4) Dhena

1166 Words
Sejak peristiwa malam itu, ada yang sedikit berubah dari keduanya. Entah mengapa secara fisik mereka seperti menemukan jarak, namun dalam batin masing-masing seakan sedang berjalan beriringan. Dhena berusaha lebih keras untuk mengendalikan diri. Dia sangat menyadari jika gelombang asmara begitu dahsyat melanda keduanya. Rafly memang sangat muda, namun dia sudah cukup pantas untuk jatuh cinta, bahkan untuk menikah sekalipun. Namun mereka tetaplah bukan pasangan yang sah. Rafly kembali menyibukkan diri dengan persiapan menggelar pesta ulang tahunnya.walau sesungguhnya tidak terlalu ribet. Namun teman-teman dekat Rafly hampir tiap malam kumpul-kumpul di lantai dua rumah Dhena. Itu memang disengaja. Dan pesta ulang tahun Rafly pun berlangsung sangat meriah. Sekitar jam sepuluh malam, Dhena memarkirkan mobilnya di garasi. Rosdiah mamanya Rafly dan Reynita adiknya turun lebih dulu. Mereka baru saja kembali dari pesta ulang tahun Rafly yang dilaksanakan di salah satu cafe gaul yang sering dijadikan tempat ulang tahun para remaja kekinian. Garden party belum usai. Namun Dhena terpaksa pulang lebih dulu Rosdiah dan Reynita harus segera beristirahat. Mereka yang baru dua jam sebelum pesta dilaksanakan. Sementara Rayan dan Elisa tidak hadir dengan alasan bayinya sedang kurang sehat. Rosdiah dan Raynita masuk kamar tamu di lantai dua. Sedangkan Dhena segera menuju balkon samping kanan. Dia tersenyum dengan d**a yang terus berdebar, teringat pesan Rafly sesaat sebelum dirinya masuk mobil. 'Dhen, jangan tidur dulu, aku punya kado spesial untukmu.' Masih dalam balutan gaun merah darah, Dhena duduk di sofa. Memandangi langit yang ditaburi cahaya bintang gemintang. Senyum merekah nyaris tak pernah hilang dari bibirnya. Rona wajahnya semringah bercahaya memancarkan kebahagian tak terkira. Sejak kejadian malam itu, jiwa Dhena sering tersentak. Setipa beradu pandang dengan Rafly, dadanya selalu bergemuruh. Dhena bahkan mulai suka duduk termenung berlama-lama seorang diri dengan senandung lagu-lagu cinta. Dhena betah berlama-lama menatap kecantikan wajah dan keindahan tubuhnya di balik cermin. Meraba bibir, pipi, hidungnya sambil membusungkan d**a. Bagian tubuhnya yang selalu mendapat pujian dari Rafly dipandangi dan dielusnya dengan saksama. Terbersit pemikiran untuk tidak hanya diam menunggu. Kelembutan dan keromantisan Rafly ingin segera dia jawab dengan jujur dan terbuka. Dia ingin segera menumpahkan segala rasa yang dipenuhi cinta membara. Laksana gadis belia yang labil, Dhena terkena busur asmara, mabuk kepayang oleh sang pujaan. Segenap angan dan jiwanya selalu dipenuhi bayang-bayang ketampanan serta kedewasaan sikap Rafly. Malam-malam yang panjang pun sering kali dia habiskan dengan segala tanya dan kebimbangan. Mungkinkah Rafly takdirku? Pantaskah dia untukku? Apakah ini hanya angan dan bayang-bayang semu? Bukankah Rafly pun memiliki perasaan yang sama? Bukankah suamiku telah mengizinkannya? Haruskah aku membohongi diri sendiri dan bersembunyi dari kenyataan? Dan kini Dhena begitu tak sabar, menantikan kado istimewa yang dijanjikan Rafly untuknya. Dhan menyandarkan punggung pada sofa empuknya. Wajah tengadah mata terpejam dengan bibir tetap tersenyum. Peristiwa mendebarkan dalam pesta Rafly satu dua jam lalu kembali terbayang sempurna. Moments mendebarkan saat Rafly memotong tumpeng dan memberikannya pada orang-orang yang paling disayangi. Kembali menari-nari dalam ingatan Dhena, ketika Rafly berdiri gagah diapit mamanya dan dirinya dan seluruh tamu undangan mengelilinginya. Dalam suasana yang khidmat dan hening, Rafly memegangi satu piring kecil berisi ujung tumpeng yang sudah dipotong dan dibelah. "Sob, di alam nyata, gua sudah tidak memiliki ayah. Tetapi, Tuhan menggantinya dengan dua ibu yang sangat luar biasa. Gua menyayangi keduanya tanpa beda walau setitik. Untuk itu potongan tumpeng ini, gua belah untuk dipersembahkan pada mereka." Rafly memecah keheningan dengan suara yang sedikit bergetar namun sangat jelas dan lantang.   "Yang pertama, akan gua berikan pada Mama Rosdiah, wanita yang telah mengandung, melahirkan dan merawat gua hingga kini. Dialah pemilik surga gua." Rafly memeluk dan mencium kening serta pipi mamanya dengan mesra. Lalu menyerahkan tumpengnya. Seketika tepuk tangan bergemuruh mengiringi mata Rosdiah yang berkaca-kaca saat Rafly menyuapinya. Setelah itu Rafly mengambil satu lagi belahan potongan tumpeng. Lalu berdiri tegak menghadap seluruh undangan dan memeluk bahu kiri Dhena dari belakang. "Yang kedua, gua berikan pada makhluk Tuhan bernama Dhena Malinda." Rafly mencium kepala dan rambut Dhena yang tertata apik. "Dia panutan dan sumber inspirasi gua. Dia majikan, tante, sahabat, ibu dan.... " Rafly terdiam beberapa saat. Mata elangnya menatap bola mata Dhena yang juga berkaca-kaca terharu. "Dan....." Rafly kembali menghentikan ucapannya yang bergetar. Suasana sekeliling makin senyap. Semua mata dan telinga terfokus menunggu potongan kata yang tertunda di bibir sang bintang pesta. . "Dan guru," bisik Dhena mengingatkan. "Dan guru gua." Akhirnya Rafly berhasil menyelesaikan ucapannya. Tepuk tangan kembali bergemuruh. Beberapa kali Rafly mengecup rambut, kening dan pipi Dhena dengan mesra. Plong! d**a Dhena yang sempat tegang dag-dig-dug tak karuan tiba-tiba terasa lega. Tak bisa dibayangkan andai Rafly keceplosan atau salah ucap, menyebut dirinya 'kekasih'. Apa tanggapan Rosdiah, kakak ipar yang sekaligus mama-nya Rafly. Setelah puas merenung, Dhena masuk ke kamarnya. Tak lama berselang Rafly datang seorang diri lalu masuk ke kamar Dhena dengan sedikit mengendap. Rafly berdiri di depan pintu masih dalam balutan kemeja polos abu-abu, celana Cardinal warna krem dipadu sepatu sneaker abu-abu. Sengaja dia tak mengganti pakaian karena dia pun meminta Dhena untuk tidak berganti gaun pestanya. Dengan sangat jantan Rafly melangkah mendatangi Dhena yang berdiri terkesima. Menatap kagum sang lelaki yang terlihat begitu jantan, tampan penuh pesona dan mendebarkan. "Terima kasih atas segalanya. Malam ini kamu sangat cantik sekali, Sayang." Rafly berbisik lirih sesaat setelah memeluk Dhena dengan sangat mesra dan hangat. "Sama-sama. Kamu pun begitu tampan mempesona, Raf," balas Dhena dengan suara yang juga bergetar. "Dhena, I love you," lanjut Rafly seraya menunduk mendekatkan bibirnya pada bibir Dhena yang merekah dan sedikit terbuka. Sang wanita tak membalas. Ia memejamkan mata menikmati sensasi aroma napas sang jantan. Hatinya begitu siap menantikan berjuta kenikmatan yang mungkin akan Rafly berikan sebagai kado sepesialnya. Rafly menyusupkan lidah lancipnya membelah dua bibir Dhena dengan lembut dan basah. Dhena membalasnya dengan segenap rasa dan gelora jiwa yang membara. mereka sama-sama terpejam meresapi kenikmatan dan gelombang jiwa yang menyatu dalam debaran rasa yang sulit dikatakan. "Rafly...." Dhena berucap lirih. "Hmmm." Rafly membalas halus. Pegangan tangan Dhena pada pinggang lelaki yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke dua puluh, kian kuat dan pelukan Rafly pun semakin erat. Dia seperti takut melepaskan dan kehilangan wanita yang sedang dicumbunya dengan mesra. Mata mereka sesekali bertatapan diantar merem melek yang tak beraturan. Tubuh mereka makin menyatu dan kedua mulutnya terus berpagutan menjalarkan gelora yang membakar setiap tetes darah di tubuhnya. Rafly memeluk leher sang wanita, sementara tangan Dhena mulai nakal menari lembut pada benda keras di balik celana Rafly. Mereka terus berpacu menapaki satu demi satu tangga asmara menuju puncak kenikmatan surga dunia. Kedua tangan mereka melata, membelai dan meremas bagian-bagian sensitif dari tubuh masing-masing. Remaja penggila futsal dan sepak bola yang pendiam itu telah berubah agresif. Dia mendominasi dan menguasai tubuh Dhena dalam rengkuhannya. Dhena mengalungkan tangan di leher sang jantan yang kian buas memainkan dua gunung kembar di dadanya. Beberapa kali istri Rayan itu menggelinjang sembari menggoyangkan tubuh bagian bawahnya, mengimbangi gerakan tubuh Rafly yang bergoyang dan menekan selangkangannya dalam irama konstan dan meningkat. Perlahan-lahan Rafly melangkah membawa tubuh Dhena dalam pelukannya mendekati tempat tidur dengan tetap tidak melepaskan pelukan dan ciumannya. Brak!! Tiba-tiba suara keras benturan pintu yang terbuka kasar. "Astagfirullah!!! Apa yang kalian lakukan?" teriak seseorang yang hampir saja mencopotkan jantung Rafly dan Dhena. "Dhena! Rafly! Kalian manusia laknat!" Lengkingan suara seorang wanita membahana bergema memenuhi langit malam yang sunyi. Meluluh lantakkan segala daya Dhena dan Rafly yang pucat pasi terciduk dalam hina. ^^^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD