik, dia pun tertawa. Fredrick mengangkat tubuh puterinya, menggendongnya kemudian mengecup pipi puterinya.     “Kau puteriku, duniaku, aku menyayangimu.”     “Aku juga menyayangimu, Dad," ucap Letty kemudian balas mengecup pipi ayahnya. Mereka berdua memasuki mansion milik Van Der Lyn ini dengan tawa riang yang menghiasi wajah mereka. Fredrick menyerahkan Letty kepada pengasuhnya sementara dia bergegas membersihkan tubuhnya setelahnya Fredrick segera menuju ruang kerja Van Der Lyn bersaudara untuk mendiskusikan bisnis mereka.              “Fredrick, ahhhh ...,”      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD